Jumat, 06 Mei 2016

Sempurna yang sederhana

Sempurna yang sederhana
       Secarik kertas ku tarik keluar dari tumpukan dokumen-dokumen lama ku. Debu yang mendiaminya kurang lebih 4,5 tahun ku tiup agar kertas terlihat tidak lebih tua dari usia yang sebenarnya. Goresan tinta-tinta hitam itu kembali mengingatkanku pada masa-masa di mana Rere berhasil menyempurnakanku dengan segala gelak tawa yang ia miliki.
       23 april 1999, semua itu terjadi begitu saja. Awal Pertemuanku dengan Rere yang membingungkan diwarnai hingar bingar suara keriuhan kota metropolitan Jakarta. Semuanya amat terasa padu. Gelak tawa yang dimilikinya dan suara riuh rendah kota metropolitan seakan membuat sebuah irama yang sangat merdu nan menggoda.
‘’ Lang, kemana saja kamu…anak-anak udah nunggu kamu tuh dari tadi…wah dasar kutu buku mah hari gini baru keluar perpus kampus nih ‘’ sapa Rere kepadaku yang baru saja datang dari kampus.
‘’Iya re, aku maaf aku ga bisa pulang cepet…tadi Pembimbing Akademik ku ngobrol ngalar ngidul’’ jawabku pelan.
‘’Yaudah hayuklah berangkat…acaranya bentar lagi abis’’ sela nanda salah satu teman sepermainan kami. Begitulah ia selalu mengatakan yang sebaliknya terjadi.
        Dulu pernah waktu aku dan nanda masih duduk di bangku kelas 3 Sekolah Menengah Pertama, waktu itu ia datang terlambat untuk mengikuti Ujian Akhir, ia duduk dan menyapa semua teman seperti biasanya. Hal yang sangat mengejutkan darinya adalah saat ujian baru saja di mulai 15 menit ia berteriak lantang dang mengangkat soal ujian dan kertas jawabanya keatas dan berteriak‘’ selesaaaaaaaai ‘’ dengan muka lugu dan ekspresi seakan tidak ada yang salah dari tingkahnya.
       Sontak seluruh ruangan terkejut seketika itu dengan sangat kompak menoleh kepadanya dan menatap keherananan.
‘’ iya..iya…maksudnya baru mulai..hehehee ‘’ jawab Nanda lagi-lagi dengan tatapan muka tek bersalah.
‘’ huuuuuuhhhh…kebiasaan nih Nanda suka dibalik-balikin kalo ngomong ‘’ jawabku yang hanya berjarak 2 bangku di belakangnya.
Setelah 30 menit perjalananan kami tiba di rumah Ningrum teman satu kelas kami yang banyak penggemarnya, maklumlah ia primadona kampus. Sesiapa saja yang melihatnya mustahil bisa mengingat apa dan bagaimana permasalahan hidup, yang diingat hanyalah wajah Ningrum yang dihiasi dengan lesung pipi yang imut, matanya yang indah meskipun hidungnya mancung ke dalam.  Sesampainya kami di sana ternyata acara ulang tahun Ningrum belum di mulai, masih diisi dengan penampilan- penampilan dari penyanyi-penyanyi lokal dan sedikit Door Prize. Selang beberapa menit Ningrum tampil ke atas panggung untuk menyapa para tamu undangan dan membuka acara. Tanpa ku sadari kami yang awalnya berangkat bertiga , aku, Rere dan Nanda kini hanya sisa aku dan Rere saja. Mungkin Nanda pergi ke teman sekelasnya. Maklumlah diantara kami bertiga hanya Nanda yang sejak awal semester berbeda kelas. Aku dan Rere di Kelas Komunikasi D dan Nanda di Kelas Komunikasi B.
       Aku dan Rere berdiri sambil memperhatikan jalannya acara sama seperti tamu undangan lainnya. Malam ini nampaknya menjadi malam ulang tahun yang sangat membahagiakan bagi Ningrum. Di ulang tahunnya yang ke 23 ini berbarengan dengan tunangan yang akan ia laksanakan bersama dengan kekasihnya Anwar yang sejak 8 bulan lalu menjadi pacarnya. Waktu yang sangat singkat untuk seseorang mengenal lebih jauh siapa kita dan bagaimana latar belakang kita. Mungkin mereka memiliki alasan tersendiri mengapa acara pertunangan dihelat hanya selang 8 bulan saja sejak hari jadian.
‘’ lang, Ningrum hebat yah baru 8 bulan pacaran udah tunangan aja ‘’
‘’ iya Ning, padahal kalo aku jadi Rere aku gak bakal buru-buru tunangan tuh’’
‘’ lah emang kenapa, bukannya malah bagus yah ‘’ jawab Rere Kaget.
‘’ ya sayang banget lah, kalo aku jadi Ningrum aku mau koleksi dulu yangbanyak, kalo udah puas milih-milih baru deh tunangan, heheheee ‘’
‘’ untung aja Tuhan gak captain kamu ng-ganteng ya Lang..ini salah satu bukti nyata kalo tuhan itu Maha Adil dan Bijaksana, yang dikasih paras cantik ga suka maenin perasaan padahal gampang buat si cantik dan si tampan, lah ini yang parasnya cakep ngga tapi 5 % lagi jadi jelek malah gaya-gayaan mau pilah pilih calon pasangan hidup. Padahal udah ada yang mau aja syukur ahahaha’’ jawab Rere sambil tersenyum jahat ala pemain antagonis dalam sebuah sinetron.
       Di tengah bisingnya acara ulang tahun Ningrum, seinget aku saat Orang tua Ningrum memberikan sambutan tiba-tiba lampu mati dan seketika itu suasana ruangan yang luasnya sebesar Lapangan Futsal menjadi gaduh dan bertanya- Tanya.
‘’ ah paling juga karena sedikit konslet arus pendek ‘’ gumamku pada rere
‘’ iya lang ..gak jauh-jauh pasti kayak gitu’’ bisik rere yang semakin mendekatiku karena kondisi yang semakin gaduh
Tiba-tiba dari kejauhan terlihat sebuah lilin yang dibawa oleh seseorang. Ku kira dia adalah mamang yang bekerja sebagai Pembantu rumah tanggga Ningrum.
‘’ Nah itu mamangnya dateng tuh lang’’ rere bergumam dan menoleh ke arah ku dengan sedikit mengangkat badannya karena Rere 15 centimeter lebih pendek dariku.
‘’ dari tadi kek’’ jawab ku nyeleneh.
Semakin dekat orang tersebut justru semakin membingungkan, kenapa dia justru menuju kea rah Ningrum yang pada saat itu sedang berdiri di bawah panggung di barisan paling depan bersama keluarganya, kenapa orang itu tidak menuju kea rah stop kontak atau sumber listrik lainnya.
Dan……lampu menyala lagi dengan sendirinya.
‘’ ini Ning..abang bawakan buku yang lembarannya masih kosong ‘’
      Aku terkejut saat melihat orang tersebut. Ternyata itu pacar sekaligus calon tunangannya Ningrum yang sedari tadi batang hidungnya tidak kelihatan.
‘’ Ya ilah ni orang malah bawa buku kosong yang harganya gak seberapa, gak malu apah sama acaranya yang megah gini, masa tunangan malah dibawain buku tulis kosong ?? rere seakan tidak setuju dengan apa yang dilakukan oleh calon tunangan Ningrum.
‘’kok buku tulis dengan lembaran kosong ??? buat apa ? Tanya Ningrum kepada Wira tunangannya.
‘’ iya…aku ga bisa kasih kamu apa-apa, aku ga bisa janjiin kamu apa-apa untuk hidup…aku Cuma punya ini..lembaran-lembaran kehidupan yang baru, yang belum ada sedikitpun goresan-goresan tinta hitam pekat yang entah baik atau buruk itu…aku mau kita isi berdua lembaran-lembaran baru di buku ini untuk menghabiskan sisa hidup kita berdua ‘’
‘’Ooooohhhh…wwaaaaaaah…romantisss banget kata-katanya’’
‘’ Iya parah ni cowok tunangannya sederhana tapi ngena ‘’
‘’Aih-aihhhh itu kata-kata melejit ke atas itu si Rere ‘’
‘’ Omaygaaaaaad…g tahan euy kata-kata na ‘’
       Berbagai komentar dan tanggapan positif bermunculan di kedua telingaku, telinga kanan dan kiri rasanya sesak sekali dengan suara-suara gemuruh kebahagiaan mereka berdua di depan sana. Sekelilingku rupanya ingin menjadi Ningrum yang diberikan kejutan amat sederhana tapi sungguh luar biasa ‘’ lembaran hidup baru ‘’
‘’ mmmmmm gimana tuh re…itu maksudnya dia bawa kertas kosong..’’ tanyaku pada rere
‘’iya ya lang…di luar dugaan banget…ampun dah gue hehehehehe ‘’
‘’ mmmmmm nyengir kuda kan luuu ahahahahah ‘’ tanggapku pada Rere
‘’ ah lu mah gak mungkin bisa se romantis itu bleh ‘’ rere coba menantangku
Bleh adalah panggilan akrabku di tongkronganku sehari-hari di kampus. Bleh artinya jableh, mungkin maksud mereka adalah karena bibir ku sedikit jebleh. Entahlah..tapi itulah yang ku rasakan.
‘’Wwwwwuuuuuhhhh…..prak prak prak prak ‘’ suara tepuk tangan kian memenuhi ruangan tersebut, rupanya para tamu undangan juga terlihat haru biru menyaksikan Ningrum dan............di depan sana.
‘’ ayok sini naik ke atas ‘’ ajak ayah Ningrum kepada pasangan tersebut
       Acaranya sangat dihiasi haru biru…para tamu undangan tidak segan-segan mengusapkan tisu dan sapu tangan mereka ke kedua belah mata mereka, rasanya air mata bahagia sudah tak bisa ditahan oleh kantung mata para tamu undangan.
Saat acara selesai aku dan rere mencari-cari Nanda, dimana dia…selama acara berlangsung tak terlihat dia punya batang hidung.
‘’ ah ya sudah kita duluan aja lang…paling si Nanda lagi sama Rina gebetannya itu ‘’ ajak Rere kepadaku
‘’ oh iya bener..yang gebetan tapi ga jadi-jadi itu yah …? Ahahaha…ah kau Nanda…Good luck yah ahahahha‘’ jawabku berbisik kepada Rere.tunan
Kami berdua berdiri di halte dekat rumah Ningrum berharap masih ada angkutan umum yang lewat mengingat sekarang sudah pukul 22.30, kami baru pulang pukul segitu karena tadi terlelap dengan pesta yang membahagiakan dan menyenangkan.
       10 menit, 15 menit, 20 menit berlalu tapi tak juga ada angkutan umum yang lewat. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke rumah Ningrum dan bertanya apakah di sekitar sini ada tukang ojek atau kendaraan umum yang masih beroperasi.
Syukurlah ternyata masih ada, kata Ningrum kalau sudah jam segini kendaraan umum tidak lewat halte karena sudah sepi di sana tetapi lewat pertigaan yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah Ningrum.
‘’ eh daripada nunggu angkutan umum yang gak pasti ada, mendingan sama mas Agra saja, kebetulan ia belum pulang tuh masih ngobrol sama ayah di ruang tamu.
‘’ fiuuuh …alhamdulillaaaaaah …’’ aku menarik napas panjang dan menghembuskannya se lega-leganya.

*To be continued....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar