Minggu, 02 September 2018

Resume Buku Manajemen Pendidikan dan Pelatihan Karya Dr. H. Hasan Basri, M.Ag & Dr. H. A. Rusdiana


BAB 1
Kerangka Dasar Pengembangan Sumber Daya Manusia : Melalui Pendidikan dan Pelatihan

A.    Konsep Pengembangan Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan elemen penting dalam organisasi melebihi modal, teknologi,dan uang. Hal ini karena modal, teknologi, dan uang dikendalikan oleh manusia. Mengkaji sumber daya manusia tidak lepas dari proses manajemen seperti : strategi perencanaan, pengembangan manajemen, dan pengembangan organisasi.
Pada prinsipnya, potensi manusia menyangkut dua aspek, yaitu aspek kuantitas dan kualitas. Aspek kualitas hanya dapat dicapai dengan adanya pengembangan (pendidikan) sumber daya manusia, karena merupakan suatu faktor yang mempengaruhi kehidupan.
Potensi manusia perlu dikembangkan melalui proses pembangunan sumber daya manusia dalam rangka terwujudnya manusia yang berkualitas dan pembangunan Negara Indonesia. Sasaran yang dibangun adalah daya (usaha) yang bersumber dari manusia, dan manusia yang menghasilkan daya pun harus dibangun dan dikembangkan.

1.      Pengertian Pengembangan Sumber Daya Manusia
Menurut Harrish dan Desimone (1992:2), bahwa pengembangan sumber daya manusia mendefinisikan sebagai seperangkat aktivitas yang sistematis dan terencana yang dirancang dalam memfasilitasi perorangan dengan kecakapan yang dibutuhkan dalam tuntutan pekerjaan pada saat ini maupun masa yang akan datang. Sedangkan menurut S.P Hasibuan (2000), bahwa pengembangan merupakan peningkatan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral seseorang sesuai dengan kebutuhan pekerjaan melalui pendidikan dan latihan.
Berdasarkan ahli di atas dapat kita simpulkan bahwa pengembangan sumber daya manusia merupakan upaya dalam memberikan pendidikan dan pelatihan bagi seorang demi meningkatkan kemampuan dalam bidang pekerjaannya untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi (tempat bekerja). Upaya berupa aktivitas yang dilakukan bukan hanya sekedar dalam aspek pendidikan dan pelatihan, tetapi juga dalam aspek karier dan pengembangan berupa pengetahuan, kemampuan, serta sikap dalam mencapai tujuan organisasi.

2.      Pentingnya Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi merupakan suatu kebutuhan dikarenakan tuntutan dinamika lingkungan, perkembangan teknologi, atau perkembangan bisnis yang terus berjalan. Pengembangan seseorang dalam organisasi merupakan suatu keharusan dalam menjalani tuntutan pekerjaan, akibat kemajuan teknologi dan ketatnya persaingan antar organisasi (Hasibuan, 1994: 75).
Pengembangan SDM tidak lepas dari pengembangan organisasi secara keseluruhan, proses pengembangan SDM dimulai dengan perencanaan strategi organisasi berkenaan dengan jumlah sumber daya manusia dan jenis tenaga kerja yang dibutuhkan pada masa yang akan datang. Penggunaan analisis dalam perencanaan strategi pengembangan SDM dilakukan untuk mencapai kompetensi SDM yang dibutuhkan pada saat ini maupun di masa yang akan datang, analisis kebutuhan pengembangan SDM menurut Anwar Prabu, (2000: 46) antara lain :
a.       Analisis Organisasi
Analisis yang bertujuan untuk pengembangan bagian dari organisasi, penggunaan strategi pengembangan yang dilakukan melalui survei mengenai sikap perorangan dalam kepuasan kerja, persepsi perorangan, dan sikap perorangan terhadap administrasi.
b.      Analisis Tugas
Analisis yang bertujuan untuk mengetahui kompetensi yang dibutuhkan peserta pengembangan SDM dalam melaksanakan tugas secara efektif sebagai program pelatihan yang akan dilaksanan.
c.       Analisis Orang
Analisis yang bertujuan untuk mengetahui perorangan yang harus dikembangkan melalui penilaian kinerja sebagai faktor penentu dalam pengembangan SDM dalam organisasi. Analisis ini difokuskan kebutuhan pelatihan bagi perorangan, dan dapat dilakukan secara individu maupun kelompok.

3.      Tujuan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pengembangan ditujukan untuk memperbaiki efektivitas kerja dengan cara memperbaiki pengetahuan, keterampilan, dan sikap individu terhadap tugas-tugasnya. Menurut Sedarmayanti (1997: 157) bahwa tujuan pengembang dan latihan pada dasarnya memperoleh tiga hal, yaitu menambah pengetahuan, keterampilan, dan mengubah sikap.
Penjelasan di atas menyatakan bahwa dengan dilaksanakan pengembangan SDM dapat memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap terhadap tugas-tugasnya (bertanggung jawab terhadap organisasi) dalam rangka mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efiesen, serta peningkatan mutu pendidikan dalam jangka panjang.

4.      Manfaat Pengembangan Sumber Daya Manusia
Menurut Castetter dalam buku Danim (2002: 35), mengemukakan bahwa manfaat pengembangan perorangan, diantaranya adalah :
a.       Peningkatan performansi personel sesuai dengan kedudukan,
b.      Pengembangan keterampilan personel untuk mengantisipasi tugas baru yang bersifat reformasi, dan
c.       Memotivasi pertumbuhan diri personel untuk menciptakan kepuasan kerja secara individual.
Hal senada diungkapkan oleh Manullang (1973: 15) bahwa manfaat pengembangan personel dapat dilihat dari dua segi, yaitu
1.      Segi personel yang dikembangkan seperti meningkatnya kemampuan personel, mampu mengambil keputusan yang lebih baik, timbulnya motivasi dalam mengembangan diri, dan meningkatnya kepuasan kerja, dan
2.      Segi organisasi seperti meningkatnya produktivitas personel, mengurangi biaya pengeluaran, dan turn over (tidak memperbaiki kinerja) personel.

B.     Landasan dan Dasar Pengembangan Sumber Daya Manusia

1.      Landasan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pengembangan sumber daya manusia merupakan pengembangan perorangan dalam organisasi dalam rangka memajukan organisasi. Proses pengembangan dalam konteks ini dilakukan secara berlanjut sesuai dengan perkembangan masa dan teknologi. Maka dari itu pimpinan dapat mengambil kebijakan dalam program pelatihan dan pengembangan yang berkelanjutan dan sesuai dengan kebutuhan masa.

2.      Dasar Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pengembangan SDM yang dilaksanakan menurut Prasetya (2002) didasarkan pada kesepakatan pemahaman sebagai berikut :
a.       Pengembangan SDM dapat dilakukan melalui jalur diklat seperti mengikuti kegiatan seminar, lokakarya, dll. Sedangkan jalur non diklat seperti promosi jabatan, pemberian bonus, teguran dan hukuman.
b.      Pengembangan SDM merupakan suatu proses yang tidak dengan cepat dirasakan hasilnya, namun membutuhkan waktu dan mampu dirasakan oleh personel dalam organisasi hasilnya.
c.       Pengembangan SDM merupakan Investasi jangka panjang yang dapat dirasakan dari waktu ke waktu, pengeluaran dalam proses tidak diartikan sebagai pengeluaran yang sia-sia.

C.     Jenis dan Jalur Pengembangan Sumber Daya Manusia

a.      Jenis Pengembangan Sumber Daya Manusia
Menurut Hasibuan (2003: 72-73), bahwa jenis Pengembangan sumber daya manusia terbagi atas dua macam, yaitu :
1.      Pengembangan Informal, yaitu personel yang memiliki keinginan dan usaha sendiri dalam melatih dan mengembangkan dirinya dengan mempelajari buku literatur sesuai dengan pekerjaannya, ataupun mengikuti kegiatan informal misalkan kegiatan seminar, lokakarya, dll.
2.      Pengembangan Formal, yaitu personel ditugaskan oleh organisasi untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan organisasi maupun lembaga pendidikan dan pelatihan.

b.      Jalur Pengembangan Sumber Daya Manusia
Berdasarkan pendapat Danim (2002), bahwa jalur Pengembangan SDM dapat dilaksanakan dalam dua jalur, yaitu :
1.      Pendidikan Prajabatan (Preservice Education)
Menurut UU No. 8 tahun 1974 pasal 31 tentang pokok-pokok kepegawaian adalah suatu pendidikan atau latihan yang diberikan kepada calon Pegawai Negeri Sipil (PNS), dengan tujuan agar terampil melaksanakan tugas yang akan dipercayakannya.
Kegiatan pendidikan prajabatan merupakan istilah yang lazim digunakan lembaga pendidikan dalam menyiapkan calon tenaga kerja yang hendak meniti karier dalam bidang pendidikan.
2.      Pendidikan dalam Jabatan (Inservice Education)
Pendidikan dalam jabatan merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh petugas pendidikan untuk meningkatkan mutu kerja yaitu kemampuan profesional dalam menjalankan tugas. Pendidikan dalam jabatan sering disebut juga pendidikan, pelatihan, dan pengembangan. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap perorangan dalam menjalankan tugas.



BAB 2
Manajemen Sistem Pendidikan dan Pelatihan

A.    Konsep Dasar Manajemen Sistem Kepelatihan

1.      Esensi Manajemen dalam Sistem Pelatihan
Pelatihan adalah sebuah sistem yang di dalamnya terdapat komponen antara satu sama lain saling berinteraksi dalam mencapai tujuan kegiatan pelatihan dengan melibatkan sejumlah unsur pendukung yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan pelatihan secara optimal.
Kegiatan pelatihan harus dikelola dengan baik mulai dari adanya kegiatan, identifikasi kebutuhan, pembuatan program, pengorganisasian pelaksanaan, dan evaluasi pelatihan secara sistematis.

2.      Batasan Sistem Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan adalah upaya untuk pengembangan sumber daya manusia, terutama untuk pengembangan aspek kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Berikut ini perbedaan istilah pendidikan dan pelatihan dapat dilihat di bawah ini :
Tabel Perbedaan Istilah Pendidikan dan Pelatihan
No.
Aspek
Pendidikan
Pelatihan
1
Pengembangan kemampuan
Menyeluruh (over all)
Mengkhusus (specific)
2
Area kemampuan (penekanan)
Kognitif, afektif, dan psikomotor
Psikomotor
3
Jangka waktu
Panjang (long term)
Pendek (short term)
4
Materi
Lebih umum
Lebih khusus

Pendidikan memiliki ruang lingkup yang lebih luas, berlangsung sepanjang hayat, menggunakan metode konvensional, dan akhir dari kegiatan pendidikan untuk mendapatkan gelar. Sedangkan pelatihan memiliki ruang lingkup yang lebih terbatas sesuai dengan tuntutan kebutuhan pada saat ini (sesuai dengan waktu).

3.      Program Pendidikan dan Pelatihan
Menurut Mangkuprawira (2003) dalam buku Michael R. Carrel dan Robert D. Hatfield bahwa program pelatihan dibagi menjadi dua, yaitu :
a.       Program pelatihan umum dan spesifik, merupakan pelatihan yang mendorong karyawan untuk memperoleh keterampilan sesuai dengan jenis pekerjaan.
b.      Pendidikan karyawan, merupakan syarat kualifikasi pelatihan umum berupa keahlian dasar meliputi kemampuan membaca dan menulis serta memimpin rapat.
Selain kedua program pelatihan di atas terdapat pula pelatihan khusus yang mendorong karyawan memperoleh informasi dan keterampilan yang sudah sesuai dengan bidang pekerjaannya, misalkan penyusunan anggaran keuangan organisasi maka pelatihan yang harus dilaksanakan adalah pelatihan penyusunan anggaran keuangan dalam pekerjaan.

B.     Prinsip-prinsip dan Sistem Pendidikan dan Pelatihan

1.      Prinsip Umum
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan pada saat ini merupakan suatu keharusan yang dilakukan oleh organisasi sebagai investasi jangka panjang dalam perkembangan teknologi dan tantangan masa yang akan datang. Pendidikan dan pelatihan yang terencana secara teratur akan meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja dan mengarahkan pada peningkatan produktivitas kerja.
 Terdapat beberapa prinsip dalam pendidikan dan pelatihan di antaranya adalah diklat sebagai penyempurna, diklat sebagai pelayanan kemajuan IPTEK, diklat sebagai wahana promosi, diklat sebagai pemenuh aspirasi masyarakat, diklat sebagai pemasuk ide inovatif, diklat sebagai pengembang keterampilan, diklat sebagai perantara pendidikan seumur hidup, dan diklat sebagai pembentuk etos kerja bermutu.

2.      Prinsip Khusus
Pengetahuan, pemahaman, sikap, dan keterampilan atas sesuatu diperoleh melalui proses belajar. Proses belajar dapat dilakukan dengan sengaja dan tanpa rencana, belajar diperlihatkan melalui perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman melalui interaksi dengan lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup.
Keberhasilan pembelajaran menurut Sudjana (1983: 29) bahwa dipengaruhi oleh trikondisi  pendidikan, yaitu konsisten (pendidikan harus sesuai dalam pengembangan potensi), konvergensi (pendidikan berlandaskan kebenaran), dan Kontinuitas (pendidikan harus ditempuh dan berkelanjutan).

3.      Sistem Pelatihan
Pelatihan berbasis kompetensi diperlukan karena secara konvensional pelatihan ini hanya menghasilkan peserta pelatihan yang memiliki pengetahuan tentang hal yang akan dilakukan, peserta pelatihan tidak hanya mengetahui secara namun juga dituntut dapat menuangkan pengetahuannya dalam bidang pekerjaan.
Pelatihan berbabasis kompetensi untuk karyawan difokuskan pada kinerja aktual, khususnya kinerja organisasi. Sistem ini berorientasi sesuai dengan standar yang dilakukan industri dalam kinerja unggul yang dikaitkan dengan keterampilan lunak dan kompetensi lunak.
Model pelatihan tradisional, setiap peserta akan mengikuti pelatihan yang sudah dirancang, kemudian agar kinerja pembelajaran dapat diketahui, peserta melakukan pre dan post test, kemudian selesai pelatihan para peserta mendapatkan sertifikat atau piagam.

C.    Komponen Program Pelaksanaan Diklat
Sebagai penunjang diselenggarakannya program diklat komponen di bawah  ini antara lain:
1.      Tujuan (penyusunan perencanaan yang disesuaikan dengan tujuan akhir diklat),
2.      Materi (keseluruhan topik yang dibahas dalam diklat harus dikaitkan tujuan),
3.      Metode (cara penyampaian materi agar tersampaikan kepada peserta diklat),
4.      Media (alat penunjang untuk mencapaikan materi kepada peserta diklat),
5.      Instruktur (penyaji materi dalam program diklat), dan
6.      Evaluasi (penentuan nilai maupun manfaat kegiatan program diklat).



BAB 3
Rancangan dan Pengembangan Program Pendidikan dan Pelatihan

A.    Konsep Perancangan Program Pelatihan

1.      Pengertian Perencanaan Program
Perencanaan yaitu fungsi manajemen yang berhubungan dengan pemilihan dari sekumpulan kegiatan dan pemutusan tujuan, kebijaksanaan serta menjawab berbagai pertanyaan guna menunjang pelaksanaan program yang dilakukan. Kebutuhan akan perencanaan semakin hari semakin meningkat, dan peningkatan tersebut memiliki akibat potensial terbesar terhadap sukses dan gagalnya suatu program kegiatan.

2.      Prinsip-Prinsip Perencanaan Diklat
Menurut Soebagio Atmodiwirio (2002:56), ada tiga unsur penting dalam setiap rancang bangun diklat yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan kegiatan diklat bagi setiap individu, yaitu :
a.    Tujuan (apa yang harus dicapai)
b.   Metode (cara mencapai tujuan)
c.    Format (dalam keadaan bagaimana penentuan rancang bangun yang ingin dicapai)
Prinsip-prinsip perencanaan pelatihan menggambarkan banyaknya aktivitas perancanaan agar menghasilkan rancangan desain pelatihan yang utuh, menggambarkan keseluruhan proses, strategi, fasilitas dan berbagai langkah yang harus dilaksanakanoleh semua sumber daya pelatihan.

3.      Komponen Perencanaan Diklat
Menurut Veithzal Rivai (1992: 233-234) kebutuhan diklat dapat digolongkan menjadi (a) kebutuhan memenuhi kebutuhan sekarang, (b) memenuhi kebutuhan tuntutan jabatan lainnya, dan (c) untuk memenuhi tuntutan perubahan.

a.      Identifikasi Kebutuhan
Identifikasi kebutuhan dapat dikatakan sebagai proses menganalisis sumber yang menimbulkan dorongan untuk mengadakan diklat.
Proses pengidentifikasian kebutuhan penting karena dengan adanya proses ini akan diperoleh data dan informasi yang dijadikan dasar atau pedoman bagi penentuan tujuan penyengelaraan program-program pelaihan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.

b.      Analisis Kebutuhan
Menurut Soebagio Atmodiwirio (2002: 88), “Anaisis kebutuhan adalah tonggak dari suatu pendidikan dan pelatihan, menyiapkan informasi dengan justifikasi yang cocok atau tidak untuk pengembang pembelajaran.”
Proses identifikasi kebutuhan mutlak dilakukan agar penyelenggaraan program diklat berjalan dengan efektif sehingga mampu menjawab persoalan tugas-tugas organisasi.

c.       Tujuan Analisis Kebutuhan
Proses menganalisis kebutuhan tentunya memiliki tujuan-tujuan yang akan mempermudah dalam merencanakan sebuah program diklat.
Proses analisis kebutuhan sangat dibutuhkan agar penentuan komponen-komponennya tidak sia-sia karena sudah direncanakan dengan matang sebelumnya.
Menurut Soebagio Atmodiwirio (2002: 88), langkah-langkah dalam proses analisis kebutuhan, diantaranya:
1.      mengidentifikasi dan menggambarkan kesenjangan pelaksanaan kerja;
2.      menentukan sebab-sebab kesenjangan;
3.      mengidentifikasi kesenjangan pelaksanaan kerja yang didasarkan pada kurangnya pengetahuan dan keterampilan;
4.      menentukan bahwa diklat adalah solusi yang mungkin;
5.      merekomendasikan solusi;
6.      menggambarkan tentang peran atau pelaksanaan tugas.

d.      Pendekatan dalam Identifikasi Kebutuhan
Salah satu upaya untumencapai program pendidikan dan pelatihan yang baik dan tepat sasaran adalah dengan melakukan pendekatan yang tepat terhadap analisis kebutuhan.
Menurut Suryana Soemanrti (2001 :12), pendekatan dalam penentuan kebutuhan pelatihan atau diklat ada tingkat organisasi, jabatan/tugas/pekerjaan, dan individu dapat dilaksanakan melalui tiga kagiatan analisis berikut.
1.      Analisis Organisasi
Analisis organisasi merupakan pemerksaaan terhadap jenis-jenis pemasalahan yang dialami oleh organisasi dan menyediakan informasi dalam penyusun profil sebuah organisasi sehingga diketahui keadaan sebenarnya dari suatu organisasi.
2.      Analisis Tugas/Jabatan
Analisis tugas/jabatan adalah informasi tertulis mengenai perkerjaan apa saja yang harus dikerjakan dalam suatu perusahaan untuk mencapai tujuan.
3.      Analisis Individu
Analisis individu adalah analisis kebutuhan yang dilaksanakan untuk menjawab pertanyaan tentang siapa yang memerlukan pelatihan dan jenis pelatihan apa yang diperlukan.

B.     Model, Pendekatan, dan Kriteria Rancang Bangun Diklat

1.      Model Pusdiklat Depdiknas
Beberapa model rancang bangun akan dapat memudahkan dalam penerapan ataupun pelaksanaan suatu latihan, antara lain:
a.      Model Pusdiklat Depdiknas



















Text Box: Analisis Kebutuhan









Text Box: Evaluasi








Text Box: Pelaksanaan
Text Box: Penyusunan Bahan




 













b.      Model ELC

















Text Box: Analisis Kebutuhan










Text Box: Evaluasi dan Bimbingan Lanjutan
Text Box: Penyusunan Kurikulum dan Latihan










Text Box: Pelaksanaan Latihan


 










Model ini pada dasarnya adalah metode berlatih secara induktif, yyaiu membangun konsep dari pengalaman empiris untuk mengembangkan teori dan prinsip-prinsip dari pengalaman.

2.      Pendekatan dalam Perencanaan Program Diklat
a.       Pendekatan dilakukan agar gagasan perencanaan mengenai program diklat dalam pola kegiatan yang dapat dilaksanakan dengan baik.
b.      Untuk merancang bangun diklat perlu ditetapkan pendekatan yang akan digunakan. Dengan demikian, perusahaan akan lebih efektif dan efisien dalam menciptakan  kegiatan diklat secara berurutan.
Soebagio Atmodirwio (2002: 63), menjelasan tentang beberapa pedekatan dalam merancanakan sebuah program diklat, yaitu pendekatan siklus dan pendekatan sistem.
a.      Pendekatan Siklus
Pendekatan ini tidak berbeda dengan pendekatan lainnya, tetapi titik berat pendekatan ini adalah pada sikus yang teratur dari setiap kegiatan.
Siklus ini berjalan berdasarkan kepentingan utama kegiatan, setiap tahap kegiatan harus berjalan secara siklus.

b.      Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem dilihat dari sudut pembelajaran adalah cara yang sistematis untuk mengidentifikasi mengembangkan, dan mengevaluasi sekumpulan bahan dan strategi, bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan yang khusus (Paul Twekker, Floyd. D Urbal and James A. Buch, 1972).
Pendekatan sistem berupaya mengungkapkan perlunya pemahaman tentang perilaku sistem yang merupakan subsistem dan saling berkaitan sau sama lain.

C.    Sistem Rancang Bangun dan Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan
1.      Rancangan Bahan Diklat
Dalam Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negera Nomor 3 tahun 2010 disebutkan bahwa ragam bahan diklat sangat beragam, yaitu :
1)      Rancangan Bangunan Pembelajaran Mata Diklat (RBPMB) dan Rencana Pembelajaran (RP),
2)      Modul,
3)      Bahan Ajar,
4)      Bahan Tayang, dan
5)      Soal Ujian.

2.      Rancangan Bangun Pembelajaran Mata Diklat (RBPMD) dan Rencana Pembelajaran (RP)
a.      Rancangan Bangun Pembelajaran Mata Diklat dan Rencana Pembelajaran
Menurut Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 3 tahun 2010, bahwa RBPMD adalah pokok pembeajaran dari mata diklat yang disusun secara sistematis dan mencakup deskripsi singkat mata diklat, tujuan pembelajaran, bahan, serta tahapan kegiatan pembelajaran.
RP adalah rincian satu set pembelajaran untuk lingkup satu atau beberapa kali pertemuan yang disusun secara sistematis dan mencakup deskripsi singkat mata diklat, tujuan pembelajaran, materi pokok, metode  dan media, sumber bahan, serta tahapan kegiatan pembelajaran.
b.      Bahan Ajar
 Menurut Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negera Nomor 3 tahun 2010, bahwa bahan ajar adalah materi pelengkap modul berbentuk tulisan yang dibagikan kepada peserta dan digunakan oleh widyaiswara dalam proses pembelajaran guna mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
3.      Pengembangan Desain Pembelajaran Berbagai Model
Desain pembelajaran merupakan proses keseluruhan tentang kebutuhan dan tujuan belajar serta sistem penyampaiannya. Menurut Suparman, Atwi (2010), bahwa terdapat beberapa model desain pembelajaran yang menggunakan pendekatan antara lain : model ADDIE, model ASSURE, model Dick and Carey, model PPSI, model AT dan T, model Degeng, model Pengembangan Instruksional (MPI), model Gerlach dan Ely, model Kemp, model ISD, dan sebagainya.
4.      Sistem Evaluasi Program Pendidikan dan Pelatihan
a.      Pengertian Evaluasi
Evaluasi adalah proses pengumpulan data yang sistematis untuk mengukur efektivitas program diklat (The Trainer’s Library, 988). Suatu kegiatan evaluasi diharapkan dapat mengukur keberhasilan dari tujuan diklat yang telah ditetapkan dapat tercapai.

b.      Tujuan dan Manfaat Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan
1)      Tujuan Evaluasi Diklat
Menurut Suharsimi Arikunto (1986: 11), menyatakan bahwa evaluasi atau penilaian dimaksudkan untuk mengetahui ketercapaian suatu program berhasil diterapkan.

2)      Manfaat Evaluasi Diklat
Menurut Soebagio Atmodiwirio (2002: 270), menyatakan bahwa manfaat evaluasi pendidikan dan pelatihan antara lain : (a) memperoleh informasi tentang kualitas dan kuantitas, (b) pelaksanaannya program pendidikan dan pelatihan, (c) mengetahui relevansi program pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan instansi yang bersangkutan, dan (d) membuka kemungkinan yang memperbaiki dan menyesuaikan program pendidikan dan pelatihan dengan perkembangan keadaan.

D.    Tahapan Penyusunan Perencanaan Diklat
Don Clark dala Archive (2007), menegaskan tahap rancang bangun merupakan lanjutan dari tahap analisis yang terdiri atas lima langkah yaitu
1.      Menentukan Perilaku Awal Peserta Diklat (Entry Behavior)
Perilaku awal peserta didik (entry behavior) adalah sejumlah kemampuan (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) yang telah dimiliki pada saat akan mengikuti program pembelajaran.
Perancangan pembelajaran bisa memanfaatkan dari hasil penggalian informasi perilaku peserta diklat sesuai dengan fokus program pembelajaran yang akan dirancang.

2.      Menentukan Tujuan Pelatihan (Objectives)
Aspek perilaku awal peserta diklat lebih pada unjuk kerja (performance) yang ditampilkan, aspek karakteristik peserta diklat lebih menekankan pada minat, motivasi, kebiasaan, riwayat kesehatan, kesenangan, lingkungan sosial budaya, bahasa, dan faktor lainnya (internal dan eksternal).

3.      Merumuskan Langkah Kegiatan Pelatihan
Setelah jelas tujuan dari pelatihan, langkah berikutnya adalah penyusunan langkah kegiatan yang akan dilakukan selama pelatihan berlangsung agar mengantarkan peserta mencapai tujuan pelatihan. Menurut Soebagio Atmodiwirio (2002: 232-242), tahap pelaksanaan dapat dibagi dalam tiga langkah yaitu (a) pembukaan, (b) pelaksanaan, dan (c) penutupan dan pelaporan.
4.      Pemilihan Dan Penentuan Alat Evaluasi Diklat
Evaluasi diklat dimulai dari pernyataan tujuan diklat yang jelas, tujuan yang jelas tidak akan membingungkan apabila dibuat sasaran diklat yang lebih spesifik. Evaluasi berfungsi untuk mengetahui derajat efektivitas program, validitas luar dalam instrument pengukuran, dan efektivitas instruksional.

5.      Penentuan Struktur dan Urutan Materi Diklat
Langkah terakhir adalah menentukan struktur dan urutan materi yang harus diberikan pada peserta, antara lain:
a.      Merumuskan Materi Diklat
Materi diklat adalah keseluruhan topik yang dibahas dalam diklat yang akan berlangsung, menurut R. Ibrahim dan Nana Syaodih (1991: 69), menyatakan bahwa: (a) materi yang dibahas harus berkaitan dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, dan (b) rumusan materi harus tersusun sesuai struktur materi yang terintegrasi memenuhi kebutuhan peserta (pengetahuan, sikap kerja, dan keterampilan).

b.      Penentuan Metode Diklat
Program pembelajaran dalam diklat mencapai tujuan yang ditetapkan, maka penyampaian materi harus menggunakan metode, metode pelatihan adalah teknik komunikasi yang digunakan oleh tenaga pelatih dalam menyajikan dan melaksanakan proses pembelajaran pada program pelatihan.

c.       Pemilihan Media Diklat
Media dalam program diklat dapat dikatakan sebagai pelengkap dalam penggunaan metode pembelajaran (Penunjang proses pembelajaran). Peran media pada program diklat adalah meningkatkan, mendukung, mengarahkan perhatian pada peserta tentang keterampilan dan pengetahuan terhadap materi yang sedang disajikan.

























BAB 4
Mekanisme proses pelayanan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
            Pendidikan dan pelatiha diselenggarakan oleh lembaga diklat secara professional untuk menjawab kebutuhan kompetisi aparatur yang berguna dalam rangka meningkatkan kinerja individu dan organisasi.
A.    Konsep Kinerja Pelayanan Pendidikan dan Pelatihan
1.      Pengertian kinerja.
Kinerja atau performance lembaga / pelayanan diklat adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh karyawan. Ada hubungan erat antara kinerja individu dengan kinerja organisasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kinerja pegawai yang baik ditunjukkan dengan keahlian yang tinggi dan kesediaan pegawai untuk bekerja sesuai gaji atau upah yang terdapat dengan perjanjian serta mempunyai harapan dan masa depan yang lebih baik.
2.      Tujuan dan Sasaran Layanan Diklat.
Tujuan diklat menutu Peraturan pemerintah No. 14 Tahun 1994 adalah untuk :
a.       Meningkatkan kesetiaan dan ketaatan PNS kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah RI.
b.      Menanamkan kesamaan pada pola piker yang dinamis dan bernalar.
c.       Memantapkan semangat pengabdian.
3.      Faktor-faktor Pendukung Pelayanan Pendidikan dan Pelatihan.
a.       Perumusan tujuan dan pembelajaran.
b.      Peserta diklat.
c.       Fasilitas pembelajaran.
B.     Upaya Peningkatan Pelayanan Diklat
1.      Unsur Aparatur Penyelenggara Diklat.
Widyaiswara sebagai pengajar harus memerhatikan prinsip pengajaran, antara lain :
a.       Memerhatikan hubungan antara minat dan nilai yang dimilki oleh peserta didik.
b.      Dapat mendemonstrasikan model tingkah laku baru yang dapat disaksikan dan ditiru oleh peserta didik.
c.       Menerapkan komunikasi terbuka.

Widyaiswara merupakankelompok fungsional yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembentukan sikap mental dan kualitas inteklektualitas sasaran didik.
1.      Tugas widyaiswara adalah memfasilitasi sasaran didik dalam meningkatakan pengetahuan dan keterampilanya.
2.      Kualitas widyaiswara sangat memengaruhi kualitas sasaran didik.
3.      Kepribadian yang dimiliki widyaiswara harus mencerminkan kesederhanaan, tetapi menjunjung tinggi disiplin dan sportivitas.
4.      Kompetensi kerjanya, widyaiswara harus memiliki kemampuan minimal setara dengan jenjang jabatanya.
5.      Kondisi kualitas widyaiswara yang ada juga akan menentukan mutu hasil pekerjaan dalam hal program diklat.
2.      Hubungan penyelenggara (Officer) dan widyaiswara (Trainers)
a.       Penyelenggara diklat berperan mengatur seluruh pengelolaan proses latihan mulai dari persiapan sampai pelaporan.
b.      Penyelenggara diklat juga mengatur kesiapan kesekretariatan, akomodasi dan konsumsi peserta diklat.
3.      Upaya Peningkatan Mutu Diklat.
Peningkatan mutu penyelenggaraan diklat dilakukan melalui pengembangan profesionalisme widyaiswara dan staf penyelenggara diklat, disertai dengan penciptaan sistem kerja yang menjamin kebersamaan dan keteraturan kerja.Untuk mewujudkan widyaiswara dan staf yang professional, dapat ditempuh dengan berbagai upaya seperti meningkatkan frekuensi pelatihan, baik berupa  Trainning of trainers dan pelathian lain yang diselenggarakan oleh lembaga lain.
Perlu disadari bahwa setiap widyaiswara karena bergerak di bidang pendidikan dan pelatihan harus berjiwa mendidik.
C.     Prosedur dan Manajemen Pelatihan.
Sebagai suatu proses, menurut Davies (1976), istilah manajemen atau pengelolaan pelatihan berkaitan dengan trisula aktivitas, yakni, perencanaan pelaksanaan, dan evaluasi. Daur manajemen pelatihan merupakan “Pendekatan Pelatihan Sistematis”. Langkah prosedur pengelolaan pelatihan secara hierarkis dapat diuraikan sebagai berikut:
a.       Identifikasi dan Analisis Kebutuhan Pelatihan.
Sebagai langkah awal “mengelola program pelatihan” adalah penjagaan dan analisis kebutuhan pelatihan, baik kebutuhan pelatihan yang bersifat kelembagaan, kesatuan unit dalam lembaga, maupun kebutuhan pelatihan yang bersifat individu.
b.      Menguji dan Analisis jabatan dan tugas
Secara umum menurut Davies (1976), analisis jabatan dan analisis tugas dapat dilakukan dengan langkah-langkah :
a.       Menganalisis uraian tugas.
b.      Menganalisis spefikiasi tugas.
Adapun faktor-faktor yang perlu dipersiapkan adalah :
1.      Pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
2.      Metode.
3.      Organisasi/prosedur.

c.       Klasifikasi dan menentukan dan peserta pelatihan.
Banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan peserta. Semakin heterogen/beragam semakin tajam pula sudut pandang yang timbul karena adanya berbagai “posisi” dalam melihat dan mempertimbangkan sesuatu.
d.      Merumuskan tujuan pelatihan
Pada dasarnya tujuan pelatihan menurut Benjamin Bloom, et al. (1971), dapat dibedakan dalam tiga kategori pokok domain berikut.
1.      Cognitive domain, yaitu tujuan pelatihan yang berkaitan dengan mengingkatan pengetahuan peserta.
2.      Affective domain, yaitu tujuan pelatihan yang berkaitan dengan sikap dan tingkah laku.
3.      Psychomototic domain, yaitu tujuan pelatihan yang beraitan dengan keterampilan peserta diklat.
e.       Evaluasi program pelatihan.
Evaluasi pelatihan dilakukan dengan tujuan:
1.      Menemukan bagian-bagian dari sesuatu
2.      Member kesempatan pada peserta untuk menyumbangkan pemikiran dan saran.
3.      Mengetahui dampak kegiatan pelatihan.
D.    Implementasi Pengembangan Program Pelatihan.
Impelementasi program pelatihan dan pengembangan berfungsi sebagai proses transformasi. Para tenaga kerja yang tidak terlatih diubah menjadi karyawan yang berkemampuan dan berkualitas dalam bekerja sehingga dapat diberikan tanggung jawab lebih besar. Langkah-langkah umum yang digunakan dalam pengembangan program pelatihan, seperti dikemukakan oleh William, B Werther (1989:287) yang pada prinsipnya meliputi hal-hal berikut.
a.       Penilaian Kebutuhan (Need Assesment)
b.      Pelaksanaan Program.
c.       Evaluasi Penilaian Program

BAB 5
Metode Pembelajaran dalam Pendidikan Pelatihan
Pelatihan merupakan bentuk pembelajaran yang bermuara pada perubahan sehingga seorang pelatih bertanggungjawab terhadap terjadinya perubahan sikap dan perilaku orang-orang yang dilatih. Karena sikap manusia dan prosesnya yang dinamis, pelatih harus terlibat di dalamnya sebagai orang dan sebagai pribadi, bukan teknisi yang bersifat mekanistis.
A.    Konsep Metode Pendidikan dan Pelatihan.
Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methods yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan methode sebagai cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.
Metode pendidikan pelatihan adalah metode pembelajaran dalam pendidikan dan pelatihan dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disususn dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
B.     Metode Pelatihan.
Menurut Cherrington (1995:358), metode dalam pelatihan dibagi dua, yaitu on the job training dan off the job training. On the job training lebih banyak digunakan dibandingkan off the job training. Hal ini disebabkan karena on the job training lebih focus pada peningkatan produktivitas secara cepat.
1.      Model On the Job Trainning.
Pelatihan diberikan pada saat karyawan bekerja. Sambil bekerja seperti biasa, karyawan memperoleh pelatihan sehingga dapat memperoleh umpan balik secara langsung dari pelatihanya (Handoko, Dessler, 2009:285)

a.       Bentuk pelatihan On the job training
1.      Job instruction training
Job instruction training merupakan bentuk pelatihan yang memerlukan analisis kinerja pekerjaan secara teliti.
2.      Apprenticeship
Apprenticeship merupakan bentuk pelatihan yang mengarah pada proses penerimaan karyawan baru yang bekerja bersama dan di bawah bimbingan praktisi yang ahli untuk beberapa waktu tertentu.
3.      Internship dan assistantships
Internship dan assistantships merupakan bentuk pelatihan yang hampir sama dengan pelatihan apprenliceship. Hanya, pelatihan ini mengarah pada kekosongan pekerjaan yang menuntut pendidikan formal yang lebih tinggi.
4.      Job Rotation dan Transfer.
Job Rotation dan Transfer adalah proses belajar untuk mengisi kekosongan dalam manajemen dan teknikal.
5.      Junior Boards dan Committee Assingments
Junior Boards dan Committee Assingments merupakan alternative pelatihan dengan memindahkan peserta pelatihan dalam komite.
6.      Couching dan counseling
Couching dan counseling merupakan bentuk pelatihan yang dilakukan di luar waktu kerja, dan berlangsing di lokasi yang jauh dari tempat kerja, agar perhatian peserta lebih terfokus.
2.      Model Off the Job.
Model ini merupakan pelatihan yang dilakukan di luar waktu kerja, dan berlangsung di lokasi yang jauh dari tempat kerja, agar perhatian peserta lebih terfokus.
C.     Strategi Metode Pembelajaran Diklat.
Metode penyampaian pelatihan bergantung pada tujuan yang diinginkan. Menurut Karen Lawson (1977), secara ringkas strategi pelatihan terdiri atas menambah pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan menumbuhkan sikap (perilaku).
BAB 6
Media Pembelajaran dalam Pendidikan Pelatihan
Media pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang mempunyai peran penting dalam proses pendidikan. pada kenyataanya masih sering terabaikan dengan berbagai alasan, antara lain terbatasnya waktu untuk membuat persiapan mengajar, sulitnya mencari media yang tepat, tidak tersedianya biaya, dan lain-lain.
A.    Konsep Media Pembelajaran
1.      Pengertian Media Pembelajaran.
Menurut Boove (Dadang 2009), media adalah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan. Media merupakan bentuk jamak dari medium yang berasal dari bahasa latin yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media Pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses dalam belajar mengajar. Media pembelajaran dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau keterampilan belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang lebih efektif.
2.      Jenis-jenis media pembelajaran.
Ada enam jenis dasar dari media pembeljaran menurut Heinich and Molenda (2005) (Dadang, 2009), yaitu sebagai berikut.
a.       Teks
b.      Media Audio.
c.       Media Visual.
d.      Media Proyeksi Gerak.
e.       Benda-benda tiruan atau miniatur.
B.     Pentingnya Penggunaan Media dalam Proses Pendidikan dan Pelatihan.
Menurut Oemar Hamalik (2007:67), Pentingnya Media dalam Proses Pendidikan dan Pelatihan adalah sebagai berikut.
a.       Banyak konsep dalam bahan pelatihan yang memerlukan kesamaan perepsi bagi para peserta.
b.      Dalam bidang studi yang disampaikan pada pelatihan terdapat proses kerja yang sangat lambat.
c.       Ada hal-hal atau kejadian yang proses kerjanya sangat cepat sehingga sangat sulit untuk diamati.

BAB 7
MODAL PENGEMBANGAN
PROGRAM PENDIDIKAN PELATIHAN

Pelatihan dan pengembangan SDM sangat diperlukan dalam organisasi. Fungsi manajemen sumber daya manusi adalah training and development untuk mendapatkan tenaga kerja yang baik dan tepat.
            Dalam intansi pemerintah, tenaga kerja yang akan menduduki jabatan baru, diwajibkan mengikuti pelatihan dan pengembangan karier.
A.    Konsep Pengembangan Program Pendidikan dan Pelatihan

1.      Pengertian Pengembangan Program Pelatihan
Pengembangan diartikan sebagai penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau yang lebih tinggi dalam perusahaan.
Menurut PP No. 31 tahun 2006 tentang sistem Pelatihan Kerja Nasional, singkatnya, Pelatihan kerja merupakan proses mengajar pengetahuan dan pengembangan keterampilan bekerja agar sikap karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik sesuai standar.

2.      Sasaran Program Pengembangan Pelatihan
Menurut Syafaruddin ( 2001:217 ), sasaran dan program pengembangan menyangkut aspek yang lebih luas.
     Pengertian ini menunjukan bahwa fokus sasaran pengembangan karier adalah ;
a.       Peningkatan kemampuan mental tenaga kerja
b.      Pelatihan dimaksudkan untuk pegawai pada tingkat bawah.

3.      Tujuan dan Manfaat Pelatihan dan Pengembangan
Tujuan Pelatihan dan pengembangan adalah sebagai berikut.
a.       Membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja untuk meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan;
b.      Meningkatkan produktivitas;
c.       Meningkatkan mutu tenaga kerja;
d.      Meningkatkan ketepatan dalam perencanaan SDM;
e.       Meningkatkan semangat kerja;
f.       Menarik dan menahan tenaga kerja yang baik;
g.      Menjaga kesehatan dan keselamatan kerja;
h.      Menunjang pertumbuhan pribadi ( personal growht )

Beberapa manfaat nyata dari program pelatihan dan pengembangan adalah sebagai berikut ;
a.       Manfaat Umum
1.      Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas;
2.      Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar kinerja yang dapat diterima;
3.      Membentuk sikap, loyalitas, dan kerja sama yang lebih menguntungkan;
4.      Memenuhi kebutuhan perencanaan sumber daya manusia;
5.      Mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja;
6.      Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadinya;

b.      Manfaat bagi Perusahaan
1.      Mengarahkan karyawan dalam positif terhadap orientasi pada keuntungan;
2.      Memperbaiki pengetahuan dan keterampilan pada semua tingkat perusahaan;
3.      Membantu karyawan mengidentifikasi tujuan perusahaan;
4.      Membantu menciptakan citra perusahaan yang lebih baik;
5.      Memperbaiki hubungan antara atasan dan bawahan;

c.       Manfaat bagi individual
1.      Membantu individu dalam mengambil keputusan yang lebih baik dan pemecahan masalah yang efektif;
2.      Melalui pelatihan dan pengembangan, pengubah motivasi dalam pengakuandan kemajuan diinternalisasikan dan dilaksanakan;
3.      Membantu dalam mendorong dan mencapai pengembangan dan kepercayaan diri;
4.      Menyediakan informasi untuk memperbaiki pengetahuan kepemimpinan dan sikap.

d.      Manfaat untuk Personal, Hubungan manusia dan pelaksanaan kebijakan
1.      Memperbaiki komunikasi antara kelompok dan individual;
2.      Membantu orientasi untuk karyawan baru dan mendapatkan pekerjaan baru melalui pengalihan atau promosi;
3.      Menyediakan informasi tentang kesempatan yang sama dan kegiatan yang disepakati;
4.      Memperbaiki keterampilan hubungan lintas personel;
5.      Memperbaiki kebijakan, aturah dan regulasi perusahaan yang dapat dilaksanakan;

4.      Program Pelatihan dan Pengembangan
Banyak jenis pendekatan untuk pelatihan. Ada lima jenis pelatihan yang dapat diselenggarakan ( Simamora, 2006; 278 ), yaitu sebagai berikut.
a.       Pelatihan Keahlian ( Skils training )
b.      Pelatihan ulang ( Retraining )
c.       Pelatihan lintas fungsioanl
d.      Pelatihan tim
e.       Pelatihan krativitas

B.     Model – model Program Pelatihan dan Pengembangan SDM
1.      Pelatihan HRD
a.       Esensi Pelatihan HRD
Tugas dan peranan HRD secara umum adalah membangun kapabilitas SDM di dalam organisasi serta meningkatkan motivasi dan produktivitas mereka sehingga pada akhirnya visi, misi organisasi dapat tercapai.
b.      Tujuan Pelatihan HRD
Pelatihan HRD bertujuan untuk meningkatkanpengetahuan dan kemampuan tentang HRD sehingga dapat memberikan kontribusi dalam kemajuan bidang HRD perusahaan dan berdampak baik pada kemajuan perusahaan atau institusi.

c.       Kategori Pelatihan HRD
Beberapa menu pelatihan HRD dipilih sesuai dengan kebutuhan perusahaan sebagai berikut;
1.      Basic Human Resource Management;
2.      Advanced Human Resource Management;
3.      Assessment in Organization;
4.      Career & Talent Management;
5.      Coaching, Counseling & Mentoring Technique For The Highest Level of Performance;
6.      Competency Mapping;
7.      Competency-Based Human Resources Management System;
8.      Designing & Evaluating Employee Satisfaction Survey;
9.      Designing Accurate Job Description;
10.  Designing and Conducting Performance Appraisal System;
11.  HR Plainning and Recruiting;
12.  Human Resource Audit;
13.  Human Resource legal;
14.  Individual Career Planning;
15.  Job Analysis and Evaluation;
16.  Key Performance Indicator;
17.  Performance Management;
18.  Recruitment, Interview And Selection
19.  Remuneration System;
20.  Salery Administration;
21.  Training Evaluation Design;
22.  Training For Trainer;
23.  Training Need Analysis ( TNA )
24.  Tools for Training Need Analysis ( TNA )
25.  Workload Analysis

2.      Human Capital Management & Development System Building
a.      Esensi Human Capital Management & Development System Building
Peran Sumber Daya Manusia ( SDM ) diperusahaan semakin diakui keberadaannya. Pentingnya SDM tersebut dapat dilihat dari bergesernya sebutan terhadap manusi pada organisasi/ perusahaan, yang dimulai Buruh, pegawai / karyawan hingga yg terbaru adalah ( Human Capital ).
b.      Tujuan dan manfaat program
1.      Menyadarkan semua pihak akan pentingnya peran SDM / HC diorganisasi/perusahaan.
2.      Membantu pembangunan sistem manajemen dan pengembangan SDM/HC
3.      Membantu perancangan dan pengimplementasian teknologi informasi yang mendukung oprasionalisasi sistem manajemen SDM/HC yang sudah terjadi

c.       Sasaran Program
1.      Pada tahap awal adanya perubahan / pembangunan minset positif
2.      Pada tahap perancangan sasarannya tim kecil/ tim internal
3.      Pada tahap implementasi sasarannya dari karyawan organisasi
4.      Pada tahap revisi, sasarannya tim internal organisasi
d.      Aplikasi Program
Aplikasi Program Human Capital Management & Development System Building.

3.      Pendidikan dan Pelatihan Parenting
a.       Esensi Pendidikan dan Pelatihan Parenting
Pada kategori pendidikan dan pelatihan, fokus pada kategori ini adalah pada pelatihan yang ditujukan untuk pendidikan remaja, ditambah materi kewirausahaan sebagai pelengkapannya.
b.      Kategori Pendidikan dan Pelatihan
Beberapa menu materi pelatihan dari kategori pendidikan dan pelatihan yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan adalah sebagai berikut.
1.      Program Pelatihan Remaja dan Siswa
2.      Program Pelatihan Guru dan Orang Tua
3.      Program Pelatihan Kewirausahaan
c.       Modal Pendidikan dan Pelatihan Aparat Pemerintah ( PNS )
1.      Diklat Prajabatan
2.      Diklat dalam Jabatan
3.      Diklat Kepemimpinan ( Diklatpim )































BAB 8
APLIKASI DIKLAT  PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI


A.    Pengembangan Leadership Skill / Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan masalah sosial yang di dalamnya terjadi interaksi anatara pihak yang memimpin dengan pihak yang dipimpin untuk mencapai tujuan bersama, baik dengan cara memengaruhi, membujuk, memotivasi maupun mengoordinasi.
1.      Pengertian Leadeship / Kepemimpinan
Leadership / Kepemimpinan merupakan titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam organisasi. Atau kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu.

2.      Faktor – faktor dan unsur – unsur Leadership / Kepemimpinan
a.       Pendayagunaan pengaruh
b.      Hubungan antarmanusia
c.       Proses komunikasi
d.      Pencapaian suatu tujuan

Unsur – unsur kepemimpinan :
a.       Kemampuan mempengaruhi orang lain
b.      Kemampuan mengarahkan atau memotivasi tingkah laku orang lain
c.       Adanya unsur kerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan

3.      Prinsip Dasar Kepemimpinan
Prinsip – prinsip pemimpin menurut (Stephen R. Coney, 1988)
a.       Belajar seumur hidup
b.      Berorientasi pada pelayanan
c.       Membawa energi yang positif

Proses dalam mengembangkan diri terdiri atas beberapa komponen yang behubungan dengan:
a.       Pemahaman materi
b.      Memperluas materi melalui belajar dan pengalaman
c.       Mengajar materi kepada orang lain
d.      Mengaplikasikan prinsip – prinsip
e.       Memonitoring hasil
f.       Mereflekasikan pada hasil
g.      Menambah pengetahuan baru yang diperlukan materi
h.      Pemahaman baru
i.        Kembali menjadi diri sendiri lagi

4.      Aspek – aspek Membangun Keterampilan Memimpin yang baik
Aspek kunci yang perlu dicermati dalam membangun Leadership Skills yang optimal
a.       Pemimpin yang unggul harus memiliki drive atau dorongan untuk bertindak meraih hasil, dan mampu menginspirasi anggotanya untuk bertindak.
b.      Kepemimpinan yang unggul mampu menunjukan integritas moral yang kukuh dan layak diteladani.
c.       Kepemimpinan yang unggul

5.      Cara Mengembangkan Mutu Kepemimpinan
Mengembangkan mutu kememimpinan :
a.       Melakukan team fun activity
b.      Terbuka untuk konsultasi
c.       Memberikan penghargaan
d.      Menjadikan proses delegrasi
e.       Membangun pembicaran informal
f.       Menyapa karyawan
g.      Berfikir positif

Mengembangkan kepemimpinan :
a.       Rendah hati
b.      Menentukan tujuan
c.       Berusaha keras untuk mencapai yang terbaik
d.      Mempertahankan posisi
e.       Belajar dari kesalahan
f.       Berfikir terbuka
g.      Percaya diri
h.      Bersedia untuk memberi
i.        Memenuhi janji
j.        Mendengarkan

6.      Program Pelatihan untuk Meningkatkan Kepemimpinan dalam Organisasi
Program pelatihan kepemimpinan dirancang untuk meningkatkan keterampilan dan perilaku generik yang releven bagi eketifitas manajerial.

7.      Manfaat Pelatihan dan Pengembangan
a.       Manfaatkan untuk Perusahaan / Organisasi
1.      Mengarahkan kemamouan lebih bersikap efektif terhadap orientasi pada keuntungan.
2.      Memperbaiki pengetahuan dan keterampilan pada semua tingkat perusahaan
3.      Memperbaiki moral pekerja
4.      Membantu menciptakan citra perusahaan yang baik
5.      Membantu mengidetifikasi tujuan perusahaan
6.      Membantu perkembangan kebenaran, keterbukaan dan kepercayaan
7.      Memperbaiki hubungan antara atasan dan bahawan
8.      Membantu pengembangan perusahaan
9.      Belajar dari karyawan yang dilatih
10.  Membantu dalam mempersiapkan petunjuk pekerjaan
11.  Membantu dalam memahami dan melaksanakan kebijakan perusahaan
12.  Menyediakan informasi
13.  Menetapkan keputusan
14.  Mengembangkan keterampilan kepemimpinan, motivasi, loyalitas, sikap yang baik
15.  Meningkatkan produktivitas
16.  Membantu agar terjadi penurunan biaya
17.  Mengembangkan rasa tanggung jawab
18.  Memperbaiki hubungan antar pekerja dan manajemen
19.  Mengurangi biaya konsultasi
20.  Mengurangi perilaku suboptimal
21.  Menciptakan iklim
22.  Membantu dalam perbaikan komunikasi organisasi perusahaan
23.  Membantu karyawan

b.      Manfaat untuk individual
1.      Membantu individu
2.      Melalui pelatihan dan pengembangan
3.      Membantu dalam mendorong dan mencapai pengembangan dan kepercayaan diri
4.      Menyediakan informasi
5.      Mengarahkan seseorang pada tujuan personal
6.      Memuaskan kebutuhan personal
7.      Mengembangkan jiwa untuk terus belajar
8.      Membantu seseorang dalam mengembangkan keterampilan
9.      Membantu mengurangi rasa takut
c.       Manfaat Personal, Hubungan Manusia dan Pelaksanaan Kebijakan
1.      Memperbaiki komunikasi
2.      Membantu dalam orientasi
3.      Menyediakan infromasi
4.      Memperbaiki keterampilan
5.      Membuat kebijakan, aturan dan regulasi
6.      Memperbaiki moral
7.      Membangun keapduan gerak
8.      Menyediakan lingkungan yang baik
9.      Membuat perusahaan menjadi tempat yang baik


B.     Pelatihan dan Pengembangan Organisasi
1.      Pengertian Pelatihan dan Pengembangan Organisasi
Sikula (1976) mendefinisikan bahwa pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakaan prosedur sistematis dan terorganisasi sehingga tenaga kerja nonmanajeral mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu.
2.      Tujuan Pelatihan dan Pengembangan Organisasi
a.       Meningkatkan Produktivitas
b.      Meningkatkan Mutu
c.       Meningkatkan Ketepatan dalam Perencanaan SDM
d.      Meningkatkan Semangat Kerja
e.       Menarik dan Menahan Tenaga Kerja yang Baik
f.       Menjaga Kesehatan dan Keselamatan Kerja
g.      Menghindari Kebosanan
h.      Menunjang Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)
3.      Konsep Pembelajaran
a.       Motivasi
b.      Pengukuhan kembali (positive reinforcement) jika hasil proses pembelajaran menghasilkan perilaku yang diharapkan
c.       Pengetahuan tentang hasil
d.      Praktik aktif  dan pembelajaran melalui penghayatan (experential learning)
e.       Pemindahan dan pelatihan (transfer of training)
4.      Penyusunan Program Pelatihan / Pengembangan
a.       Identifikasi Kebutuhan Pelatihan atau Studi Pekerjaan
Miner (1992) empat macam keterampilan :
1.      Knowlage based skill (berdasarkan pengetahuan yang dikuasai)
2.      Singular behaviour skill (keterampilan prilaku sederhana)
3.      Limited interpersonal skills (keterampilan antarpribadi terbatas)
4.      Social interactive skills (keterampilan interaktif sosila)
b.      Penetapan Sasaran Pelatihan / Pengembangan
Sasaran keseluruhan misalnya pada akhir pelatihan para peserta dapat mengenal prinsip-prinsip manajemen umum dan dapat menerapkan dalam pekerjaan.
Sasaran subjek pembahasan yaitu menggambarkan perilaku yang diharapkan ada pada peserta setelah mengikuti program pelatihan.
                       
Sasaran khusus dibedakan juga berdasarkan jenis perilaku yang hendak ditimbulkan melalui pelatihan :
1.      Sasaran kognitif
2.      Saran efektif
3.      Sasaran psikomotor, perilaku gerak.
c.       Penetapan Kriteria Keberhasilan dan Alat Ukur
d.      Penetapan Metode – Metode Pelatihan / Pengembangan
e.       Percobaan Revisi

5.      Model Penilaian Evektivitas Program Pelatihan dan Pengembangan
Empat tingkat model pelatihan dan pengembangan
a.       Tingkat 1 : Model Rekasi dari Peserta Pelatihan
b.      Tahap 2 dan 3 : Model After Only (Model hanya setelah) dan model Before After
c.       Tahap 4 : Model Pelatihan Program Pelatihan

C.    Pelatihan Pengembangan Karyawan
1.      Pengertian Pelatihan dan Pengembangan Karyawan
Noe, et al. (2003: 251) menyebutkan training is a planned effort to facilitate the larning of job related knowledge, skill and behavior by employes (pelatihan adalah suatu terencana untuk memfasilitasi karaywan dalam pembelajaran pengetahuan, keahlian, dan perlaku yang berhubungan dengan pekerjaan)
Pengembangan Karyawan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampun teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui pendidikan dan pelatihan.
2.      Metode Pelatihan dan Pengembangan Karyawan
a.       Metode pelatihan karyawan
1.      On the job training yaitu pelatihan dengan intruksi
2.      Vestibule yaitu suatu metode latihan yang dilakukan dalam woekshop yang diselenggarakan dalam suatu perusahaan industri untuk memperkenalkan pekerjaan kepada karyawan baru dan melatih mereka mengerjakan pekerjaan tersebut.
3.      Demonstrasi yaitu metode latihan yang dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan cara-cara menegrjakan sesuatu pekerjaan atau contoh-contoh atau percobaan yang didemonstrasikan.
4.      Programmed instruction yaitu bentuk pelatihan.
5.      Magang melibatkan pembelajaran dari pekerja yang lebih berpengalaman dab dapat ditambah pada teknik off the job training.

b.      Metode Pengembangan Karyawan
1.      Metode Understudy
2.      Metode Job Rotasi dan Kemajuan Berencana
3.      Metode Coaching – Counseling
c.       Kendala Pengembangan Karyawan
Menurut Hasibuan (2003: 85), kendala pengembangan (development) yang dilaksanakan selalu ada dan harus berusaha memahami pengaruh kendala – kendala tersebut.
Adapun kendala – kendala pengembangan berkaitan dengan peserta, pelatihan atau instuktur, fasilitas pengembangan, kurikulum dan dana pengembangan.

3.      Tujuan Pelatihan dan Pengembangan Karyawan
a.       Tujuan Pelatihan Karyawan
1.      Meningkatkan pengetahuan karyawan
2.      Membantu meyakinkan bahwa karyawan memilki keterampilan
3.      Membatu karyawan dalam memahami cara bekerja
4.      Menekankan budaya organisasi dalam inovasi, kreativitas dan pembelajaran
5.      Memastikan ketentraman bekerja
6.      Mempersiapkan karyawan untuk bekerja lebih aktif
b.      Tujuan Pengembanagn Karyawan
1.      Produktivitas Kerja
2.      Efesiensi
3.      Mengurangi Kerusakan
4.      Mengurangi Kecelakaan
5.      Meningkatkan Servis
6.      Moral
7.      Karier
8.      Konseptual
9.      Leadership
10.  Incentives
11.  Consumer satisfaction

4.      Standar Penilaian dalam Pelatihan Karyawan
a.       Model Standar Penilaian Karyawan
1.      Tangible Standard
Yaitu sasaran yang dapat ditetapkan alat ukurnya atau standarnya.
2.      Intangible Standard
Yaitu sasaran yang tidak dapat ditetapkan alat ukur atau standarnya.
b.      Unsur – unsur yang dinilai
1.      Loyalitas
2.      Prestasi kerja
3.      Honesty
4.      Disciplines
5.      Creativites
6.      Synergy
7.      Leadership
8.      Personality
9.      Initative
10.  Kecakapan
11.  Responsibility

c.       Metode Penilaian Prestasi Karyawan
1.      Rating Scale
2.      Employee Compare
a.       Alternate rank
Dengan cara mengurutkan peringkat karyawan dimulai dari yang paling bawah hingga paling atas.
b.      Paired compare
Dengan cara membandingkan satu karyawan dengan karyawan lainnya.
c.       Porced compare
Digunakan dalam jumlah karyawan yang besar.
3.      Ceklist
4.      Freeform Essay
5.      Critical Incident

d.      Tujuan Penilaian Prestasi Karyawan
Digunakan dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk pormosi, demosi, pemberihentian, dan penetapan besarnya balas jasa.
1.      Mengukur prestasi kerja
2.      Mengevaluasi efektivitas
3.      Mengevaluasi program latihan
4.      Menentukan kebutuhan
5.      Meningkatkan motivasi kerja
6.      Mendorong atau membiasakan para atasan
7.      Melihat kekurangan atau kelebihan
8.      Menentukan seleksi dan penempatan karyawan
9.      Mengindentifikasi kelemahan personel
10.  Memperbaiki atau mengembangkan kecakapan karyawan
11.  Memperbaiki dan mengembangkan uraian pekerjaan

D.    Pelatihan Supervesior, Pengembangan Tim, dan Perubahan Organisasi
1.      Esensi Pelatihan Supervisor, Pengembangan Tim, dan Pengembanagn Organisasi
Tujuannya adalah meningkatkan keterampilan pengawasan atau supervisi dan manajemen agar membantu manajemen kepegawaian dalam melaksanakan pekerjaan melalui orang lain.
2.      Jenis Pelatihan Supervisor, Pengembangan Tim, dan Pengembangan Bagan Organisasi
a.       Organization Development (Pengembangan Organisasi)
b.      Sensitivity Training (Sensitivitas Pelatihan)
3.      Metode Perubahan dan Pengembangan Organisasi
a.       Sensitivity Training
b.      Team Building
c.       Survey Feedback
d.      Transcational Anakysis
e.       Intergrup Activities
f.       Proces Consuktation
g.      Grip OD
h.      Third – Party Peacmaking

4.      Deskripsi Tugas Manajer Pelatihan dan Pengembangan (Training dan Development Manager)
1.      Merencanakan anggaran pelatihan fungsional/perdepartemen
2.      Mengukur kebutuhan training
3.      Selalu mengetahui informasi terkini
4.      Membuat strategi dan rencana-rencana organisatior
5.      Mendesain program training
6.      Mengidentifikasi, memilih, dan mengatur lembaga pelatihan
7.      Mengorganisasikan tempat pelaksanaan pelatihan
8.      Merencanakan dan melaksanakan kursus latihan
9.      Menyusun untuk pemeliharaan kursus latihan
10.  Merekrut, mengatur dan mengembangkan staf langsung
11.  Memastikan setiap aktivitas dan bahan-bahan pelatihan
12.  Memonitor dan melaporkan
13.  Secara konsisten
















BAB 9
MODEL APLIKASI DIKLAT UNTUK SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR PEMERINTAH

Pada era global yang penuh persaingan ini, telah terjadi reformasi dalam berbagai bidang kehidupan sebagai konsekuensi dari pesatnya pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi. Reformasi pemerintahan yang terjadi telah mengakibatkan pergeseran paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari paradigma sentralistis ke arah desentralisasi yang ditandai dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata kepada daerah.
Pemberian otonomi daerah ini diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melaluipeningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Disamping itu juga melalui otonomi luas, daerah dapat meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip-prinsip demograsi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, kekhususan, serta potensi dan keragaman daerah dalam sistem negara kesatuan republik indonesia.
Pada beberapa kajian, tampak bahwa kritik masyarakat terhadap semakin buruknya citra pelayanan pegawai pemerintahan baik dari level atas sampai ke level bawah. Hal ini dikarenakan kurangnya kesiapan sumber daya manusia pegawai pemerintah daerah sebagai penyedia layanan yang bertanggung jawab, profesional, berdisiplin, berdaya guna, serta sadar sebagai penyedia layanan bagi masyarakat. Oleh karena itu dengan diberikannya otonomi luas bagi daerah akan mampu memperbaiki kinerja pegawai sebagai penyedia layanan berkualitas bagi masyarakat.

A.    Konsep Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
Pemerintah menurut Arief Budiman (1997:91), adalah lembaga eksekutif negara yang meliputi pegawai birokrasi teknis (pelaksana) hingga pucuk pimpinan para lembaga negara.
Pemerintah berkewajiban untuk memberikan kesejahteraan dan rasa aman pada masyarakatnya yang melibatkan kekuasaan lembaga militer, kepolisian, fungsi legislatif, keuangan, dan penegak hukum yang berkeadilan.
Wujud pemerintahan yang baik menurut Bagir Manan (1998) adalah penyelenggaraan pemerintahan yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif dengan menyinergiskan interaksi yang konstruktif diantara naegara, sektor swasta, dan masyarakat.
Dari sisi pemerintah, goood governance dapat dilihat melalui aspek-aspek:
1.      Hukum/kebijakan merupakan aspek yangditujukan pada perlindungan kebebasan.
2.      Kompetensi dan transparansi pemerintahan, yaitu kemampuan membuat perencanaan dan melakukan implementasi secara efisien, kemampuan melakukan penyederhanaan organisasi, penciptaan disiplin dan model administratif, keterbukaan informasi.
3.      Desentralisasi yaitu desentralisasi regional dan dekonsentrasi di dalam departemen.
4.      Penciptaan pasar yang kompetitif, yaitu penyempurnaan mekanisme pasar, peningkatan peran pengusaha kecil dan segmen lain dalam sektor swasta, deregulasi, dan kemampuan pemerintahan melakukan kontrol terhadap  makroekonomi.

Karakteristik kepemerintahan yang baik menurut UNDP mencakup:
1.      Partisipasi, yaitu adanya peran serta masyarakat dalam pembuatan keputusan, kebebasan berserikat, dan berpendapat, serta kebebasan untuk berpartisipasi secara konstruktif.
2.      Aturan hukum, yaitu adanya penegakan hukum secara adil.
3.      Transparan, yaitu adanya kebebasan aliran informasi dalam proses kelembagaan sehingga mudah diakses oleh orang-orang yang membutuhkan.
4.      Daya tangkap, yaitu proses yang dilakukan setiap institusi semata-mata untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan.
5.      Berorientasi konsensus, yaitu bertindak sebagai mediator bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai kesepakatan.
6.      Berkeadilan, yaitu memberikan kesempatan yang sama baik laki-laki maupun perempuan dalam upaya meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.
7.      Efektivitas dan efisiensi, yaitu segala proses dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang dibutuhkan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya berbagai sumber yang tersedia.
8.      Akuntabilitas, yaitu para pengambil keputusan harus mampu bertanggung jawab kepada publik atas keputusannya.
9.      Bervisi strategis, yaitu para pemimpin harus mempunyai perspektif yang luas dan jangka panjang dalam penyelenggaraan pemerintahan.
10.  Kesalingterkaitan, yaitu adanya kebijakan yang saling memperkuat dan terkait dan tidak bisa berdiri sendiri.


B.     Upaya menjamin Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
Dalam usaha menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang baik, ada hal-hal yang sangat diperlukan:
1.      Adanya aparatur pemerintahan yang baik
2.      Upaya untuk meningkatkan SDM pegawai pemerintah yang baik
3.      Pentingnya diklat bagi SDM pegawai pemerintah yang baik

C.     Konsep Pendidikan Pelatihan untuk Pegawai Negeri Sipil
Esensi diklat untuk Pegawai Negeri Sipil adalah untuk pengembangan sumberdaya manusia sehingga memiliki kepribadian yang baik dan mampu melayani publik. Ada beberapa tahapan dalam pengembangan sumberdaya manusia menurut Suradinata (2003: 102), yaitu:
1.      Memiliki rasa untuk meningkatkan kesadaran dan rasa percaya diri;
2.      Peningkatan percaya diri;
3.      Peningkatan kesejahteraan dan keamanan;
4.      Peningkatan kehidupan sosial dan budaya;
5.      Peningkatan kualitas dan profesionalitas di bidang tugasnya.
Proses diklat untuk PNS terdiri atas input (sasaran diklat) dan output (perubahan perilaku). Adapun faktor yang mempengaruhi proses tersebut yakni perangkat lunak (gedung, perpustakaan, alat peraga, dan metode belajar. Ini semua digolongkan menjadi Man, Money, Materill, dan Methods.

Jenis dan jenjang diklat untuk PNS:
1.      Diklat Prajabatan
2.      Diklat dalam Jabatan
3.      Diklat Kepemimpinan (Diklatpim)
4.      Diklat Fungsional
5.      Diklat Teknis

D.    Implementasi dan Tantangan Diklat Pimpinan
Penyelenggaraan diklatpim yang diperuntukkan bagi pejabat struktural eselon I, II, III, dan IV telah mengalami berbagai perubahan nomenklatur maupun pola pembelajaran.
Setelah mengalami berbagai perubahan, pola diklatpim yang dipakai adalah Pola Diklatpim oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang efektif diberlakukan mulai tahun anggaran 2014. Perubahan ini ditetapkan melalui Kepala LAN Nomor 10 tahun 2013, Peraturan Kepala LAN Nomor 11 tahun 2013, Peraturan Kepala LAN Nomor 12 tahun 2013 dan Peraturan Kepala LAN Nomor 13 tahun 2013. Keempat perkalan tersebut memuat pedoman penyelenggaraan Diklatpim Tingkat I, Tingkat II, Tingkat III, dan Tingkat IV.
Fokus pada pola baru diklatpim LAN ini adalah pembentukan karakter birokrat yang profesional yang mampu menginternalisasikan nilai-nilai dasar aparatur sipil negara dan tertanamnya etika publik yang tinggi.
Implementasi Perkalan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya, anggaran yang cukup untuk menjamin terlaksananya Diklatpim pola baru sehingga dapat berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran, fasilitas atau sarana dan prasarana, serta informasi yang relevan dan cukup terkait cara mengimplementasikan suatu kebijakan.

Potensi kendala yang timbul dalam implementasi Perkalan sebagai berikut:
1.      Waktu sosialisasi sebelum pemberlakuannya yang sangat terbatas/singkat.
2.      Kesiapan sarana dan prasarana serta pendukung proses pembelajaran, yaitu modul-modul diklat dan pengajar.
3.      Komunikasi dan Informasi dalam implementasi Perkalan agar tersampaikan secara menyeluruh dan konsisten kepada pihak terkait, tidak hanya kepada lembaga diklat.
4.      Adanya perbedaan standar keuangan pada Perkalan dengan Peraturan Menteri Keuangan sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan dalam hal pemeriksaan keuangan.

Langkah-langkah yang mendukung terlaksananya implementasi Diklatpim pola baru, yaitu:
1.      Mendorong seluruh aparatur calon peserta Diklatpim untuk melakukan sertifikasi kemahiran berbahasa inggris.
2.      Melakukan revisi anggaran yang disesuaikan dengan kebutuhan Diklatpim pola baru Perkalan.
3.      LAN perlu menyampaikan penetapan Perkalan kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran, sehingga pada pelaksanaannya tidak menimbulkan perbedaan persepsi dengan lembaga pengawas keuangan.
4.      Lembaga diklat menyusun plan of action sehingga tergambar kebutuhan secara menyeluruh, pihak-pihak terkait dan rencana antisipasi terhadap rencana yang mungkin timbul.























 BAB 10
MODEL APLIKASI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN KOMPETENSI, KARIER, DAN PROFESI GURU

Guru mempunyai peran yang sangat strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional sehingga guru perlu dikembangkan sebagai tenaga profesi yang bermartabat dan profesional. Peningkatan kompetensi guru merupakan kebijakan strategis dalam rangka membenahi persoalan guru secara mendasar.

A.    Konsep Profesi Kependidikan
Profesi menurut Business (1988) adalah pekerjaan atau kerja yang memerlukan penguasaan satu set pengetahuan dan kemahiran yang kompleks melalui sistem pendidikan formal.
Tenaga Kependidikan menurut UUSPN No. 20 tahun 2003 adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan

Dilihat dari jabatannya, tenaga kependidikan dibedakan sebagai berikut:
1.      Tenaga struktural, yaitu tenaga kependidikan yang menempati jabatan eksekutif (pimpinan) satuan pendidikan
2.      Tenaga fungsional, yaitu tenaga kependidikan  yang menempati jabatan pelaksana pekerjaan
3.      Tenaga teknis kependidikan, yaitu tenaga kependidikan yang dalam pekerjaannya lebih dituntut kecakapan teknis operasional atau teknis administratif.

Kompetensi guru adalah satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan potensi, pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai seorang pendidik/guru.
Kompetensi guru terdiri atas:
1.      Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
2.      Kompetensi kepribadian, yaitu kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa, serta menjadi tauladan peserta didik.
3.      Kompetensi profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.
4.      Kompetensi sosial, yaitu kemampuan untuk berinteraksi secara baik terhadap peserta didik, sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

B.     Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Profesional Guru
Pembinaan dan pengembangan profesionalitas guru dimaksudkan untuk terciptanya guru profesional. Guru profesional adalah guru yang dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya bersifat otonom, menguasai kompetensi secara komprehensif, dan daya intelektual tinggi. Pengembangan keprofesian guru adakalanya diawali dengan penilaian kinerja dan uji kompetensi.
Hasil penilaian kinerja dan uji kompetensi guru akan memberikan gambaran profile dan peta kinerja dan kompetensinya. Gambaran ini akan dijadikan dasar atau basis utama dalam perumusan program peningkatan kinerja guru.

C.     Peningkatan Kompetensi Guru
Esensi peningkatan kompetensi guru agar kemampuan guru yang bersangkutan bisa disesuaikan dengan perkembangan Iptek saat ini. Guru yang tidak menguasai kompetensi dan kurang kemampuan untuk menggunakan TIK akan membawa dampak negatif terhadap siswa. Hal inilah yang mendorong dikeluarkannya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang menuntut reformasi guru untuk memiliki tingkat kompetensi yang lebih tinggi.

Prinsip-prinsip dalam peningkatan profesi guru, sebagai berikut:
1.      Prinsip Umum
a.       Demokratis dan berkeadilan
b.      Satu kesatuan yang sistematis
c.       Berlangsung sepanjang hayat
d.      Memberi keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreatifitas guru dalam proses pembelajaran.
e.       Memberdayakan semua komponen masyarakat

2.      Prinsip Khusus
a.       Ilmiah
b.      Relevan
c.       Sistematis
d.      Konsisten
e.       Aktual dan kontekstual
f.       Fleksibel
g.      Demokratis
h.      Objektif
i.        Komprehensif
j.        Memandirikan
k.      Profesional
l.        Bertahap
m.    Berjenjang
n.      Berkelanjutan
o.      Akuntabel
p.      Efektif
q.      Efisien
Peningkatan kompetensi guru ini dapat dilaksanakan dalam bentuk diklat dan bukan diklat.

D.    Implementasi Pendidikan dan Pelatihan Peningkatan Kompetensi, Karier, dan Profesi Guru
Pada implementasinya, peningkatan kompetensi guru ini dilaksanakan dalam beberapa bentuk, yaitu:
1.      Inhouse Training (IHT)
2.      Program Magang
3.      Kemitraan Sekolah/Madrasah
4.      Belajar Jarak Jauh
5.      Pelatihan Berjenjang dan Pelatihan Khusus
6.      Kursus singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya
7.      Pembinaan Internal oleh Sekolah
8.      Pendidikan Lanjut

Dalam kondisi seorang guru sudah secara berkesinambungan meningkatkan kompetensinya, pemerintah pun menyiapkan penghargaan khusus bagi guru-guru profesional. Guru profesional ditandai dengan adanya sertifikat pendidik yang merupakan pengakuan secara kelembagaan dan berhak atas dana sertifikasi.
Proses untuk mencapai sertifikasi, seorang guru harus menyusun portofolio dan mencapai nilai minimal 850. Guru yang tidak mencapai nilai portofolio dipersilahkan melalui Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG)

Dalam pelaksanaan PLPG, peserta akan menerima bahan ajar sebagai  berikut:
1.      Pengantar Ringkas
2.      Peningkatan kompetensi guru
3.      Penilaian kinerja guru
4.      Pengembangan karir guru
5.      Perlindungan dan penghargaan guru
6.      Etika profesi guru
Dalam pelaksanaan PLPG aktivitas pelatih dan peserta akan dominan. Aktivitas peserta berupa aktivitas individual dan aktivitas kelompok. Pada akhirnya guru yang sudah mengikuti PLPG diharapkan akan mampu memahami secara luas dan mendalam tentang Kebijakan Pengembangan Profesi Guru, khusus dilingkungan Kementrian Pendidikan Nasional.
















BAB 11
MODEL APLIKASI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENGAWAS PENDIDIKAN
Gambaran objektif menunjukkan bahwa kualifikasi dan kompetensi tenaga pengawas masih perlu ditingkatkan karena adanya tuntutan peningkatan mutu pendidikan dan belum adanya pembinaan tenaga pengawas yang terpola dalam meningkatkan kemampuan profesionalnya. Oleh sebab itu, upaya meningkatkan kemampuan profesional pengawas yang telah ada melalui uji kompetensi agar memenuhi standar yang ditentukan mutlak diperlukan. Sertifikasi pengawas, seperti halnya bagi tenaga pendidik, dalam kaitannya dengan tunjangan profesi dan uji kompetensi bagi pengawas tidak bisa dihindarkan lagi. Hanya pengawas yang memiliki standar kompetensi yang patut diberikan sertifikat sehingga jabatan pengawas bisa melekat pada dirinya. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melalui pendidikan dan pelatihan atau diklat pengawas. Diklat pengawas pada hakikatnya berlaku bagi calon pengawas ataupun bagi yang telah menjadi pengawas walaupun telah melalui pendidikan profesi pengawas di LPTK.
A.  Konsep Pengembangan Profesi Pengawas Pendidikan
1.         a. Makna Pengawasan Pendidikan, Definisi Pengawas dan Pengawasan Satuan Pendidikan. Pengawas satuan pendidikan/sekolah adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis untuk melakukan pengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah tertentu yang ditunjuk/ditetapkan dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar/bimbingan untuk mencapai tujuan pendidikan (Pandong, A., 2003).
Dalam satu kabupaten/kota, pengawas sekolah dikoordinasikan dan dipimpin oleh seorang koordinator pengawas (Korwas) sekolah/satuan pendidikan (Muid, 2003). Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 39 ayat (1) dinyatakan: tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 Pasal 39 ayat (1) dinyatakan pengawasan pada pendidikan formal dilaksanakan oleh pengawas satuan pendidikarn. Surat Keputusan MENPAN Nomor 118 tahun 1996 yang diperbaharui dengan SK MENPAN Nomor 091/KEP/MEN.PAN/ 10/2001 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya menyatakan: Pengawas sekolah adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan pendidikan pada satuan pendidikan prasekolah, sekolah dasar, dan sekolah menengah (Pasal 1 ayat 1). Pada Pasal 3 ayat (1) dinyatakan: Pengawas sekolah adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis dalam melakukan pengawasan pendidikan terhadap seéjumlah sekolaih tertentu yang ditunjuk/ ditetapkan.
Pasal 5 ayat (1); tanggung jawab pengawas sekolah yakni: 1) Melaksanakan pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan penugasannya. 2) Meningkatkan kualitas proses belajar mengajar/bimbingan dan hasil prestasi belajar/bimbingań siswa dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Tanggung jawab pertama mengindikasikan pentingnya supervisi manajerial, sedangkan tanggung jawab yang kedua mengindikasikan pentingnya supervisi akademis. Hal ini dipertegas lagi dalam PP No 19 tahun 2005 Pasal 57 bahwa supervisi yang meliputi supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan berkesi- nambungan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan. Supervisi manajerial meliputi aspek pengelolaan dan administrasi satuan pendidikan, sedangkan supervisi akademik meliputi aspek- aspek pelaksanaan proses pembelajaran (penjelasan Pasal 57) Pengawasan manajerial sasarannya adalah kepala sekolah dan staf sekolah lainnya, sedangkan sasaran supervisi akademik sasarannya adalah guru. Ketentuan perundang-undangan di atas menunjukkan bahwa pengawas satuan pendidikan pada jalur sekolah adalah tenaga kependidikan profesional berstatus pegawai negeri sipil yang diangkat dan diberi tugas dan wewenang secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pendidikan, baik pengawasan akademik maupun pengawasan manajerial pada satuan pendidikan yang ditunjuk.
b. Pengawasan Pendidikan Dalam proses pendidikan, pengawasan atau supervisi merupakan bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan mutu sekolah. Pengawasan dapat diartikan sebagai proses kegiatan monitoring untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang direncanakan dan sekaligus merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki berbagai penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan (Robbins, 1997). Adapun kegiatan pembinaan dilakukan dalam bentuk memberikan arahan, saran, dan bimbingan (Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 020/U/1998 tanggal 6 Februari 1998). Fokus Pengawasan Pendidikan: Sekolah Madrasah Upaya peningkatan mutu dan efektivitas sekolah.
2.         Dilakukan melalui pengawasan. Atas dasar itu, kegiatan pengawasan harus difokuskan pada perilaku dan perkembangan siswa sebagai bagian penting dari kurikulum/mata pelajaran, organisasi sekolah, kualitas belajar mengajar, penilaian/evaluasi, sistem pencatatan, kebutuhan khusus, administrasi dan manajemen, bimbingan darn konseling, peran dan tanggung jawab orangtua dan masyarakat (Law dan Glover, 2000). Lebih lanjut, Ofsted (2005) menyatakan bahwa fokus pengawasan sekolah meliputi        :
a.  Standar dan prestasi yang diraih siswa
b. Kualitas layanan siswa di sekolah (efektivitas belajar mengajar, kualitas program kegiatar sekolah dalam memenuhi kebutuhan dan minat siswa, kualitas bimbingan siswa), kepemimpinan dan manajemen sekolah Kepengawasan merupakan kegiatan atau tindakan pengawasan
c.  Dari seseorang yang diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang melakukan pembinaan dan penilaian terhadap orang dan atau lembaga yang dibinanya.
Seseorang yang diberi tugas tersebut disebut pengawas atau supervisor. Indikator peningkatan mutu pendidikan di sekolah dilihat pada setiap komponen pendidikan, antara lain:
a. Mutu lulusan; kualitas guru, kepala sekolah, staf sekolah (tenaga a laboran dan teknisi, tenaga perpustakaan);
b. Proses pembelajaran;
c. Sarana dan prasarana, pengelolaan sekolah;
d. Implementasi kurikulun; sistem penilaian dan komponen lainnya.
Peran Penting Supervisor/Pengawas Satuan Pemedidikan Kiprah supervisor menurut Ofsted (2005), menjadi bagian integral 3. dalam peningkat-an mutu pendidikan di sekolah. Visualisasi Gambar 11. 1 menjelaskan Hakikat Pengawasan. Dari visualisasi Gambar 11.1. tersebut tampak bahwa hakikat pengawasan memiliki empat dimensi: (a) support, (b) trust, (c) challenge, (d) networking and collaboration.
3.         Kode Etik Pengawas Pendidikan Prinsip-prinsip kepengawasan harus dilaksanakan dengan tetap memerhatikan kode etik pengawas satuan pendidikan. Kode etik yang dimaksud berisi sembilan hal. Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas satuan pendidikan senantiasa berlandaskan iman dan taqwa serta mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4.         Kualifikasi dan Kompetensi Pengawas Kualifikasi atau yang dalam konteks ini disebut istilah kualifikasi akademik adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh pengawas sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal yang harus dipenuhi oleh seorang pengawas. Dalam Permendiknas kualifikasi pengawas dibedakan antara kualifikasi pengawas untuk tingkat TK/RA dan SD/MI dengan kualifikasi pengawas untuk tingkat SMP/MTs dan SMA/MA serta SMK/MAK. Kualifikasi pengawas berdasarkan Permendiknas No. 12 tahun 2007, tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah disebutkan sebagai berikut. Kualifikasi Pengawas Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) dan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) adalah sebagai berikut.
5.         Tugas Pokok Pengawas Sekolah Tugas pokok pengawas sekolah/satuan pendidikan adalałh melakukan penilaian dan pembinaan dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun supervisi manajerial. Berdasarkan tugas pokok dan fungsi di atas, ada tiga kegiatan yang harus dilaksanakan pengawas: a. pembinaan pengembangan kualitas sekolah, kinerja kepala b. evaluasi dan monitoring pelaksanaan program sekolah beserta c. penilaian terhadap proses dan hasil program pengembangan sekolah, kinerja guru, dan kinerja seluruh staf sekolah; pengembangannya; sekolah secara kolaboratif dengan stakeholder sekolah. Mengacu pada SK Menpan Nomor 118 tahun 1996 tentang jabatan fungsional pengawas dan angka kreditnya, Keputusan bersama Mendikbud Nomor 03420/O/1996 dan Kepala Badan
6.         Langkah-langkah dan Prinsip Kerja Pengawas dalam menyusun program kerja pengawas sehingga dapat membantu sekolah mengembangkan program inovasi sekolah, ada tiga langkah yang harus ditempuh pengawas, yaitu :
1)      menetapkan standar/kriteria pengukuran performansi sekolah
a.       Berdasarkan evaluasi diri dari sekolah;membandingkan hasil tampilan performansi itu dengan ukuran dan kriteria/benchmark yang telah direncanakan
b.   Program pengembangan sekolah
c.   Melakukan tindakan pengawasan berupa pembinaan/ pendampingan untuk memperbaiki implementasi program pengembangan sekolah
Dalam melaksanakan kepengawasan, ada sejumlah prinsip yang dapat dilaksanakan pengawas agar kegiatan kepengawasan berjalan efektif. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
a. Trust, artinya kegiatan pengawasan dilaksanakan dalam pola hubungan kepercayaan antara pihak sekolah dan pihak pengawas sekolah sehingga hasil pengawasannya dapat dipercaya.
b. Realistic, artinya kegiatan pengawasan dan pembinaannya dilaksanakan berdasarkan data eksisting sekolah
c.  Utility, artinya proses dan hasil pengawasan harus bermuara pada manfaat bagi sekolah untuk mengembangkan mutu dan kinerja sekolah binaannya
d. Supporting, networking dan collaborating, artinya seluruh aktivitas pengawasan pada hakikatnya merupakan dukungan terhadap upaya sekolah menggalang jejaring kerja sama secara kolaboratif dengan seluruh stakeholder
e. Testable, artinya hasil pengawasan harus mampu menggambarkan kondisi kebenaran objektif dan siap diuji ulang atau dikonfirmasi pihak mana pun
Prinsip-prinsip di atas digunakan pengawas dalam rangka melaksanakan tugas pokoknya sebagai pengawas/supervisor pendidikan pada sekolah yang dibinanya. Dengan demikian, fungsi pengawas di sekolah bukan untuk mencari kesalahan sebagai dasar untuk memberi hukuman.
B.  Model Aplikasi Pendidikan dan Latihan Profesi Pengawas
1. Sekolah/Madrasah Kebutuhan Diklat bagi Pengawas Pendidikan. Pendidikan dan pelatihan merupakan kebutuhan bagi tenaga pengawas bukan hanya untuk mencapai kompetensi profesional, melainkan karena terdapat beberapa alasan berikut :
a. Tuntutan dan kebutuhan pengawas dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya secara berkelanjutan. Perubahan kebijakan pendidikan, perkembangan iptek serta berbagai inovasi pendidikan yang terjadi dan akan terjadi pada masa mendatang, pendidikan dan pelatihan merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Jenjang jabatan pengawas yang berlaku saat ini, yakni jabatan pengawas pratama, pengawas muda, pengawas madya dan pengawas utama tidak hanya dilihat dari golongan dan kepangkatan sesuai dengan aturan yang ada, tetapi juga harus mengimplikasikan kemampuan profesionalnya. Kemampuan profesional tersebut dibekali dengan pendidikan dan pelatihan yang terpola dan berjenjang. Hal ini menunjukkan perlunya jenjang atau tingkat diklat untuk pengawas. Jika dilaksanakan, pembinaan dan pengembangan karier pengawas sesuai dengan jabatannya serta peningkatan kompetensi profesional pengawas akan berjalan sebagaimana harusnya.
b. Kebijakan Dasar Penyelenggaraan Diklat Pengawas Sekolah/Madrasah
c. Tujuan dan Hasil Diklat Pengawas Pendidikan
Pendidikan dan pelatihan (diklat) pengawas secara umum bertujuan untuk membina dan mengembangkan kemampuan profesional tenaga pengawas sehingga dapat meningkatkan kinerjanya dengan tugas dan tanggung jawabnya. Kinerja pengawas dapat dilihat dari peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan pada sekolah yang dibinanya. Oleh sebab itu, muara dari tujuan diklat pengawas adalah meningkatnya mutu pendidikan di sekolah-sekolah yang menjadi binaannya.
Tujuan diklat pengawas satuan pendidikan dijabarkan lebih lanjut dalam tujuan-tujuan khusus diklat sesuai dengan jenjang diklat. Adapun hasil yang diharapkan dari diklat pengawas ini adalah memperoleh tenaga pengawas yang memiliki kompetensi profesional, yang ditunjukkan dengan optimalnya kinerja pengawas dalam melaksanakan tugas kepengawasan baik pengawasan akademik maupun pengawasan manajerial.
Lebih spesifik, dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nonor 2 tahun 2012 dinyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan (diklat) calon pengawas madrasah merupakan tahapan rekrutmen yang harus ditempuh oleh seorang calon sebelum diangkat sebagai pengawas madrasah.
2. Penyelengaraan diklat calon pengawas madrasah dilakukan oleh Pusdiklat Teknis Pendidikan dan Keagamaan serta Balai Diklat sesuai Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis di Lingkungan Kementerian Agama.
a. Tujuan Umum
Peserta (calon pengawas) untuk mendapatkan pengalaman belajar Manajemen Pendidikan dan Pelatihan.
b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus diklat calon pengawas ini adalah memfasilitasi calon pengawas untuk:
1. Mendapatkan pengalaman belajar teoretis dan praktis dalam bidang kepribadian, sehingga memiliki kompetensi kepribadian yang baik untuk menjadi pengawas satuan pendidikan. Mendapatkan pengalaman belajar teoretis dan praktis dalam bidang supervisi manajerial, sehingga memiliki kemampuan untuk melakukan supervisi terhadap pengelolaan satuarn pendidikan.
2. Mendapatkan pengalaman belajar teoretis dan praktis dalam bidang supervisi akademik, sehingga memiliki kompetensi untuk melakukan supervisi untuk meningkatkan kompetensi guru dalam pembelajaran pada satuan pendidikan.
3. Mendapatkan pengalaman belajar teoretis dan praktis dalam bidang evaluasi pendidikan, sehingga memiliki kompetensi untuk melakukan evaluasi pendidikan secara umum dan melakukan penilaian kinerja kepala sekolah, guru, dan staf.
4. Mendapatkan pengalaman belajar teoretis dan praktis dalam bidang penelitian dan pengembangan, sehingga memiliki kompetensi untuk melakukan penelitian dan pengembangan pendidikan secara umum dan metode pengawasan/supervis secara khusus.
5. Mendapatkan pengalaman belajar teoretis dan praktis dalam dimensi sosial, sehingga memiliki kompetensi hubungan social yang efektif dalam pelaksanaan tugas kepengawasan.
6. Sasaran dan Hasil Diklat. Bagi pengawas sekolah yang sudah aktif tetapi belum memiliki Sertifikat Pendidikan Profesi Pengawas, tanda lulus Diklat jenjang dasar dan jenjang lanjut diakui dan dihargai untuk pendidikan profesi pengawas, maksimal setara 10 SKS. Peserta yang gagal dalam setiap tipe Diklat pengawas, wajib menempuh ulang satu kali dengan harapan berhasil.






BAB 12
MODEL APLIKASI PELATIHAN BERBASIS PROJECT BASED LEARNING
Permasalahan pertama dalam praktik bisnis ini adalah aktivitas pelaksanaan magang di perusahaan yang telah berjalan lancar dan sukses. Bagaimanakah praktik pemagangan kewirausahaan yang tepat dan relevan dengan minat para remaja putus sekolah karena tidak banyak lembaga bisnis yang bersedia menerima peserta magang? Kebanyakan pebisnis menganggap bahwa kegiatan magang hanya merusak suasana kerja dan mengganggu konsentrasi karyawan dalam melaksanakan tugas pekerjaan sehari-hari. Dengan demikian, bagaimana model magang yang efektif dan tidak mengganggu kinerja perusahaan, tetapi mampu memberikan pengalaman belajar optimal pada peserta pelatihan? Permasalahan kedua adalah bagaimana menentukan bentuk kelompok usaha mandiri sesuai dengan minat remaja putus sekolah?
Apakah setiap kelompok terdiri atas teman sebaya, berasal dari satu desa, atau bebas mencari teman kelompok yang memiliki hobi dan visi yang sama? Masing-masing bentuk memiliki kelebihan dan kekurangan dalam bekerja sama dan merasa nyaman, meskipun tempat tinggal mereka saling berjauhan sehingga perlu mempertimbangkan anggota yang solid.
Permasalahan ketiga adalah hambatan dalam pelaksanaan bisnis dan efektivitas model Project Based Learning (PBL), kewirausahaar yang diterapkan bagi RPS. Permasalahan ini muncul karena sedikitnya pengalaman peserta pelatihan dalam merintis usaha.
A. Konsep Project Based Learning
1.         Esensi Project Based Learning Pada hakikatnya, model project based learning menurut Jones, Rasmussen dan Moffit (1997) merupakan penyempurnaan dari model problem based learning. Project lased learning merupakan salah satu strategi pelatihan yang berorientasi pada CTL atau contectual teaching and learning process. Nasution (1989: 152) menyatakan, Cooperative learning efektif apabila setiap individu yang bertanggung jawab terhadap kelompok, partisipasi dan kerja sama dengan individu lain secara efektif, menimbulkan berpartisipasi dan bekerja sama dengan individu lain secara efektif, menimbulkan perubahan yang konstruktif pada kelakuan seorang dan setiap anggota aman dan puas dalam kelas." Dengan pengertian tersebut CTL merupakán konsep pelatihan yang membantu pelatih mengaitkan antara materi pelatihan dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta pelatihan untuk menggunakan pengetahuan yang dimilikinya sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat, termasuk melaksanakan usaha (bisnis). John (2008: 374) mengemukakan bahwa project based learning adalah pembelajaran yang lebih menekankan pada pemecahan problem autentik yang terjadi sehari-hari melalui pengalaman belajar praktik langsung di masyarakat Arends (1997: 156) mendefinisikan project based learning sebagai pembelajaran berbasis proyek, pendidikan berbasis pengalaman belajar autentik pembelajaran yang berakar pada masalah kehidupan nyata. Adapun Gijbels (2005: 29) menyatakan bahwa project based learning adalah cara pembelajaran yang bermuara pada proses pelatihan berdasarkan masalah nyata yang dilakukan sendiri melalui kegiatan tertentu (proyek) Dengan demikian, fokus masalah nyata dalam kegiatan adalah proses pembelajaran, dan hal ini menjadi penting. Pelatihan Model Project Based Learning Pada pelatihan model project based learning, peserta belajar melalui
2.         Situasi dan setting pada masalah-masalah yang nyata atau kontekstual. Oleh karena itu, semua dijalankan dengan cara a. dinamika kerja kelompok; b. investigasi secara independen; c. mencapai tingkat pemahaman yang tinggi; d. mengembangkan keterampilan individual dan sosial. Model project based learning ini berbeda dengan pembelajaran langsung yang menekankan prestasi ide-ide dan keterampilan pelatih. Adapun peran pelatih pada model project based learning adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Keterampilan pelatih menjadi dominan dalam mengembangkan project based learning. Keterampilan ini mencakup upaya mengembangkan lingkungan pelatihan yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide dan dialog secara terbuka antara pelatih dan peserta pelatihan.
3.         Metode Pelatihan Model Project Based Learning Levin (2001: 1) menyatakan bahwa project based learning adalah metode pembelajaran yang mendorong peseta pelatihan untuk menerapkan cara berpikir kritis, keterampilan menyelesaikan masalah, dan memperoleh pengetahuan mengenai problem dan isu-isu real yang dihadapinya. Peran pelatih pada PBL adalah sebagai fasilitator atau tutor yang memandu peserta pelatihan menjalani proses pembelajaran Pelatihan dengan metode project based learning harus menggunakan masalah-masalah nyata sehingga peserta pelatiharn belajar, berpikir kritis, dan terampil memecahkan masalah dan mampu mendukung pengembangan keterampilan teknis serta perolehan pengetahuan yang mendalam. Metode pembelajaran project based learning ini memfokuskan pada: a. pemecahan masalah nyata; b. kerja kelompok; c. umpan balik; d. diskusi; e. laporan akhir. Dalam praktiknya, peserta pelatihan didorong untuk lebih aktif terlibat dalam materi pelajaran dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis sehingga peserta berlatih melakukan penyelidikan dan inkuiri. Prosedur Pembelajaran dengan Metode Project Based Learning 1. Prosedur Pembelajaran Bisnis dengan Metode Project Based Learning Prosedur pembelajaran bisnis dengan metode project based learning, menurut Linda Torp dan (Sage, 2002) dapat digambarkan dalam alur mulai dari penyampaian masalah kepada peserta pelatihan sampai dengan kegiatan evaluasi kinerja yang dicapai, mencakup sebagai berikut: a. melatih kemampuan mengambil keputusan solusi tepat dari permasalahan yang dihadapi; b. melatih peserta pelatihan untuk bekerja sama secara teamoork dengan anggota kelompoknya;

















BAB 13
MODEL PENULISAN KERTAS KERJA DAN PRESENTASI DIKLATPIM
Pendidikan dan pelatihan jabatan diselenggarakan dalam rangka memenuhi tuntutan untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance). Untuk itu, diperlukan PNS yang memiliki kompeterısi jabatan. Sasaran Diklat jabatan PNS adalah terwujudnya PNS yang memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing. Kompetensi dimaksud adalah kemampuan dan karakterisitik yang dimiliki oleh seorang PNS, berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya sesuai dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab pejabat dalam penyelenggaraan kepemerintahan yang baik. Salah satu standar kompetensi yang perlu dimiliki sebagai pemangku jabatan tersebut adalah kemampuan "melakukan perencanaan, peng-organisasian serta merancang tindak lanjut yang diperlukan" Untuk mewujudkan standar kompetensi tersebut, peserta Diklat dilatih untuk menyusun "Kertas Kerja Perseorangan (KKP), yang merupakan Rencana Kerja Peningkatan Kinerja (RKPK)" Untuk meningkatkan kinerja diperlukan pula standar kompetensi lainnya, yaitu: "Menumbuh-kembangkan motivasi pegawai untuk mengoptimalkan kinerja unit organisasinya". Pada umumnya, kertas kerja bagi peserta Diklatpim merupakan hal terberat yang harus diselesaikan dalam waktu yang singkat dan harus diseminarkan di depan narasumber dan pembimbing.
A.  Konsep Penyusunan Kertas Kerja
1.         Pengertian Kertas Kerja Peseorangan Kertas kerja, seperti halnya makalah, adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan sesuatu berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-objektif. Akan tetapi, analisis dalam kertas kerja lebih mendalam daripada analisis dalam makalah (Arifin, 2003). Pada prinsipnya, kertas kerja sama dengan makalah. Kertas kerja dibuat dengan analisis lebih dalam dan tajam, ditulis untuk dipresentasikan pada seminar atau lokakarya, yang biasanya dihadiri oleh ilmuwan.
Pada 'perhelatan ilmiah' tersebut, kertas kerja dijadikan acuan untuk tujuan tertentu. Mungkin, kertas kerja 'dimentahkan karena lemah, baik dari susut analisis rasional, empiris, ketepatan masalah, analisis, kesimpulan, maupun kemanfaatannya. Adapun pengertian Kertas Kerja Perseorangan (KKP) adalah Kertas Kerja yang ditulis secara individual yang merupakan Rencana Kerja Peningkatan Kinerja (RKPK) yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi peserta (Lan RI, 2008: 6).
2.         Arti Penting dan Manfaat Penyusunan KKP Penyusunan KKP yang merupakan Rencana Kerja Peningkatan Kinerja (RKPK) ini mempunyai arti penting dalam"mengaktualisasikan keterampilan fungsi perencanaan dan pengendalian (Lan RI, 2008 Peserta mempunyai kesempatan untuk menerapkan teori/ prinsip-prinsip yang diperoleh selama diklat kernudian memadukan dengan pengalamannya selama memangku jabatan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. KKP hasil observasi lapangan (OL). Observasi ini bukan hanya aspek teknis substansi, tetapi temuan aspek administrasi, manajer serta kepemimpinan dalam penyelenggaraan kepemerintahan dan pembangunan bisa diperkaya dengan semua KKP diselesaikan sebelum observasi lapangan maka pengkayaan KKP dari temuan OL bisa dilakukan pada saat seninar KKP Memilih dan Menetapkan Isu Aktual Sebelum proses penyusunan KKP.
3.         Menetapkan Isu Aktual. Dasar pemilihan dan penetapan Isu Aktual adalah sebagai berikut. Sesuai dan terkait dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing peserta. Dengan kata lain, tidak keluar dari bingkai tugas dan fungsinya. Isu tersebut memenuhi empat kriteria berikut. 1. Aktual, yaitu benar-benar terjadi, sedang berlangsung, atau diperkirakan hampir pasti terjadi; Memiliki nilai kekhalayakan yang tinggi, yaitu menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak (masyarakat/ publik). Bisa juga merupakan keluhan atau ketidakpuasan masyarakat/publik atas pelayanan yang diberikan.
 2. Aparatur atau birokrasi; Memiliki nilai problematik, yaitu sangat urgen dan serius untuk segera diselesaikan. Jika tidak, hal tersebut berdampak lebih luas dan merugikan organisasi
3. Memiliki nilai kelayakan, artinya isu yang logis, pantas, realistis dan layak diselesaikan karena sesuai tugas pokok
4. Fungsi, kewenangan, dan tanggung jawabnya. Menjadi salah satu tujuan dan sasaran dalam Rencana Strategis (Eselon II) tempat peserta bertugas. Tujuan dan sasaran tersebut bermasalah atau dengan kata lain menjadi isu karena tingkat kinerjanya masih rendah dan menjadi sorotan masyarakat. Tujuan dan sasaran dalam Renstra tersebut menjadi tugas dan fungsi peserta, yaitu tujuan dan sasaran tersebut dilimpahkan oleh atasan langsungnya (Eselon II) kepada peserta menjadi tugas dan fungsi serta kewenangan, kewajiban, dan tanggung jawabnya. Dengan dasar pemilihan dan penetapan isu aktual, KKP ini diharapkan akan sangat bermanfaat untuk diaplikasikan/diterapkan setelah kembali ke unit kerjanya.
Jika peserta belum memiliki Renstra (Eselon II atasannya), atau sudah ada Renstra, tetapi tujuan dan sasaran tidak sesuai dengan kehendak peserta, dalam kesempatan penyusunan KKP/RKPK ini dapat merumuskan tujuan dan sasaran yang baru. Akan tetapi, bukan berarti belum memiliki kinerja pada saat sekarang. Perumusan Judul KKP Peserta berkonsultasi dengan Fasilitator/Widyarswara Pembimbing setelah mengisi formulir yang telah disediakan oleh Fasilitator/Pembimbing atau Panitia Penyelenggara untuk merumuskan usulan "JUDUL KKP". Narasi/pernyataan isu harus jelas. Sebaiknya narasi/pernyataan ditandai adanya unsur subjek, predikat, objek, dan keterangan.
1. Contoh ISU: "Rendahnya kualitas pelayanan umum aparatur pemerintah kepada masyarakat" Pada contoh ini, subjeknya adalah aparatur pemerintah predikatnya adalah pelayanan umum, objeknya yadalah masyarakat, keterangannya adalah masih rendahnya kualitas.
2. Non-Contoh ISU: BBM naik Kalimat ini tidak jelas karena tidak ada subjek, predikat, objek, dan kalimat ini hanya merupakan kata keterangan Isu Aktual sangat terkait dengan Muatan Teknis Substansi Lembaga (MTSL) dan dipengaruhi oléh kebijakan, peraturan perundang-undangan yang baru, baik skala nasional, lokal maupun instansi/lembaga masing-masing. Oleh karena itu, perlu disampaikan beberapa peraturan perundang-undangan baru yang sangat memengaruhi penyusunan KKP Perubahan berawal dari adanya amandemen UUD 45 dalam suatu rangkaian 4 (empat) tahapan perubahan yang diiaksanakan pada Sidang Umum MPR Th 1999, Sidang Tahunan 2000, 2001, dan 2002. Berdasarkan UUD tahun 1945 yang telah diamandemen, ada beberapa Undang-Undang yang telah dihasilkan oleh Pemerintah I, di antaranya yang mengatur masalah perencanaan" pembangunan, pengeiolaan keuangan, dan pemerintahan daerah" dalam kerangka otonomi daerah. Hal ini bersama DPR sangat memengaruhi penyusunan UU terkini yang penting dipahami pelaku birokrasi adalah: UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 11 ayat (5) menyebutkan, "Belanja Negara diperinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Pasal 14 ayat (2): "Rencana Kerja dan Anggaran sebagaimana dimaksud dalarn ayat (1) disusun berdasarkan "prestasi kerja" yang akan dicapai. Prestasi Kerja yang akan dicapai adalah "Target Kinerja Pasal 15 ayat (5) menyebutkan, "APBN yang telah disetujui DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Penyusunan dan Penetapan APBD diatur dalam BAB IV UU Nomor 17 tahurı 2003 Pasal 16 ayat (5) menyebutkan, "Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja." Berdasarkan UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Bab III Pasal 14 ayat (6) disebutkan: "Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/ lembaga diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP)." PP yang terbit adalah PP No. 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan PP No. 21 tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL). Pasal 19 ayat (2) menyebutkan: Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan berdasarkan "prestasi kerja" yang akan dicapai. Prestasi kerja yang akan dicapai adalah "Target Kinerja".