BAB
1
Kerangka
Dasar Pengembangan Sumber Daya Manusia : Melalui Pendidikan dan Pelatihan
A.
Konsep Pengembangan Sumber Daya
Manusia
Sumber daya manusia
merupakan elemen penting dalam organisasi melebihi modal, teknologi,dan uang.
Hal ini karena modal, teknologi, dan uang dikendalikan oleh manusia. Mengkaji
sumber daya manusia tidak lepas dari proses manajemen seperti : strategi
perencanaan, pengembangan manajemen, dan pengembangan organisasi.
Pada prinsipnya,
potensi manusia menyangkut dua aspek, yaitu aspek kuantitas dan kualitas. Aspek
kualitas hanya dapat dicapai dengan adanya pengembangan (pendidikan) sumber
daya manusia, karena merupakan suatu faktor yang mempengaruhi kehidupan.
Potensi manusia perlu
dikembangkan melalui proses pembangunan sumber daya manusia dalam rangka
terwujudnya manusia yang berkualitas dan pembangunan Negara Indonesia. Sasaran
yang dibangun adalah daya (usaha) yang bersumber dari manusia, dan manusia yang
menghasilkan daya pun harus dibangun dan dikembangkan.
1.
Pengertian Pengembangan Sumber Daya
Manusia
Menurut
Harrish dan Desimone (1992:2), bahwa pengembangan sumber daya manusia
mendefinisikan sebagai seperangkat aktivitas yang sistematis dan terencana yang
dirancang dalam memfasilitasi perorangan dengan kecakapan yang dibutuhkan dalam
tuntutan pekerjaan pada saat ini maupun masa yang akan datang. Sedangkan
menurut S.P Hasibuan (2000), bahwa pengembangan merupakan peningkatan kemampuan
teknis, teoritis, konseptual, dan moral seseorang sesuai dengan kebutuhan
pekerjaan melalui pendidikan dan latihan.
Berdasarkan
ahli di atas dapat kita simpulkan bahwa pengembangan sumber daya manusia
merupakan upaya dalam memberikan pendidikan dan pelatihan bagi seorang demi
meningkatkan kemampuan dalam bidang pekerjaannya untuk mencapai tujuan yang
hendak dicapai oleh organisasi (tempat bekerja). Upaya berupa aktivitas yang
dilakukan bukan hanya sekedar dalam aspek pendidikan dan pelatihan, tetapi juga
dalam aspek karier dan pengembangan berupa pengetahuan, kemampuan, serta sikap
dalam mencapai tujuan organisasi.
2.
Pentingnya Pengembangan Sumber Daya
Manusia
Pengembangan
sumber daya manusia dalam organisasi merupakan suatu kebutuhan dikarenakan
tuntutan dinamika lingkungan, perkembangan teknologi, atau perkembangan bisnis
yang terus berjalan. Pengembangan seseorang dalam organisasi merupakan suatu
keharusan dalam menjalani tuntutan pekerjaan, akibat kemajuan teknologi dan
ketatnya persaingan antar organisasi (Hasibuan, 1994: 75).
Pengembangan
SDM tidak lepas dari pengembangan organisasi secara keseluruhan, proses
pengembangan SDM dimulai dengan perencanaan strategi organisasi berkenaan
dengan jumlah sumber daya manusia dan jenis tenaga kerja yang dibutuhkan pada
masa yang akan datang. Penggunaan analisis dalam perencanaan strategi
pengembangan SDM dilakukan untuk mencapai kompetensi SDM yang dibutuhkan pada
saat ini maupun di masa yang akan datang, analisis kebutuhan pengembangan SDM
menurut Anwar Prabu, (2000: 46) antara lain :
a.
Analisis
Organisasi
Analisis
yang bertujuan untuk pengembangan bagian dari organisasi, penggunaan strategi
pengembangan yang dilakukan melalui survei mengenai sikap perorangan dalam
kepuasan kerja, persepsi perorangan, dan sikap perorangan terhadap
administrasi.
b.
Analisis
Tugas
Analisis
yang bertujuan untuk mengetahui kompetensi yang dibutuhkan peserta pengembangan
SDM dalam melaksanakan tugas secara efektif sebagai program pelatihan yang akan
dilaksanan.
c.
Analisis
Orang
Analisis
yang bertujuan untuk mengetahui perorangan yang harus dikembangkan melalui
penilaian kinerja sebagai faktor penentu dalam pengembangan SDM dalam
organisasi. Analisis ini difokuskan kebutuhan pelatihan bagi perorangan, dan
dapat dilakukan secara individu maupun kelompok.
3.
Tujuan Pengembangan Sumber Daya
Manusia
Pengembangan
ditujukan untuk memperbaiki efektivitas kerja dengan cara memperbaiki
pengetahuan, keterampilan, dan sikap individu terhadap tugas-tugasnya. Menurut
Sedarmayanti (1997: 157) bahwa tujuan pengembang dan latihan pada dasarnya
memperoleh tiga hal, yaitu menambah pengetahuan, keterampilan, dan mengubah
sikap.
Penjelasan
di atas menyatakan bahwa dengan dilaksanakan pengembangan SDM dapat memperbaiki
dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap terhadap tugas-tugasnya
(bertanggung jawab terhadap organisasi) dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
secara efektif dan efiesen, serta peningkatan mutu pendidikan dalam jangka
panjang.
4.
Manfaat Pengembangan Sumber Daya
Manusia
Menurut
Castetter dalam buku Danim (2002: 35), mengemukakan bahwa manfaat pengembangan
perorangan, diantaranya adalah :
a.
Peningkatan
performansi personel sesuai dengan kedudukan,
b.
Pengembangan
keterampilan personel untuk mengantisipasi tugas baru yang bersifat reformasi,
dan
c.
Memotivasi
pertumbuhan diri personel untuk menciptakan kepuasan kerja secara individual.
Hal
senada diungkapkan oleh Manullang (1973: 15) bahwa manfaat pengembangan
personel dapat dilihat dari dua segi, yaitu
1.
Segi
personel yang dikembangkan seperti meningkatnya kemampuan personel, mampu
mengambil keputusan yang lebih baik, timbulnya motivasi dalam mengembangan diri,
dan meningkatnya kepuasan kerja, dan
2.
Segi
organisasi seperti meningkatnya produktivitas personel, mengurangi biaya
pengeluaran, dan turn over (tidak
memperbaiki kinerja) personel.
B.
Landasan dan Dasar Pengembangan
Sumber Daya Manusia
1.
Landasan Pengembangan Sumber Daya
Manusia
Pengembangan
sumber daya manusia merupakan pengembangan perorangan dalam organisasi dalam
rangka memajukan organisasi. Proses pengembangan dalam konteks ini dilakukan
secara berlanjut sesuai dengan perkembangan masa dan teknologi. Maka dari itu
pimpinan dapat mengambil kebijakan dalam program pelatihan dan pengembangan
yang berkelanjutan dan sesuai dengan kebutuhan masa.
2.
Dasar Pengembangan Sumber Daya
Manusia
Pengembangan SDM yang
dilaksanakan menurut Prasetya (2002) didasarkan pada kesepakatan pemahaman
sebagai berikut :
a.
Pengembangan
SDM dapat dilakukan melalui jalur diklat seperti mengikuti kegiatan seminar,
lokakarya, dll. Sedangkan jalur non diklat seperti promosi jabatan, pemberian
bonus, teguran dan hukuman.
b.
Pengembangan
SDM merupakan suatu proses yang tidak dengan cepat dirasakan hasilnya, namun
membutuhkan waktu dan mampu dirasakan oleh personel dalam organisasi hasilnya.
c.
Pengembangan
SDM merupakan Investasi jangka panjang yang dapat dirasakan dari waktu ke waktu,
pengeluaran dalam proses tidak diartikan sebagai pengeluaran yang sia-sia.
C.
Jenis dan Jalur Pengembangan
Sumber Daya Manusia
a.
Jenis Pengembangan Sumber Daya
Manusia
Menurut
Hasibuan (2003: 72-73), bahwa jenis Pengembangan sumber daya manusia terbagi
atas dua macam, yaitu :
1.
Pengembangan
Informal, yaitu personel yang memiliki keinginan dan usaha sendiri dalam
melatih dan mengembangkan dirinya dengan mempelajari buku literatur sesuai
dengan pekerjaannya, ataupun mengikuti kegiatan informal misalkan kegiatan
seminar, lokakarya, dll.
2.
Pengembangan
Formal, yaitu personel ditugaskan oleh organisasi untuk mengikuti pendidikan
dan pelatihan yang dilaksanakan organisasi maupun lembaga pendidikan dan
pelatihan.
b.
Jalur Pengembangan Sumber Daya
Manusia
Berdasarkan pendapat
Danim (2002), bahwa jalur Pengembangan SDM dapat dilaksanakan dalam dua jalur,
yaitu :
1.
Pendidikan Prajabatan (Preservice Education)
Menurut
UU No. 8 tahun 1974 pasal 31 tentang pokok-pokok kepegawaian adalah suatu
pendidikan atau latihan yang diberikan kepada calon Pegawai Negeri Sipil (PNS),
dengan tujuan agar terampil melaksanakan tugas yang akan dipercayakannya.
Kegiatan
pendidikan prajabatan merupakan istilah yang lazim digunakan lembaga pendidikan
dalam menyiapkan calon tenaga kerja yang hendak meniti karier dalam bidang
pendidikan.
2.
Pendidikan dalam Jabatan (Inservice Education)
Pendidikan
dalam jabatan merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh petugas pendidikan
untuk meningkatkan mutu kerja yaitu kemampuan profesional dalam menjalankan
tugas. Pendidikan dalam jabatan sering disebut juga pendidikan, pelatihan, dan
pengembangan. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap perorangan dalam menjalankan tugas.
BAB
2
Manajemen
Sistem Pendidikan dan Pelatihan
A.
Konsep Dasar Manajemen Sistem
Kepelatihan
1.
Esensi Manajemen dalam Sistem
Pelatihan
Pelatihan
adalah sebuah sistem yang di dalamnya terdapat komponen antara satu sama lain
saling berinteraksi dalam mencapai tujuan kegiatan pelatihan dengan melibatkan sejumlah
unsur pendukung yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan pelatihan secara
optimal.
Kegiatan
pelatihan harus dikelola dengan baik mulai dari adanya kegiatan, identifikasi
kebutuhan, pembuatan program, pengorganisasian pelaksanaan, dan evaluasi
pelatihan secara sistematis.
2.
Batasan Sistem Pendidikan dan
Pelatihan
Pendidikan
dan pelatihan adalah upaya untuk pengembangan sumber daya manusia, terutama
untuk pengembangan aspek kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Berikut
ini perbedaan istilah pendidikan dan pelatihan dapat dilihat di bawah ini :
Tabel Perbedaan Istilah Pendidikan dan Pelatihan
No.
|
Aspek
|
Pendidikan
|
Pelatihan
|
1
|
Pengembangan
kemampuan
|
Menyeluruh (over all)
|
Mengkhusus (specific)
|
2
|
Area kemampuan
(penekanan)
|
Kognitif,
afektif, dan psikomotor
|
Psikomotor
|
3
|
Jangka waktu
|
Panjang (long term)
|
Pendek (short term)
|
4
|
Materi
|
Lebih umum
|
Lebih khusus
|
Pendidikan memiliki
ruang lingkup yang lebih luas, berlangsung sepanjang hayat, menggunakan metode
konvensional, dan akhir dari kegiatan pendidikan untuk mendapatkan gelar.
Sedangkan pelatihan memiliki ruang lingkup yang lebih terbatas sesuai dengan
tuntutan kebutuhan pada saat ini (sesuai dengan waktu).
3.
Program Pendidikan dan Pelatihan
Menurut
Mangkuprawira (2003) dalam buku Michael R. Carrel dan Robert D. Hatfield bahwa
program pelatihan dibagi menjadi dua, yaitu :
a.
Program
pelatihan umum dan spesifik, merupakan pelatihan yang mendorong karyawan untuk
memperoleh keterampilan sesuai dengan jenis pekerjaan.
b.
Pendidikan
karyawan, merupakan syarat kualifikasi pelatihan umum berupa keahlian dasar
meliputi kemampuan membaca dan menulis serta memimpin rapat.
Selain
kedua program pelatihan di atas terdapat pula pelatihan khusus yang mendorong
karyawan memperoleh informasi dan keterampilan yang sudah sesuai dengan bidang
pekerjaannya, misalkan penyusunan anggaran keuangan organisasi maka pelatihan
yang harus dilaksanakan adalah pelatihan penyusunan anggaran keuangan dalam
pekerjaan.
B.
Prinsip-prinsip dan Sistem
Pendidikan dan Pelatihan
1.
Prinsip Umum
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan pada saat ini
merupakan suatu keharusan yang dilakukan oleh organisasi sebagai investasi
jangka panjang dalam perkembangan teknologi dan tantangan masa yang akan
datang. Pendidikan dan pelatihan yang terencana secara teratur akan
meningkatkan kemampuan dan keterampilan kerja dan mengarahkan pada peningkatan
produktivitas kerja.
Terdapat
beberapa prinsip dalam pendidikan dan pelatihan di antaranya adalah diklat
sebagai penyempurna, diklat sebagai pelayanan kemajuan IPTEK, diklat sebagai
wahana promosi, diklat sebagai pemenuh aspirasi masyarakat, diklat sebagai
pemasuk ide inovatif, diklat sebagai pengembang keterampilan, diklat sebagai
perantara pendidikan seumur hidup, dan diklat sebagai pembentuk etos kerja
bermutu.
2.
Prinsip Khusus
Pengetahuan, pemahaman, sikap, dan keterampilan atas
sesuatu diperoleh melalui proses belajar. Proses belajar dapat dilakukan dengan
sengaja dan tanpa rencana, belajar diperlihatkan melalui perubahan tingkah laku
sebagai hasil pengalaman melalui interaksi dengan lingkungan dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup.
Keberhasilan pembelajaran menurut Sudjana (1983: 29)
bahwa dipengaruhi oleh trikondisi
pendidikan, yaitu konsisten (pendidikan harus sesuai dalam pengembangan
potensi), konvergensi (pendidikan berlandaskan kebenaran), dan Kontinuitas
(pendidikan harus ditempuh dan berkelanjutan).
3.
Sistem Pelatihan
Pelatihan berbasis kompetensi diperlukan karena
secara konvensional pelatihan ini hanya menghasilkan peserta pelatihan yang
memiliki pengetahuan tentang hal yang akan dilakukan, peserta pelatihan tidak
hanya mengetahui secara namun juga dituntut dapat menuangkan pengetahuannya
dalam bidang pekerjaan.
Pelatihan berbabasis kompetensi untuk karyawan
difokuskan pada kinerja aktual, khususnya kinerja organisasi. Sistem ini berorientasi
sesuai dengan standar yang dilakukan industri dalam kinerja unggul yang
dikaitkan dengan keterampilan lunak dan kompetensi lunak.
Model pelatihan tradisional, setiap peserta akan
mengikuti pelatihan yang sudah dirancang, kemudian agar kinerja pembelajaran
dapat diketahui, peserta melakukan pre
dan post test, kemudian selesai
pelatihan para peserta mendapatkan sertifikat atau piagam.
C.
Komponen Program Pelaksanaan Diklat
Sebagai
penunjang diselenggarakannya program diklat komponen di bawah ini antara lain:
1.
Tujuan
(penyusunan perencanaan yang disesuaikan dengan tujuan akhir diklat),
2.
Materi
(keseluruhan topik yang dibahas dalam diklat harus dikaitkan tujuan),
3.
Metode
(cara penyampaian materi agar tersampaikan kepada peserta diklat),
4.
Media
(alat penunjang untuk mencapaikan materi kepada peserta diklat),
5.
Instruktur
(penyaji materi dalam program diklat), dan
6.
Evaluasi
(penentuan nilai maupun manfaat kegiatan program diklat).
BAB
3
Rancangan
dan Pengembangan Program Pendidikan dan Pelatihan
A.
Konsep Perancangan Program
Pelatihan
1.
Pengertian Perencanaan Program
Perencanaan
yaitu fungsi manajemen yang berhubungan dengan pemilihan dari sekumpulan
kegiatan dan pemutusan tujuan, kebijaksanaan serta menjawab berbagai pertanyaan
guna menunjang pelaksanaan program yang dilakukan. Kebutuhan akan perencanaan
semakin hari semakin meningkat, dan peningkatan tersebut memiliki akibat
potensial terbesar terhadap sukses dan gagalnya suatu program kegiatan.
2.
Prinsip-Prinsip Perencanaan Diklat
Menurut Soebagio Atmodiwirio
(2002:56), ada tiga unsur penting dalam setiap rancang bangun diklat yang perlu
diperhatikan dalam upaya meningkatkan kegiatan diklat bagi setiap individu,
yaitu :
a. Tujuan (apa yang harus
dicapai)
b. Metode (cara mencapai
tujuan)
c. Format (dalam keadaan
bagaimana penentuan rancang bangun yang ingin dicapai)
Prinsip-prinsip
perencanaan pelatihan menggambarkan banyaknya aktivitas perancanaan agar
menghasilkan rancangan desain pelatihan yang utuh, menggambarkan keseluruhan
proses, strategi, fasilitas dan berbagai langkah yang harus dilaksanakanoleh
semua sumber daya pelatihan.
3.
Komponen Perencanaan Diklat
Menurut Veithzal Rivai
(1992: 233-234) kebutuhan diklat dapat digolongkan menjadi (a) kebutuhan
memenuhi kebutuhan sekarang, (b) memenuhi kebutuhan tuntutan jabatan lainnya,
dan (c) untuk memenuhi tuntutan perubahan.
a.
Identifikasi Kebutuhan
Identifikasi kebutuhan dapat dikatakan
sebagai proses menganalisis sumber yang menimbulkan dorongan untuk mengadakan
diklat.
Proses pengidentifikasian kebutuhan
penting karena dengan adanya proses ini akan diperoleh data dan informasi yang
dijadikan dasar atau pedoman bagi penentuan tujuan penyengelaraan
program-program pelaihan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.
b.
Analisis Kebutuhan
Menurut Soebagio
Atmodiwirio (2002: 88), “Anaisis kebutuhan adalah tonggak dari suatu pendidikan
dan pelatihan, menyiapkan informasi dengan justifikasi yang cocok atau tidak
untuk pengembang pembelajaran.”
Proses identifikasi kebutuhan
mutlak dilakukan agar penyelenggaraan program diklat berjalan dengan efektif
sehingga mampu menjawab persoalan tugas-tugas organisasi.
c.
Tujuan Analisis Kebutuhan
Proses menganalisis
kebutuhan tentunya memiliki tujuan-tujuan yang akan mempermudah dalam
merencanakan sebuah program diklat.
Proses analisis kebutuhan
sangat dibutuhkan agar penentuan komponen-komponennya tidak sia-sia karena
sudah direncanakan dengan matang sebelumnya.
Menurut
Soebagio Atmodiwirio (2002: 88), langkah-langkah dalam proses analisis
kebutuhan, diantaranya:
1.
mengidentifikasi
dan menggambarkan kesenjangan pelaksanaan kerja;
2.
menentukan
sebab-sebab kesenjangan;
3.
mengidentifikasi
kesenjangan pelaksanaan kerja yang didasarkan pada kurangnya pengetahuan dan
keterampilan;
4.
menentukan
bahwa diklat adalah solusi yang mungkin;
5.
merekomendasikan
solusi;
6.
menggambarkan
tentang peran atau pelaksanaan tugas.
d.
Pendekatan dalam Identifikasi
Kebutuhan
Salah satu upaya
untumencapai program pendidikan dan pelatihan yang baik dan tepat sasaran
adalah dengan melakukan pendekatan yang tepat terhadap analisis kebutuhan.
Menurut Suryana
Soemanrti (2001 :12), pendekatan dalam penentuan kebutuhan pelatihan atau
diklat ada tingkat organisasi, jabatan/tugas/pekerjaan, dan individu dapat
dilaksanakan melalui tiga kagiatan analisis berikut.
1.
Analisis
Organisasi
Analisis organisasi
merupakan pemerksaaan terhadap jenis-jenis pemasalahan yang dialami oleh
organisasi dan menyediakan informasi dalam penyusun profil sebuah organisasi
sehingga diketahui keadaan sebenarnya dari suatu organisasi.
2.
Analisis
Tugas/Jabatan
Analisis tugas/jabatan
adalah informasi tertulis mengenai perkerjaan apa saja yang harus dikerjakan
dalam suatu perusahaan untuk mencapai tujuan.
3.
Analisis
Individu
Analisis individu
adalah analisis kebutuhan yang dilaksanakan untuk menjawab pertanyaan tentang
siapa yang memerlukan pelatihan dan jenis pelatihan apa yang diperlukan.
B.
Model, Pendekatan, dan Kriteria
Rancang Bangun Diklat
1.
Model Pusdiklat Depdiknas
Beberapa
model rancang bangun akan dapat memudahkan dalam penerapan ataupun pelaksanaan
suatu latihan, antara lain:
a.
Model Pusdiklat Depdiknas
b.
Model ELC
Model ini pada dasarnya
adalah metode berlatih secara induktif, yyaiu membangun konsep dari pengalaman
empiris untuk mengembangkan teori dan prinsip-prinsip dari pengalaman.
2.
Pendekatan dalam Perencanaan
Program Diklat
a.
Pendekatan
dilakukan agar gagasan perencanaan mengenai program diklat dalam pola kegiatan
yang dapat dilaksanakan dengan baik.
b.
Untuk
merancang bangun diklat perlu ditetapkan pendekatan yang akan digunakan. Dengan
demikian, perusahaan akan lebih efektif dan efisien dalam menciptakan kegiatan diklat secara berurutan.
Soebagio Atmodirwio
(2002: 63), menjelasan tentang beberapa pedekatan dalam merancanakan sebuah
program diklat, yaitu pendekatan siklus dan pendekatan sistem.
a.
Pendekatan Siklus
Pendekatan
ini tidak berbeda dengan pendekatan lainnya, tetapi titik berat pendekatan ini
adalah pada sikus yang teratur dari setiap kegiatan.
Siklus
ini berjalan berdasarkan kepentingan utama kegiatan, setiap tahap kegiatan
harus berjalan secara siklus.
b.
Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem
dilihat dari sudut pembelajaran adalah cara yang sistematis untuk
mengidentifikasi mengembangkan, dan mengevaluasi sekumpulan bahan dan strategi,
bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan yang khusus (Paul Twekker, Floyd. D
Urbal and James A. Buch, 1972).
Pendekatan sistem
berupaya mengungkapkan perlunya pemahaman tentang perilaku sistem yang
merupakan subsistem dan saling berkaitan sau sama lain.
C.
Sistem Rancang Bangun dan Evaluasi
Pendidikan dan Pelatihan
1.
Rancangan Bahan Diklat
Dalam Peraturan Kepala Lembaga
Administrasi Negera Nomor 3 tahun 2010 disebutkan bahwa ragam bahan diklat
sangat beragam, yaitu :
1)
Rancangan
Bangunan Pembelajaran Mata Diklat (RBPMB) dan Rencana Pembelajaran (RP),
2)
Modul,
3)
Bahan
Ajar,
4)
Bahan
Tayang, dan
5)
Soal
Ujian.
2.
Rancangan Bangun Pembelajaran Mata
Diklat (RBPMD) dan Rencana Pembelajaran (RP)
a.
Rancangan Bangun Pembelajaran Mata
Diklat dan Rencana Pembelajaran
Menurut Peraturan
Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 3 tahun 2010, bahwa RBPMD adalah pokok
pembeajaran dari mata diklat yang disusun secara sistematis dan mencakup
deskripsi singkat mata diklat, tujuan pembelajaran, bahan, serta tahapan
kegiatan pembelajaran.
RP adalah rincian satu
set pembelajaran untuk lingkup satu atau beberapa kali pertemuan yang disusun
secara sistematis dan mencakup deskripsi singkat mata diklat, tujuan
pembelajaran, materi pokok, metode dan
media, sumber bahan, serta tahapan kegiatan pembelajaran.
b.
Bahan Ajar
Menurut Peraturan Kepala Lembaga Administrasi
Negera Nomor 3 tahun 2010, bahwa bahan ajar adalah materi pelengkap modul
berbentuk tulisan yang dibagikan kepada peserta dan digunakan oleh widyaiswara
dalam proses pembelajaran guna mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan.
3.
Pengembangan Desain Pembelajaran
Berbagai Model
Desain
pembelajaran merupakan proses keseluruhan tentang kebutuhan dan tujuan belajar
serta sistem penyampaiannya. Menurut Suparman, Atwi (2010), bahwa terdapat
beberapa model desain pembelajaran yang menggunakan pendekatan antara lain :
model ADDIE, model ASSURE, model Dick and Carey, model PPSI, model AT dan T,
model Degeng, model Pengembangan Instruksional (MPI), model Gerlach dan Ely,
model Kemp, model ISD, dan sebagainya.
4.
Sistem Evaluasi Program Pendidikan
dan Pelatihan
a.
Pengertian Evaluasi
Evaluasi adalah proses pengumpulan data
yang sistematis untuk mengukur efektivitas program diklat (The Trainer’s Library, 988). Suatu kegiatan evaluasi diharapkan
dapat mengukur keberhasilan dari tujuan diklat yang telah ditetapkan dapat
tercapai.
b.
Tujuan dan Manfaat Evaluasi
Pendidikan dan Pelatihan
1)
Tujuan Evaluasi Diklat
Menurut
Suharsimi Arikunto (1986: 11), menyatakan bahwa evaluasi atau penilaian
dimaksudkan untuk mengetahui ketercapaian suatu program berhasil diterapkan.
2)
Manfaat Evaluasi Diklat
Menurut
Soebagio Atmodiwirio (2002: 270), menyatakan bahwa manfaat evaluasi pendidikan
dan pelatihan antara lain : (a) memperoleh informasi tentang kualitas dan
kuantitas, (b) pelaksanaannya program pendidikan dan pelatihan, (c) mengetahui
relevansi program pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan instansi yang
bersangkutan, dan (d) membuka kemungkinan yang memperbaiki dan menyesuaikan
program pendidikan dan pelatihan dengan perkembangan keadaan.
D.
Tahapan Penyusunan Perencanaan
Diklat
Don Clark dala Archive
(2007), menegaskan tahap rancang bangun merupakan lanjutan dari tahap analisis
yang terdiri atas lima langkah yaitu
1.
Menentukan Perilaku Awal Peserta
Diklat (Entry Behavior)
Perilaku
awal peserta didik (entry behavior)
adalah sejumlah kemampuan (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) yang telah
dimiliki pada saat akan mengikuti program pembelajaran.
Perancangan
pembelajaran bisa memanfaatkan dari hasil penggalian informasi perilaku peserta
diklat sesuai dengan fokus program pembelajaran yang akan dirancang.
2.
Menentukan Tujuan Pelatihan (Objectives)
Aspek perilaku awal peserta diklat lebih pada unjuk
kerja (performance) yang ditampilkan,
aspek karakteristik peserta diklat lebih menekankan pada minat, motivasi,
kebiasaan, riwayat kesehatan, kesenangan, lingkungan sosial budaya, bahasa, dan
faktor lainnya (internal dan eksternal).
3.
Merumuskan Langkah Kegiatan
Pelatihan
Setelah
jelas tujuan dari pelatihan, langkah berikutnya adalah penyusunan langkah
kegiatan yang akan dilakukan selama pelatihan berlangsung agar mengantarkan
peserta mencapai tujuan pelatihan. Menurut Soebagio Atmodiwirio (2002:
232-242), tahap pelaksanaan dapat dibagi dalam tiga langkah yaitu (a)
pembukaan, (b) pelaksanaan, dan (c) penutupan dan pelaporan.
4.
Pemilihan Dan Penentuan Alat
Evaluasi Diklat
Evaluasi
diklat dimulai dari pernyataan tujuan diklat yang jelas, tujuan yang jelas
tidak akan membingungkan apabila dibuat sasaran diklat yang lebih spesifik.
Evaluasi berfungsi untuk mengetahui derajat efektivitas program, validitas luar
dalam instrument pengukuran, dan efektivitas instruksional.
5.
Penentuan Struktur dan Urutan
Materi Diklat
Langkah terakhir adalah
menentukan struktur dan urutan materi yang harus diberikan pada peserta, antara
lain:
a.
Merumuskan Materi Diklat
Materi
diklat adalah keseluruhan topik yang dibahas dalam diklat yang akan
berlangsung, menurut R. Ibrahim dan Nana Syaodih (1991: 69), menyatakan bahwa:
(a) materi yang dibahas harus berkaitan dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya, dan (b) rumusan materi harus tersusun sesuai struktur materi yang
terintegrasi memenuhi kebutuhan peserta (pengetahuan, sikap kerja, dan
keterampilan).
b.
Penentuan Metode Diklat
Program
pembelajaran dalam diklat mencapai tujuan yang ditetapkan, maka penyampaian
materi harus menggunakan metode, metode pelatihan adalah teknik komunikasi yang
digunakan oleh tenaga pelatih dalam menyajikan dan melaksanakan proses
pembelajaran pada program pelatihan.
c.
Pemilihan Media Diklat
Media dalam program
diklat dapat dikatakan sebagai pelengkap dalam penggunaan metode pembelajaran
(Penunjang proses pembelajaran). Peran media pada program diklat adalah
meningkatkan, mendukung, mengarahkan perhatian pada peserta tentang keterampilan
dan pengetahuan terhadap materi yang sedang disajikan.
BAB 4
Mekanisme proses pelayanan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan
Pendidikan dan
pelatiha diselenggarakan oleh lembaga diklat secara professional untuk menjawab
kebutuhan kompetisi aparatur yang berguna dalam rangka meningkatkan kinerja
individu dan organisasi.
A.
Konsep
Kinerja Pelayanan Pendidikan dan Pelatihan
1.
Pengertian
kinerja.
Kinerja atau performance lembaga / pelayanan diklat adalah
hasil kerja yang dapat dicapai oleh karyawan. Ada hubungan erat antara kinerja
individu dengan kinerja organisasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
kinerja pegawai yang baik ditunjukkan dengan keahlian yang tinggi dan kesediaan
pegawai untuk bekerja sesuai gaji atau upah yang terdapat dengan perjanjian
serta mempunyai harapan dan masa depan yang lebih baik.
2.
Tujuan
dan Sasaran Layanan Diklat.
Tujuan diklat menutu Peraturan pemerintah No. 14 Tahun 1994 adalah
untuk :
a.
Meningkatkan
kesetiaan dan ketaatan PNS kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah
RI.
b.
Menanamkan
kesamaan pada pola piker yang dinamis dan bernalar.
c.
Memantapkan
semangat pengabdian.
3.
Faktor-faktor
Pendukung Pelayanan Pendidikan dan Pelatihan.
a.
Perumusan
tujuan dan pembelajaran.
b.
Peserta
diklat.
c.
Fasilitas
pembelajaran.
B.
Upaya
Peningkatan Pelayanan Diklat
1.
Unsur
Aparatur Penyelenggara Diklat.
Widyaiswara
sebagai pengajar harus memerhatikan prinsip pengajaran, antara lain :
a.
Memerhatikan
hubungan antara minat dan nilai yang dimilki oleh peserta didik.
b.
Dapat
mendemonstrasikan model tingkah laku baru yang dapat disaksikan dan ditiru oleh
peserta didik.
c.
Menerapkan
komunikasi terbuka.
Widyaiswara merupakankelompok
fungsional yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembentukan sikap
mental dan kualitas inteklektualitas sasaran didik.
1.
Tugas
widyaiswara adalah memfasilitasi sasaran didik dalam meningkatakan pengetahuan
dan keterampilanya.
2.
Kualitas
widyaiswara sangat memengaruhi kualitas sasaran didik.
3.
Kepribadian
yang dimiliki widyaiswara harus mencerminkan kesederhanaan, tetapi menjunjung
tinggi disiplin dan sportivitas.
4.
Kompetensi
kerjanya, widyaiswara harus memiliki kemampuan minimal setara dengan jenjang
jabatanya.
5.
Kondisi
kualitas widyaiswara yang ada juga akan menentukan mutu hasil pekerjaan dalam
hal program diklat.
2.
Hubungan
penyelenggara (Officer) dan widyaiswara (Trainers)
a.
Penyelenggara
diklat berperan mengatur seluruh pengelolaan proses latihan mulai dari
persiapan sampai pelaporan.
b.
Penyelenggara
diklat juga mengatur kesiapan kesekretariatan, akomodasi dan konsumsi peserta
diklat.
3.
Upaya
Peningkatan Mutu Diklat.
Peningkatan mutu penyelenggaraan diklat dilakukan melalui
pengembangan profesionalisme widyaiswara dan staf penyelenggara diklat,
disertai dengan penciptaan sistem kerja yang menjamin kebersamaan dan keteraturan
kerja.Untuk mewujudkan widyaiswara dan staf yang professional, dapat ditempuh
dengan berbagai upaya seperti meningkatkan frekuensi pelatihan, baik
berupa Trainning of trainers dan
pelathian lain yang diselenggarakan oleh lembaga lain.
Perlu disadari bahwa setiap widyaiswara karena bergerak di bidang
pendidikan dan pelatihan harus berjiwa mendidik.
C.
Prosedur
dan Manajemen Pelatihan.
Sebagai suatu proses, menurut Davies
(1976), istilah manajemen atau pengelolaan pelatihan berkaitan dengan trisula
aktivitas, yakni, perencanaan pelaksanaan, dan evaluasi. Daur manajemen
pelatihan merupakan “Pendekatan Pelatihan Sistematis”. Langkah prosedur
pengelolaan pelatihan secara hierarkis dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Identifikasi
dan Analisis Kebutuhan Pelatihan.
Sebagai langkah
awal “mengelola program pelatihan” adalah penjagaan dan analisis kebutuhan
pelatihan, baik kebutuhan pelatihan yang bersifat kelembagaan, kesatuan unit
dalam lembaga, maupun kebutuhan pelatihan yang bersifat individu.
b.
Menguji
dan Analisis jabatan dan tugas
Secara umum menurut Davies (1976), analisis jabatan dan analisis
tugas dapat dilakukan dengan langkah-langkah :
a.
Menganalisis
uraian tugas.
b.
Menganalisis
spefikiasi tugas.
Adapun faktor-faktor yang perlu dipersiapkan adalah :
1.
Pengetahuan,
keterampilan, dan sikap.
2.
Metode.
3.
Organisasi/prosedur.
c.
Klasifikasi
dan menentukan dan peserta pelatihan.
Banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan peserta.
Semakin heterogen/beragam semakin tajam pula sudut pandang yang timbul karena
adanya berbagai “posisi” dalam melihat dan mempertimbangkan sesuatu.
d.
Merumuskan
tujuan pelatihan
Pada
dasarnya tujuan pelatihan menurut Benjamin Bloom, et al. (1971), dapat
dibedakan dalam tiga kategori pokok domain berikut.
1.
Cognitive
domain, yaitu tujuan pelatihan yang
berkaitan dengan mengingkatan pengetahuan peserta.
2.
Affective
domain, yaitu tujuan pelatihan yang
berkaitan dengan sikap dan tingkah laku.
3.
Psychomototic domain,
yaitu tujuan pelatihan yang beraitan dengan keterampilan peserta diklat.
e.
Evaluasi
program pelatihan.
Evaluasi
pelatihan dilakukan dengan tujuan:
1.
Menemukan
bagian-bagian dari sesuatu
2.
Member
kesempatan pada peserta untuk menyumbangkan pemikiran dan saran.
3.
Mengetahui
dampak kegiatan pelatihan.
D.
Implementasi
Pengembangan Program Pelatihan.
Impelementasi program pelatihan dan
pengembangan berfungsi sebagai proses transformasi. Para tenaga kerja yang
tidak terlatih diubah menjadi karyawan yang berkemampuan dan berkualitas dalam
bekerja sehingga dapat diberikan tanggung jawab lebih besar. Langkah-langkah
umum yang digunakan dalam pengembangan program pelatihan, seperti dikemukakan
oleh William, B Werther (1989:287) yang pada prinsipnya meliputi hal-hal
berikut.
a.
Penilaian
Kebutuhan (Need Assesment)
b.
Pelaksanaan
Program.
c.
Evaluasi
Penilaian Program
BAB 5
Metode Pembelajaran dalam Pendidikan Pelatihan
Pelatihan merupakan bentuk
pembelajaran yang bermuara pada perubahan sehingga seorang pelatih
bertanggungjawab terhadap terjadinya perubahan sikap dan perilaku orang-orang
yang dilatih. Karena sikap manusia dan prosesnya yang dinamis, pelatih harus
terlibat di dalamnya sebagai orang dan sebagai pribadi, bukan teknisi yang
bersifat mekanistis.
A.
Konsep
Metode Pendidikan dan Pelatihan.
Metode
berasal dari bahasa Yunani yaitu methods yang berarti cara atau jalan
yang ditempuh. Kamus besar bahasa Indonesia mengartikan methode sebagai
cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna mencapai
tujuan yang ditentukan.
Metode
pendidikan pelatihan adalah metode pembelajaran dalam pendidikan dan pelatihan
dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana
yang sudah disususn dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai
tujuan pembelajaran.
B.
Metode
Pelatihan.
Menurut
Cherrington (1995:358), metode dalam pelatihan dibagi dua, yaitu on the job
training dan off the job training. On the job training lebih
banyak digunakan dibandingkan off the job training. Hal ini disebabkan
karena on the job training lebih focus pada peningkatan produktivitas
secara cepat.
1.
Model
On the Job Trainning.
Pelatihan
diberikan pada saat karyawan bekerja. Sambil bekerja seperti biasa, karyawan
memperoleh pelatihan sehingga dapat memperoleh umpan balik secara langsung dari
pelatihanya (Handoko, Dessler, 2009:285)
a.
Bentuk
pelatihan On the job training
1. Job instruction training
Job
instruction training merupakan
bentuk pelatihan yang memerlukan analisis kinerja pekerjaan secara teliti.
2.
Apprenticeship
Apprenticeship merupakan bentuk pelatihan yang mengarah pada proses penerimaan
karyawan baru yang bekerja bersama dan di bawah bimbingan praktisi yang ahli
untuk beberapa waktu tertentu.
3.
Internship
dan assistantships
Internship
dan assistantships merupakan bentuk pelatihan yang hampir
sama dengan pelatihan apprenliceship. Hanya, pelatihan ini mengarah pada
kekosongan pekerjaan yang menuntut pendidikan formal yang lebih tinggi.
4.
Job
Rotation dan Transfer.
Job Rotation dan Transfer
adalah proses belajar untuk mengisi kekosongan dalam manajemen dan teknikal.
5.
Junior
Boards dan Committee Assingments
Junior Boards dan Committee
Assingments merupakan alternative pelatihan dengan memindahkan peserta
pelatihan dalam komite.
6.
Couching
dan counseling
Couching dan counseling
merupakan bentuk pelatihan yang dilakukan di luar waktu kerja, dan
berlangsing di lokasi yang jauh dari tempat kerja, agar perhatian peserta lebih
terfokus.
2.
Model
Off the Job.
Model ini merupakan pelatihan yang dilakukan di luar waktu kerja,
dan berlangsung di lokasi yang jauh dari tempat kerja, agar perhatian peserta
lebih terfokus.
C.
Strategi
Metode Pembelajaran Diklat.
Metode
penyampaian pelatihan bergantung pada tujuan yang diinginkan. Menurut Karen
Lawson (1977), secara ringkas strategi pelatihan terdiri atas menambah
pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan menumbuhkan sikap (perilaku).
BAB 6
Media Pembelajaran dalam Pendidikan Pelatihan
Media pembelajaran merupakan salah
satu komponen pembelajaran yang mempunyai peran penting dalam proses
pendidikan. pada kenyataanya masih sering terabaikan dengan berbagai alasan,
antara lain terbatasnya waktu untuk membuat persiapan mengajar, sulitnya mencari
media yang tepat, tidak tersedianya biaya, dan lain-lain.
A.
Konsep
Media Pembelajaran
1.
Pengertian
Media Pembelajaran.
Menurut Boove (Dadang 2009), media adalah alat yang mempunyai
fungsi menyampaikan pesan. Media merupakan bentuk jamak dari medium yang
berasal dari bahasa latin yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar.
Media Pembelajaran secara umum adalah alat bantu proses dalam belajar mengajar.
Media pembelajaran dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemampuan atau keterampilan belajar sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar yang lebih efektif.
2.
Jenis-jenis
media pembelajaran.
Ada
enam jenis dasar dari media pembeljaran menurut Heinich and Molenda (2005)
(Dadang, 2009), yaitu sebagai berikut.
a.
Teks
b.
Media
Audio.
c.
Media
Visual.
d.
Media
Proyeksi Gerak.
e.
Benda-benda
tiruan atau miniatur.
B.
Pentingnya
Penggunaan Media dalam Proses Pendidikan dan Pelatihan.
Menurut Oemar Hamalik (2007:67), Pentingnya Media dalam Proses
Pendidikan dan Pelatihan adalah sebagai berikut.
a.
Banyak
konsep dalam bahan pelatihan yang memerlukan kesamaan perepsi bagi para
peserta.
b.
Dalam
bidang studi yang disampaikan pada pelatihan terdapat proses kerja yang sangat
lambat.
c.
Ada
hal-hal atau kejadian yang proses kerjanya sangat cepat sehingga sangat sulit
untuk diamati.
BAB 7
MODAL PENGEMBANGAN
PROGRAM PENDIDIKAN
PELATIHAN
Pelatihan
dan pengembangan SDM sangat diperlukan dalam organisasi. Fungsi manajemen
sumber daya manusi adalah training and
development untuk mendapatkan tenaga kerja yang baik dan tepat.
Dalam
intansi pemerintah, tenaga kerja yang akan menduduki jabatan baru, diwajibkan
mengikuti pelatihan dan pengembangan karier.
A. Konsep
Pengembangan Program Pendidikan dan Pelatihan
1. Pengertian
Pengembangan Program Pelatihan
Pengembangan diartikan
sebagai penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau yang
lebih tinggi dalam perusahaan.
Menurut PP No. 31 tahun
2006 tentang sistem Pelatihan Kerja Nasional, singkatnya, Pelatihan kerja
merupakan proses mengajar pengetahuan dan pengembangan keterampilan bekerja
agar sikap karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya
dengan baik sesuai standar.
2. Sasaran
Program Pengembangan Pelatihan
Menurut Syafaruddin (
2001:217 ), sasaran dan program pengembangan menyangkut aspek yang lebih luas.
Pengertian ini menunjukan bahwa fokus sasaran
pengembangan karier adalah ;
a. Peningkatan
kemampuan mental tenaga kerja
b. Pelatihan
dimaksudkan untuk pegawai pada tingkat bawah.
3. Tujuan
dan Manfaat Pelatihan dan Pengembangan
Tujuan
Pelatihan dan pengembangan adalah sebagai berikut.
a. Membekali,
meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja untuk meningkatkan kemampuan,
produktivitas, dan kesejahteraan;
b. Meningkatkan
produktivitas;
c. Meningkatkan
mutu tenaga kerja;
d. Meningkatkan
ketepatan dalam perencanaan SDM;
e. Meningkatkan
semangat kerja;
f. Menarik
dan menahan tenaga kerja yang baik;
g. Menjaga
kesehatan dan keselamatan kerja;
h. Menunjang
pertumbuhan pribadi ( personal growht )
Beberapa manfaat nyata dari program pelatihan dan
pengembangan adalah sebagai berikut ;
a. Manfaat
Umum
1. Meningkatkan
kuantitas dan kualitas produktivitas;
2. Mengurangi
waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar kinerja yang dapat
diterima;
3. Membentuk
sikap, loyalitas, dan kerja sama yang lebih menguntungkan;
4. Memenuhi
kebutuhan perencanaan sumber daya manusia;
5. Mengurangi
frekuensi dan biaya kecelakaan kerja;
6. Membantu
karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadinya;
b. Manfaat
bagi Perusahaan
1. Mengarahkan
karyawan dalam positif terhadap orientasi pada keuntungan;
2. Memperbaiki
pengetahuan dan keterampilan pada semua tingkat perusahaan;
3. Membantu
karyawan mengidentifikasi tujuan perusahaan;
4. Membantu
menciptakan citra perusahaan yang lebih baik;
5. Memperbaiki
hubungan antara atasan dan bawahan;
c. Manfaat
bagi individual
1. Membantu
individu dalam mengambil keputusan yang lebih baik dan pemecahan masalah yang
efektif;
2. Melalui
pelatihan dan pengembangan, pengubah motivasi dalam pengakuandan kemajuan
diinternalisasikan dan dilaksanakan;
3. Membantu
dalam mendorong dan mencapai pengembangan dan kepercayaan diri;
4. Menyediakan
informasi untuk memperbaiki pengetahuan kepemimpinan dan sikap.
d. Manfaat
untuk Personal, Hubungan manusia dan pelaksanaan kebijakan
1. Memperbaiki
komunikasi antara kelompok dan individual;
2. Membantu
orientasi untuk karyawan baru dan mendapatkan pekerjaan baru melalui pengalihan
atau promosi;
3. Menyediakan
informasi tentang kesempatan yang sama dan kegiatan yang disepakati;
4. Memperbaiki
keterampilan hubungan lintas personel;
5. Memperbaiki
kebijakan, aturah dan regulasi perusahaan yang dapat dilaksanakan;
4. Program
Pelatihan dan Pengembangan
Banyak jenis pendekatan
untuk pelatihan. Ada lima jenis pelatihan yang dapat diselenggarakan (
Simamora, 2006; 278 ), yaitu sebagai berikut.
a. Pelatihan
Keahlian ( Skils training )
b. Pelatihan
ulang ( Retraining )
c. Pelatihan
lintas fungsioanl
d. Pelatihan
tim
e. Pelatihan
krativitas
B.
Model
– model Program Pelatihan dan Pengembangan SDM
1.
Pelatihan
HRD
a. Esensi
Pelatihan HRD
Tugas dan peranan HRD secara umum adalah membangun
kapabilitas SDM di dalam organisasi serta meningkatkan motivasi dan
produktivitas mereka sehingga pada akhirnya visi, misi organisasi dapat
tercapai.
b. Tujuan
Pelatihan HRD
Pelatihan HRD bertujuan untuk
meningkatkanpengetahuan dan kemampuan tentang HRD sehingga dapat memberikan
kontribusi dalam kemajuan bidang HRD perusahaan dan berdampak baik pada
kemajuan perusahaan atau institusi.
c. Kategori
Pelatihan HRD
Beberapa menu pelatihan HRD dipilih sesuai dengan
kebutuhan perusahaan sebagai berikut;
1. Basic Human
Resource Management;
2. Advanced Human
Resource Management;
3. Assessment in
Organization;
4. Career &
Talent Management;
5. Coaching,
Counseling & Mentoring Technique For The Highest Level of Performance;
6. Competency
Mapping;
7. Competency-Based
Human Resources Management System;
8. Designing &
Evaluating Employee Satisfaction Survey;
9. Designing
Accurate Job Description;
10. Designing and
Conducting Performance Appraisal System;
11. HR Plainning and
Recruiting;
12. Human Resource
Audit;
13. Human Resource
legal;
14. Individual
Career Planning;
15. Job Analysis and
Evaluation;
16. Key Performance
Indicator;
17. Performance
Management;
18. Recruitment,
Interview And Selection
19. Remuneration
System;
20. Salery
Administration;
21. Training
Evaluation Design;
22. Training For
Trainer;
23. Training Need
Analysis ( TNA )
24. Tools for
Training Need Analysis ( TNA )
25. Workload
Analysis
2.
Human
Capital Management & Development System Building
a.
Esensi
Human Capital Management & Development System Building
Peran Sumber Daya Manusia ( SDM ) diperusahaan
semakin diakui keberadaannya. Pentingnya SDM tersebut dapat dilihat dari
bergesernya sebutan terhadap manusi pada organisasi/ perusahaan, yang dimulai
Buruh, pegawai / karyawan hingga yg terbaru adalah ( Human Capital ).
b.
Tujuan
dan manfaat program
1. Menyadarkan
semua pihak akan pentingnya peran SDM / HC diorganisasi/perusahaan.
2. Membantu
pembangunan sistem manajemen dan pengembangan SDM/HC
3. Membantu
perancangan dan pengimplementasian teknologi informasi yang mendukung
oprasionalisasi sistem manajemen SDM/HC yang sudah terjadi
c.
Sasaran
Program
1. Pada
tahap awal adanya perubahan / pembangunan minset
positif
2. Pada
tahap perancangan sasarannya tim kecil/ tim internal
3. Pada
tahap implementasi sasarannya dari karyawan organisasi
4. Pada
tahap revisi, sasarannya tim internal organisasi
d.
Aplikasi
Program
Aplikasi Program Human
Capital Management & Development System Building.
3.
Pendidikan
dan Pelatihan Parenting
a. Esensi
Pendidikan dan Pelatihan Parenting
Pada kategori pendidikan dan pelatihan, fokus pada
kategori ini adalah pada pelatihan yang ditujukan untuk pendidikan remaja,
ditambah materi kewirausahaan sebagai pelengkapannya.
b. Kategori
Pendidikan dan Pelatihan
Beberapa menu materi pelatihan dari kategori
pendidikan dan pelatihan yang dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan adalah
sebagai berikut.
1. Program
Pelatihan Remaja dan Siswa
2. Program
Pelatihan Guru dan Orang Tua
3. Program
Pelatihan Kewirausahaan
c. Modal
Pendidikan dan Pelatihan Aparat Pemerintah ( PNS )
1. Diklat
Prajabatan
2. Diklat
dalam Jabatan
3. Diklat
Kepemimpinan ( Diklatpim )
BAB 8
APLIKASI DIKLAT PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN DAN PENGEMBANGAN
ORGANISASI
A. Pengembangan
Leadership Skill / Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan masalah
sosial yang di dalamnya terjadi interaksi anatara pihak yang memimpin dengan
pihak yang dipimpin untuk mencapai tujuan bersama, baik dengan cara
memengaruhi, membujuk, memotivasi maupun mengoordinasi.
1.
Pengertian
Leadeship / Kepemimpinan
Leadership / Kepemimpinan merupakan
titik sentral dan penentu kebijakan dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam
organisasi. Atau kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi seseorang
atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu pada situasi tertentu.
2.
Faktor
– faktor dan unsur – unsur Leadership / Kepemimpinan
a. Pendayagunaan
pengaruh
b. Hubungan
antarmanusia
c. Proses
komunikasi
d. Pencapaian
suatu tujuan
Unsur
– unsur kepemimpinan :
a. Kemampuan
mempengaruhi orang lain
b. Kemampuan
mengarahkan atau memotivasi tingkah laku orang lain
c. Adanya
unsur kerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan
3.
Prinsip
Dasar Kepemimpinan
Prinsip – prinsip
pemimpin menurut (Stephen R. Coney, 1988)
a. Belajar
seumur hidup
b. Berorientasi
pada pelayanan
c. Membawa
energi yang positif
Proses
dalam mengembangkan diri terdiri atas beberapa komponen yang behubungan dengan:
a. Pemahaman
materi
b. Memperluas
materi melalui belajar dan pengalaman
c. Mengajar
materi kepada orang lain
d. Mengaplikasikan
prinsip – prinsip
e. Memonitoring
hasil
f. Mereflekasikan
pada hasil
g. Menambah
pengetahuan baru yang diperlukan materi
h. Pemahaman
baru
i.
Kembali menjadi
diri sendiri lagi
4.
Aspek
– aspek Membangun Keterampilan Memimpin yang baik
Aspek kunci yang perlu dicermati
dalam membangun Leadership Skills yang optimal
a. Pemimpin
yang unggul harus memiliki drive atau dorongan untuk bertindak meraih hasil,
dan mampu menginspirasi anggotanya untuk bertindak.
b. Kepemimpinan
yang unggul mampu menunjukan integritas moral yang kukuh dan layak diteladani.
c. Kepemimpinan
yang unggul
5.
Cara
Mengembangkan Mutu Kepemimpinan
Mengembangkan mutu kememimpinan :
a. Melakukan
team fun activity
b. Terbuka
untuk konsultasi
c. Memberikan
penghargaan
d. Menjadikan
proses delegrasi
e. Membangun
pembicaran informal
f. Menyapa
karyawan
g. Berfikir
positif
Mengembangkan
kepemimpinan :
a. Rendah
hati
b. Menentukan
tujuan
c. Berusaha
keras untuk mencapai yang terbaik
d. Mempertahankan
posisi
e. Belajar
dari kesalahan
f. Berfikir
terbuka
g. Percaya
diri
h. Bersedia
untuk memberi
i.
Memenuhi janji
j.
Mendengarkan
6.
Program
Pelatihan untuk Meningkatkan Kepemimpinan dalam Organisasi
Program pelatihan kepemimpinan
dirancang untuk meningkatkan keterampilan dan perilaku generik yang releven
bagi eketifitas manajerial.
7.
Manfaat
Pelatihan dan Pengembangan
a. Manfaatkan
untuk Perusahaan / Organisasi
1. Mengarahkan
kemamouan lebih bersikap efektif terhadap orientasi pada keuntungan.
2. Memperbaiki
pengetahuan dan keterampilan pada semua tingkat perusahaan
3. Memperbaiki
moral pekerja
4. Membantu
menciptakan citra perusahaan yang baik
5. Membantu
mengidetifikasi tujuan perusahaan
6. Membantu
perkembangan kebenaran, keterbukaan dan kepercayaan
7. Memperbaiki
hubungan antara atasan dan bahawan
8. Membantu
pengembangan perusahaan
9. Belajar
dari karyawan yang dilatih
10. Membantu
dalam mempersiapkan petunjuk pekerjaan
11. Membantu
dalam memahami dan melaksanakan kebijakan perusahaan
12. Menyediakan
informasi
13. Menetapkan
keputusan
14. Mengembangkan
keterampilan kepemimpinan, motivasi, loyalitas, sikap yang baik
15. Meningkatkan
produktivitas
16. Membantu
agar terjadi penurunan biaya
17. Mengembangkan
rasa tanggung jawab
18. Memperbaiki
hubungan antar pekerja dan manajemen
19. Mengurangi
biaya konsultasi
20. Mengurangi
perilaku suboptimal
21. Menciptakan
iklim
22. Membantu
dalam perbaikan komunikasi organisasi perusahaan
23. Membantu
karyawan
b. Manfaat
untuk individual
1. Membantu
individu
2. Melalui
pelatihan dan pengembangan
3. Membantu
dalam mendorong dan mencapai pengembangan dan kepercayaan diri
4. Menyediakan
informasi
5. Mengarahkan
seseorang pada tujuan personal
6. Memuaskan
kebutuhan personal
7. Mengembangkan
jiwa untuk terus belajar
8. Membantu
seseorang dalam mengembangkan keterampilan
9. Membantu
mengurangi rasa takut
c. Manfaat
Personal, Hubungan Manusia dan Pelaksanaan Kebijakan
1. Memperbaiki
komunikasi
2. Membantu
dalam orientasi
3. Menyediakan
infromasi
4. Memperbaiki
keterampilan
5. Membuat
kebijakan, aturan dan regulasi
6. Memperbaiki
moral
7. Membangun
keapduan gerak
8. Menyediakan
lingkungan yang baik
9. Membuat
perusahaan menjadi tempat yang baik
B. Pelatihan dan
Pengembangan Organisasi
1.
Pengertian
Pelatihan dan Pengembangan Organisasi
Sikula (1976) mendefinisikan bahwa
pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakaan prosedur
sistematis dan terorganisasi sehingga tenaga kerja nonmanajeral mempelajari
pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu.
2.
Tujuan
Pelatihan dan Pengembangan Organisasi
a. Meningkatkan
Produktivitas
b. Meningkatkan
Mutu
c. Meningkatkan
Ketepatan dalam Perencanaan SDM
d. Meningkatkan
Semangat Kerja
e. Menarik
dan Menahan Tenaga Kerja yang Baik
f. Menjaga
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
g. Menghindari
Kebosanan
h. Menunjang
Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)
3. Konsep
Pembelajaran
a. Motivasi
b. Pengukuhan
kembali (positive reinforcement) jika hasil proses pembelajaran menghasilkan
perilaku yang diharapkan
c. Pengetahuan
tentang hasil
d. Praktik
aktif dan pembelajaran melalui
penghayatan (experential learning)
e. Pemindahan
dan pelatihan (transfer of training)
4. Penyusunan
Program Pelatihan / Pengembangan
a. Identifikasi
Kebutuhan Pelatihan atau Studi Pekerjaan
Miner (1992) empat macam
keterampilan :
1. Knowlage
based skill (berdasarkan pengetahuan yang dikuasai)
2. Singular
behaviour skill (keterampilan prilaku sederhana)
3. Limited
interpersonal skills (keterampilan antarpribadi terbatas)
4. Social
interactive skills (keterampilan interaktif sosila)
b. Penetapan
Sasaran Pelatihan / Pengembangan
Sasaran
keseluruhan misalnya pada akhir pelatihan para peserta dapat mengenal
prinsip-prinsip manajemen umum dan dapat menerapkan dalam pekerjaan.
Sasaran subjek
pembahasan yaitu menggambarkan perilaku yang diharapkan ada pada peserta
setelah mengikuti program pelatihan.
Sasaran
khusus dibedakan juga berdasarkan jenis perilaku yang hendak ditimbulkan
melalui pelatihan :
1. Sasaran
kognitif
2. Saran
efektif
3. Sasaran
psikomotor, perilaku gerak.
c. Penetapan
Kriteria Keberhasilan dan Alat Ukur
d. Penetapan
Metode – Metode Pelatihan / Pengembangan
e. Percobaan
Revisi
5. Model
Penilaian Evektivitas Program Pelatihan dan Pengembangan
Empat tingkat model pelatihan dan
pengembangan
a. Tingkat
1 : Model Rekasi dari Peserta Pelatihan
b. Tahap
2 dan 3 : Model After Only (Model hanya setelah) dan model Before After
c. Tahap
4 : Model Pelatihan Program Pelatihan
C. Pelatihan
Pengembangan Karyawan
1. Pengertian
Pelatihan dan Pengembangan Karyawan
Noe, et al.
(2003: 251) menyebutkan training is a planned effort to facilitate the larning of
job related knowledge, skill and behavior by employes (pelatihan adalah suatu
terencana untuk memfasilitasi karaywan dalam pembelajaran pengetahuan,
keahlian, dan perlaku yang berhubungan dengan pekerjaan)
Pengembangan
Karyawan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampun teknis, teoritis,
konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan melalui
pendidikan dan pelatihan.
2. Metode
Pelatihan dan Pengembangan Karyawan
a. Metode
pelatihan karyawan
1. On
the job training yaitu pelatihan dengan intruksi
2. Vestibule
yaitu suatu metode latihan yang dilakukan dalam woekshop yang diselenggarakan
dalam suatu perusahaan industri untuk memperkenalkan pekerjaan kepada karyawan
baru dan melatih mereka mengerjakan pekerjaan tersebut.
3. Demonstrasi
yaitu metode latihan yang dilakukan dengan cara peragaan dan penjelasan
cara-cara menegrjakan sesuatu pekerjaan atau contoh-contoh atau percobaan yang
didemonstrasikan.
4. Programmed
instruction yaitu bentuk pelatihan.
5. Magang
melibatkan pembelajaran dari pekerja yang lebih berpengalaman dab dapat
ditambah pada teknik off the job training.
b. Metode
Pengembangan Karyawan
1. Metode
Understudy
2. Metode
Job Rotasi dan Kemajuan Berencana
3. Metode
Coaching – Counseling
c. Kendala
Pengembangan Karyawan
Menurut Hasibuan (2003: 85), kendala
pengembangan (development) yang dilaksanakan selalu ada dan harus berusaha
memahami pengaruh kendala – kendala tersebut.
Adapun kendala – kendala
pengembangan berkaitan dengan peserta, pelatihan atau instuktur, fasilitas
pengembangan, kurikulum dan dana pengembangan.
3. Tujuan
Pelatihan dan Pengembangan Karyawan
a. Tujuan
Pelatihan Karyawan
1. Meningkatkan
pengetahuan karyawan
2. Membantu
meyakinkan bahwa karyawan memilki keterampilan
3. Membatu
karyawan dalam memahami cara bekerja
4. Menekankan
budaya organisasi dalam inovasi, kreativitas dan pembelajaran
5. Memastikan
ketentraman bekerja
6. Mempersiapkan
karyawan untuk bekerja lebih aktif
b. Tujuan
Pengembanagn Karyawan
1. Produktivitas
Kerja
2. Efesiensi
3. Mengurangi
Kerusakan
4. Mengurangi
Kecelakaan
5. Meningkatkan
Servis
6. Moral
7. Karier
8. Konseptual
9. Leadership
10. Incentives
11. Consumer
satisfaction
4. Standar
Penilaian dalam Pelatihan Karyawan
a. Model
Standar Penilaian Karyawan
1. Tangible
Standard
Yaitu sasaran yang dapat ditetapkan
alat ukurnya atau standarnya.
2. Intangible
Standard
Yaitu sasaran yang tidak dapat
ditetapkan alat ukur atau standarnya.
b. Unsur
– unsur yang dinilai
1. Loyalitas
2. Prestasi
kerja
3. Honesty
4. Disciplines
5. Creativites
6. Synergy
7. Leadership
8. Personality
9. Initative
10. Kecakapan
11. Responsibility
c. Metode
Penilaian Prestasi Karyawan
1. Rating
Scale
2. Employee
Compare
a. Alternate
rank
Dengan cara mengurutkan peringkat
karyawan dimulai dari yang paling bawah hingga paling atas.
b. Paired
compare
Dengan cara membandingkan satu
karyawan dengan karyawan lainnya.
c. Porced
compare
Digunakan dalam jumlah karyawan
yang besar.
3. Ceklist
4. Freeform
Essay
5. Critical
Incident
d. Tujuan
Penilaian Prestasi Karyawan
Digunakan dalam pengambilan
keputusan yang digunakan untuk pormosi, demosi, pemberihentian, dan penetapan
besarnya balas jasa.
1. Mengukur
prestasi kerja
2. Mengevaluasi
efektivitas
3. Mengevaluasi
program latihan
4. Menentukan
kebutuhan
5. Meningkatkan
motivasi kerja
6. Mendorong
atau membiasakan para atasan
7. Melihat
kekurangan atau kelebihan
8. Menentukan
seleksi dan penempatan karyawan
9. Mengindentifikasi
kelemahan personel
10. Memperbaiki
atau mengembangkan kecakapan karyawan
11. Memperbaiki
dan mengembangkan uraian pekerjaan
D.
Pelatihan
Supervesior, Pengembangan Tim, dan Perubahan Organisasi
1. Esensi
Pelatihan Supervisor, Pengembangan Tim, dan Pengembanagn Organisasi
Tujuannya adalah meningkatkan
keterampilan pengawasan atau supervisi dan manajemen agar membantu manajemen
kepegawaian dalam melaksanakan pekerjaan melalui orang lain.
2. Jenis
Pelatihan Supervisor, Pengembangan Tim, dan Pengembangan Bagan Organisasi
a. Organization
Development (Pengembangan Organisasi)
b. Sensitivity
Training (Sensitivitas Pelatihan)
3. Metode
Perubahan dan Pengembangan Organisasi
a. Sensitivity
Training
b. Team
Building
c. Survey
Feedback
d. Transcational
Anakysis
e. Intergrup
Activities
f. Proces
Consuktation
g. Grip
OD
h. Third
– Party Peacmaking
4. Deskripsi
Tugas Manajer Pelatihan dan Pengembangan (Training dan Development Manager)
1. Merencanakan
anggaran pelatihan fungsional/perdepartemen
2. Mengukur
kebutuhan training
3. Selalu
mengetahui informasi terkini
4. Membuat
strategi dan rencana-rencana organisatior
5. Mendesain
program training
6. Mengidentifikasi,
memilih, dan mengatur lembaga pelatihan
7. Mengorganisasikan
tempat pelaksanaan pelatihan
8. Merencanakan
dan melaksanakan kursus latihan
9. Menyusun
untuk pemeliharaan kursus latihan
10. Merekrut,
mengatur dan mengembangkan staf langsung
11. Memastikan
setiap aktivitas dan bahan-bahan pelatihan
12. Memonitor
dan melaporkan
13. Secara
konsisten
BAB
9
MODEL
APLIKASI DIKLAT UNTUK SUMBER DAYA MANUSIA APARATUR PEMERINTAH
Pada era global yang penuh
persaingan ini, telah terjadi reformasi dalam berbagai bidang kehidupan sebagai
konsekuensi dari pesatnya pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi. Reformasi
pemerintahan yang terjadi telah mengakibatkan pergeseran paradigma
penyelenggaraan pemerintahan dari paradigma sentralistis ke arah desentralisasi
yang ditandai dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata kepada daerah.
Pemberian otonomi daerah ini diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melaluipeningkatan
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Disamping itu juga melalui
otonomi luas, daerah dapat meningkatkan daya saing dengan memperhatikan
prinsip-prinsip demograsi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, kekhususan,
serta potensi dan keragaman daerah dalam sistem negara kesatuan republik
indonesia.
Pada beberapa kajian, tampak bahwa
kritik masyarakat terhadap semakin buruknya citra pelayanan pegawai
pemerintahan baik dari level atas sampai ke level bawah. Hal ini dikarenakan
kurangnya kesiapan sumber daya manusia pegawai pemerintah daerah sebagai
penyedia layanan yang bertanggung jawab, profesional, berdisiplin, berdaya
guna, serta sadar sebagai penyedia layanan bagi masyarakat. Oleh karena itu
dengan diberikannya otonomi luas bagi daerah akan mampu memperbaiki kinerja
pegawai sebagai penyedia layanan berkualitas bagi masyarakat.
A. Konsep
Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
Pemerintah
menurut Arief Budiman (1997:91), adalah lembaga eksekutif negara yang meliputi
pegawai birokrasi teknis (pelaksana) hingga pucuk pimpinan para lembaga negara.
Pemerintah berkewajiban untuk
memberikan kesejahteraan dan rasa aman pada masyarakatnya yang melibatkan
kekuasaan lembaga militer, kepolisian, fungsi legislatif, keuangan, dan penegak
hukum yang berkeadilan.
Wujud pemerintahan yang baik
menurut Bagir Manan (1998) adalah penyelenggaraan pemerintahan yang solid dan
bertanggung jawab, serta efisien dan efektif dengan menyinergiskan interaksi
yang konstruktif diantara naegara, sektor swasta, dan masyarakat.
Dari sisi pemerintah, goood
governance dapat dilihat melalui aspek-aspek:
1. Hukum/kebijakan
merupakan aspek yangditujukan pada perlindungan kebebasan.
2. Kompetensi
dan transparansi pemerintahan, yaitu kemampuan membuat perencanaan dan
melakukan implementasi secara efisien, kemampuan melakukan penyederhanaan
organisasi, penciptaan disiplin dan model administratif, keterbukaan informasi.
3. Desentralisasi
yaitu desentralisasi regional dan dekonsentrasi di dalam departemen.
4. Penciptaan
pasar yang kompetitif, yaitu penyempurnaan mekanisme pasar, peningkatan peran
pengusaha kecil dan segmen lain dalam sektor swasta, deregulasi, dan kemampuan
pemerintahan melakukan kontrol terhadap
makroekonomi.
Karakteristik
kepemerintahan yang baik menurut UNDP mencakup:
1. Partisipasi,
yaitu adanya peran serta masyarakat dalam pembuatan keputusan, kebebasan
berserikat, dan berpendapat, serta kebebasan untuk berpartisipasi secara
konstruktif.
2. Aturan
hukum, yaitu adanya penegakan hukum secara adil.
3. Transparan,
yaitu adanya kebebasan aliran informasi dalam proses kelembagaan sehingga mudah
diakses oleh orang-orang yang membutuhkan.
4. Daya
tangkap, yaitu proses yang dilakukan setiap institusi semata-mata untuk
melayani berbagai pihak yang berkepentingan.
5. Berorientasi
konsensus, yaitu bertindak sebagai mediator bagi berbagai kepentingan yang
berbeda untuk mencapai kesepakatan.
6. Berkeadilan,
yaitu memberikan kesempatan yang sama baik laki-laki maupun perempuan dalam
upaya meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.
7. Efektivitas
dan efisiensi, yaitu segala proses dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan
sesuatu yang dibutuhkan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya berbagai sumber
yang tersedia.
8. Akuntabilitas,
yaitu para pengambil keputusan harus mampu bertanggung jawab kepada publik atas
keputusannya.
9. Bervisi
strategis, yaitu para pemimpin harus mempunyai perspektif yang luas dan jangka
panjang dalam penyelenggaraan pemerintahan.
10. Kesalingterkaitan,
yaitu adanya kebijakan yang saling memperkuat dan terkait dan tidak bisa
berdiri sendiri.
B. Upaya
menjamin Penyelenggaraan Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
Dalam usaha
menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang baik, ada hal-hal yang sangat
diperlukan:
1. Adanya
aparatur pemerintahan yang baik
2. Upaya
untuk meningkatkan SDM pegawai pemerintah yang baik
3. Pentingnya
diklat bagi SDM pegawai pemerintah yang baik
C. Konsep
Pendidikan Pelatihan untuk Pegawai Negeri Sipil
Esensi diklat
untuk Pegawai Negeri Sipil adalah untuk pengembangan sumberdaya manusia
sehingga memiliki kepribadian yang baik dan mampu melayani publik. Ada beberapa
tahapan dalam pengembangan sumberdaya manusia menurut Suradinata (2003: 102),
yaitu:
1. Memiliki
rasa untuk meningkatkan kesadaran dan rasa percaya diri;
2. Peningkatan
percaya diri;
3. Peningkatan
kesejahteraan dan keamanan;
4. Peningkatan
kehidupan sosial dan budaya;
5. Peningkatan
kualitas dan profesionalitas di bidang tugasnya.
Proses
diklat untuk PNS terdiri atas input (sasaran diklat) dan output (perubahan
perilaku). Adapun faktor yang mempengaruhi proses tersebut yakni perangkat
lunak (gedung, perpustakaan, alat peraga, dan metode belajar. Ini semua
digolongkan menjadi Man, Money, Materill, dan Methods.
Jenis
dan jenjang diklat untuk PNS:
1. Diklat
Prajabatan
2. Diklat
dalam Jabatan
3. Diklat
Kepemimpinan (Diklatpim)
4. Diklat
Fungsional
5. Diklat
Teknis
D.
Implementasi dan
Tantangan Diklat Pimpinan
Penyelenggaraan
diklatpim yang diperuntukkan bagi pejabat struktural eselon I, II, III, dan IV
telah mengalami berbagai perubahan nomenklatur maupun pola pembelajaran.
Setelah
mengalami berbagai perubahan, pola diklatpim yang dipakai adalah Pola Diklatpim
oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang efektif diberlakukan mulai tahun
anggaran 2014. Perubahan ini ditetapkan melalui Kepala LAN Nomor 10 tahun 2013,
Peraturan Kepala LAN Nomor 11 tahun 2013, Peraturan Kepala LAN Nomor 12 tahun
2013 dan Peraturan Kepala LAN Nomor 13 tahun 2013. Keempat perkalan tersebut
memuat pedoman penyelenggaraan Diklatpim Tingkat I, Tingkat II, Tingkat III,
dan Tingkat IV.
Fokus
pada pola baru diklatpim LAN ini adalah pembentukan karakter birokrat yang
profesional yang mampu menginternalisasikan nilai-nilai dasar aparatur sipil
negara dan tertanamnya etika publik yang tinggi.
Implementasi
Perkalan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia
yang cukup kualitas dan kuantitasnya, anggaran yang cukup untuk menjamin
terlaksananya Diklatpim pola baru sehingga dapat berjalan dengan efektif dalam
mencapai tujuan dan sasaran, fasilitas atau sarana dan prasarana, serta
informasi yang relevan dan cukup terkait cara mengimplementasikan suatu
kebijakan.
Potensi
kendala yang timbul dalam implementasi Perkalan sebagai berikut:
1. Waktu
sosialisasi sebelum pemberlakuannya yang sangat terbatas/singkat.
2. Kesiapan
sarana dan prasarana serta pendukung proses pembelajaran, yaitu modul-modul
diklat dan pengajar.
3. Komunikasi
dan Informasi dalam implementasi Perkalan agar tersampaikan secara menyeluruh
dan konsisten kepada pihak terkait, tidak hanya kepada lembaga diklat.
4. Adanya
perbedaan standar keuangan pada Perkalan dengan Peraturan Menteri Keuangan
sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan dalam hal pemeriksaan keuangan.
Langkah-langkah
yang mendukung terlaksananya implementasi Diklatpim pola baru, yaitu:
1. Mendorong
seluruh aparatur calon peserta Diklatpim untuk melakukan sertifikasi kemahiran
berbahasa inggris.
2. Melakukan
revisi anggaran yang disesuaikan dengan kebutuhan Diklatpim pola baru Perkalan.
3. LAN
perlu menyampaikan penetapan Perkalan kepada Kementerian Keuangan c.q. Direktur
Jenderal Anggaran, sehingga pada pelaksanaannya tidak menimbulkan perbedaan
persepsi dengan lembaga pengawas keuangan.
4. Lembaga
diklat menyusun plan of action sehingga tergambar kebutuhan secara menyeluruh,
pihak-pihak terkait dan rencana antisipasi terhadap rencana yang mungkin
timbul.
BAB 10
MODEL
APLIKASI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN KOMPETENSI, KARIER, DAN PROFESI
GURU
Guru mempunyai peran
yang sangat strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional sehingga
guru perlu dikembangkan sebagai tenaga profesi yang bermartabat dan
profesional. Peningkatan kompetensi guru merupakan kebijakan strategis dalam
rangka membenahi persoalan guru secara mendasar.
A. Konsep
Profesi Kependidikan
Profesi menurut Business (1988)
adalah pekerjaan atau kerja yang memerlukan penguasaan satu set pengetahuan dan
kemahiran yang kompleks melalui sistem pendidikan formal.
Tenaga Kependidikan menurut UUSPN
No. 20 tahun 2003 adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat
untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan
Dilihat dari jabatannya, tenaga
kependidikan dibedakan sebagai berikut:
1. Tenaga
struktural, yaitu tenaga kependidikan yang menempati jabatan eksekutif
(pimpinan) satuan pendidikan
2. Tenaga
fungsional, yaitu tenaga kependidikan
yang menempati jabatan pelaksana pekerjaan
3. Tenaga
teknis kependidikan, yaitu tenaga kependidikan yang dalam pekerjaannya lebih
dituntut kecakapan teknis operasional atau teknis administratif.
Kompetensi
guru adalah satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan potensi, pengetahuan,
keterampilan, sikap, dan nilai seorang pendidik/guru.
Kompetensi
guru terdiri atas:
1. Kompetensi
pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.
2. Kompetensi
kepribadian, yaitu kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan
berwibawa, serta menjadi tauladan peserta didik.
3. Kompetensi
profesional, yaitu kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan
mendalam.
4. Kompetensi
sosial, yaitu kemampuan untuk berinteraksi secara baik terhadap peserta didik,
sesama guru, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
B. Kebijakan
Pembinaan dan Pengembangan Profesional Guru
Pembinaan dan
pengembangan profesionalitas guru dimaksudkan untuk terciptanya guru
profesional. Guru profesional adalah guru yang dalam melaksanakan tugas pokok
dan fungsinya bersifat otonom, menguasai kompetensi secara komprehensif, dan
daya intelektual tinggi. Pengembangan keprofesian guru adakalanya diawali
dengan penilaian kinerja dan uji kompetensi.
Hasil penilaian kinerja dan uji
kompetensi guru akan memberikan gambaran profile dan peta kinerja dan
kompetensinya. Gambaran ini akan dijadikan dasar atau basis utama dalam
perumusan program peningkatan kinerja guru.
C. Peningkatan
Kompetensi Guru
Esensi
peningkatan kompetensi guru agar kemampuan guru yang bersangkutan bisa
disesuaikan dengan perkembangan Iptek saat ini. Guru yang tidak menguasai
kompetensi dan kurang kemampuan untuk menggunakan TIK akan membawa dampak
negatif terhadap siswa. Hal inilah yang mendorong dikeluarkannya Undang-undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-undang Nomor 14
tahun 2005 tentang guru dan dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, yang menuntut reformasi guru untuk
memiliki tingkat kompetensi yang lebih tinggi.
Prinsip-prinsip dalam peningkatan
profesi guru, sebagai berikut:
1. Prinsip
Umum
a. Demokratis
dan berkeadilan
b. Satu
kesatuan yang sistematis
c. Berlangsung
sepanjang hayat
d. Memberi
keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreatifitas guru dalam proses
pembelajaran.
e. Memberdayakan
semua komponen masyarakat
2. Prinsip
Khusus
a. Ilmiah
b. Relevan
c. Sistematis
d. Konsisten
e. Aktual
dan kontekstual
f. Fleksibel
g. Demokratis
h. Objektif
i.
Komprehensif
j.
Memandirikan
k. Profesional
l.
Bertahap
m. Berjenjang
n. Berkelanjutan
o. Akuntabel
p. Efektif
q. Efisien
Peningkatan
kompetensi guru ini dapat dilaksanakan dalam bentuk diklat dan bukan diklat.
D. Implementasi
Pendidikan dan Pelatihan Peningkatan Kompetensi, Karier, dan Profesi Guru
Pada
implementasinya, peningkatan kompetensi guru ini dilaksanakan dalam beberapa
bentuk, yaitu:
1. Inhouse
Training (IHT)
2. Program
Magang
3. Kemitraan
Sekolah/Madrasah
4. Belajar
Jarak Jauh
5. Pelatihan
Berjenjang dan Pelatihan Khusus
6. Kursus
singkat di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya
7. Pembinaan
Internal oleh Sekolah
8. Pendidikan
Lanjut
Dalam kondisi seorang
guru sudah secara berkesinambungan meningkatkan kompetensinya, pemerintah pun
menyiapkan penghargaan khusus bagi guru-guru profesional. Guru profesional
ditandai dengan adanya sertifikat pendidik yang merupakan pengakuan secara
kelembagaan dan berhak atas dana sertifikasi.
Proses untuk mencapai
sertifikasi, seorang guru harus menyusun portofolio dan mencapai nilai minimal
850. Guru yang tidak mencapai nilai portofolio dipersilahkan melalui Pendidikan
dan Latihan Profesi Guru (PLPG)
Dalam
pelaksanaan PLPG, peserta akan menerima bahan ajar sebagai berikut:
1. Pengantar
Ringkas
2. Peningkatan
kompetensi guru
3. Penilaian
kinerja guru
4. Pengembangan
karir guru
5. Perlindungan
dan penghargaan guru
6. Etika
profesi guru
Dalam
pelaksanaan PLPG aktivitas pelatih dan peserta akan dominan. Aktivitas peserta
berupa aktivitas individual dan aktivitas kelompok. Pada akhirnya guru yang
sudah mengikuti PLPG diharapkan akan mampu memahami secara luas dan mendalam
tentang Kebijakan Pengembangan Profesi Guru, khusus dilingkungan Kementrian
Pendidikan Nasional.
BAB 11
MODEL APLIKASI PENDIDIKAN DAN
PELATIHAN PENGAWAS PENDIDIKAN
Gambaran
objektif menunjukkan bahwa kualifikasi dan kompetensi tenaga pengawas masih
perlu ditingkatkan karena adanya tuntutan peningkatan mutu pendidikan dan belum
adanya pembinaan tenaga pengawas yang terpola dalam meningkatkan kemampuan
profesionalnya. Oleh sebab itu, upaya meningkatkan kemampuan profesional
pengawas yang telah ada melalui uji kompetensi agar memenuhi standar yang
ditentukan mutlak diperlukan. Sertifikasi pengawas, seperti halnya bagi tenaga
pendidik, dalam kaitannya dengan tunjangan profesi dan uji kompetensi bagi
pengawas tidak bisa dihindarkan lagi. Hanya pengawas yang memiliki standar
kompetensi yang patut diberikan sertifikat sehingga jabatan pengawas bisa
melekat pada dirinya. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah melalui
pendidikan dan pelatihan atau diklat pengawas. Diklat pengawas pada hakikatnya
berlaku bagi calon pengawas ataupun bagi yang telah menjadi pengawas walaupun
telah melalui pendidikan profesi pengawas di LPTK.
A. Konsep Pengembangan Profesi Pengawas
Pendidikan
1. a. Makna Pengawasan Pendidikan, Definisi
Pengawas dan Pengawasan Satuan Pendidikan. Pengawas satuan pendidikan/sekolah
adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis untuk
melakukan pengawasan pendidikan terhadap sejumlah sekolah tertentu yang
ditunjuk/ditetapkan dalam upaya meningkatkan kualitas proses dan hasil
belajar/bimbingan untuk mencapai tujuan pendidikan (Pandong, A., 2003).
Dalam
satu kabupaten/kota, pengawas sekolah dikoordinasikan dan dipimpin oleh seorang
koordinator pengawas (Korwas) sekolah/satuan pendidikan (Muid, 2003). Dalam
Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal
39 ayat (1) dinyatakan: tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi,
pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang
proses pendidikan pada satuan pendidikan. Dalam Peraturan Pemerintah No. 19
tahun 2005 Pasal 39 ayat (1) dinyatakan pengawasan pada pendidikan formal
dilaksanakan oleh pengawas satuan pendidikarn. Surat Keputusan MENPAN Nomor 118
tahun 1996 yang diperbaharui dengan SK MENPAN Nomor 091/KEP/MEN.PAN/ 10/2001
tentang Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya menyatakan:
Pengawas sekolah adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab
dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan
pengawasan pendidikan pada satuan pendidikan prasekolah, sekolah dasar, dan
sekolah menengah (Pasal 1 ayat 1). Pada Pasal 3 ayat (1) dinyatakan: Pengawas
sekolah adalah pejabat fungsional yang berkedudukan sebagai pelaksana teknis
dalam melakukan pengawasan pendidikan terhadap seéjumlah sekolaih tertentu yang
ditunjuk/ ditetapkan.
Pasal
5 ayat (1); tanggung jawab pengawas sekolah yakni: 1) Melaksanakan pengawasan
terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah sesuai dengan penugasannya. 2)
Meningkatkan kualitas proses belajar mengajar/bimbingan dan hasil prestasi
belajar/bimbingań siswa dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan. Tanggung
jawab pertama mengindikasikan pentingnya supervisi manajerial, sedangkan
tanggung jawab yang kedua mengindikasikan pentingnya supervisi akademis. Hal
ini dipertegas lagi dalam PP No 19 tahun 2005 Pasal 57 bahwa supervisi yang
meliputi supervisi manajerial dan akademik dilakukan secara teratur dan
berkesi- nambungan oleh pengawas atau penilik satuan pendidikan. Supervisi
manajerial meliputi aspek pengelolaan dan administrasi satuan pendidikan,
sedangkan supervisi akademik meliputi aspek- aspek pelaksanaan proses
pembelajaran (penjelasan Pasal 57) Pengawasan manajerial sasarannya adalah
kepala sekolah dan staf sekolah lainnya, sedangkan sasaran supervisi akademik
sasarannya adalah guru. Ketentuan perundang-undangan di atas menunjukkan bahwa
pengawas satuan pendidikan pada jalur sekolah adalah tenaga kependidikan
profesional berstatus pegawai negeri sipil yang diangkat dan diberi tugas dan
wewenang secara penuh oleh pejabat berwenang untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan pendidikan, baik pengawasan akademik maupun pengawasan manajerial
pada satuan pendidikan yang ditunjuk.
b.
Pengawasan Pendidikan Dalam proses pendidikan, pengawasan atau supervisi
merupakan bagian tidak terpisahkan dalam upaya peningkatan prestasi belajar dan
mutu sekolah. Pengawasan dapat diartikan sebagai proses kegiatan monitoring
untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti yang
direncanakan dan sekaligus merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki
berbagai penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan (Robbins, 1997). Adapun
kegiatan pembinaan dilakukan dalam bentuk memberikan arahan, saran, dan
bimbingan (Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
020/U/1998 tanggal 6 Februari 1998). Fokus Pengawasan Pendidikan: Sekolah
Madrasah Upaya peningkatan mutu dan efektivitas sekolah.
2.
Dilakukan melalui pengawasan. Atas
dasar itu, kegiatan pengawasan harus difokuskan pada perilaku dan perkembangan
siswa sebagai bagian penting dari kurikulum/mata pelajaran, organisasi sekolah,
kualitas belajar mengajar, penilaian/evaluasi, sistem pencatatan, kebutuhan
khusus, administrasi dan manajemen, bimbingan darn konseling, peran dan
tanggung jawab orangtua dan masyarakat (Law dan Glover, 2000). Lebih lanjut,
Ofsted (2005) menyatakan bahwa fokus pengawasan sekolah meliputi :
a. Standar dan prestasi yang diraih siswa
b.
Kualitas layanan siswa di sekolah (efektivitas belajar mengajar, kualitas
program kegiatar sekolah dalam memenuhi kebutuhan dan minat siswa, kualitas
bimbingan siswa), kepemimpinan dan manajemen sekolah Kepengawasan merupakan
kegiatan atau tindakan pengawasan
c. Dari seseorang yang diberi tugas, tanggung
jawab, dan wewenang melakukan pembinaan dan penilaian terhadap orang dan atau
lembaga yang dibinanya.
Seseorang
yang diberi tugas tersebut disebut pengawas atau supervisor. Indikator
peningkatan mutu pendidikan di sekolah dilihat pada setiap komponen pendidikan,
antara lain:
a.
Mutu lulusan; kualitas guru, kepala sekolah, staf sekolah (tenaga a laboran dan
teknisi, tenaga perpustakaan);
b.
Proses pembelajaran;
c.
Sarana dan prasarana, pengelolaan sekolah;
d.
Implementasi kurikulun; sistem penilaian dan komponen lainnya.
Peran
Penting Supervisor/Pengawas Satuan Pemedidikan Kiprah supervisor menurut Ofsted
(2005), menjadi bagian integral 3. dalam peningkat-an mutu pendidikan di
sekolah. Visualisasi Gambar 11. 1 menjelaskan Hakikat Pengawasan. Dari
visualisasi Gambar 11.1. tersebut tampak bahwa hakikat pengawasan memiliki
empat dimensi: (a) support, (b) trust, (c) challenge, (d) networking and
collaboration.
3. Kode Etik Pengawas Pendidikan
Prinsip-prinsip kepengawasan harus dilaksanakan dengan tetap memerhatikan kode
etik pengawas satuan pendidikan. Kode etik yang dimaksud berisi sembilan hal.
Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas satuan pendidikan senantiasa berlandaskan
iman dan taqwa serta mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
4.
Kualifikasi dan Kompetensi Pengawas
Kualifikasi atau yang dalam konteks ini disebut istilah kualifikasi akademik
adalah ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh pengawas
sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal yang harus dipenuhi
oleh seorang pengawas. Dalam Permendiknas kualifikasi pengawas dibedakan antara
kualifikasi pengawas untuk tingkat TK/RA dan SD/MI dengan kualifikasi pengawas
untuk tingkat SMP/MTs dan SMA/MA serta SMK/MAK. Kualifikasi pengawas
berdasarkan Permendiknas No. 12 tahun 2007, tentang Standar Pengawas
Sekolah/Madrasah disebutkan sebagai berikut. Kualifikasi Pengawas Taman
Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) dan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI)
adalah sebagai berikut.
5.
Tugas Pokok Pengawas Sekolah Tugas
pokok pengawas sekolah/satuan pendidikan adalałh melakukan penilaian dan pembinaan
dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun
supervisi manajerial. Berdasarkan tugas pokok dan fungsi di atas, ada tiga
kegiatan yang harus dilaksanakan pengawas: a. pembinaan pengembangan kualitas
sekolah, kinerja kepala b. evaluasi dan monitoring pelaksanaan program sekolah
beserta c. penilaian terhadap proses dan hasil program pengembangan sekolah,
kinerja guru, dan kinerja seluruh staf sekolah; pengembangannya; sekolah secara
kolaboratif dengan stakeholder sekolah. Mengacu pada SK Menpan Nomor 118 tahun
1996 tentang jabatan fungsional pengawas dan angka kreditnya, Keputusan bersama
Mendikbud Nomor 03420/O/1996 dan Kepala Badan
6.
Langkah-langkah dan Prinsip Kerja
Pengawas dalam menyusun program kerja pengawas sehingga dapat membantu sekolah
mengembangkan program inovasi sekolah, ada tiga langkah yang harus ditempuh
pengawas, yaitu :
1) menetapkan
standar/kriteria pengukuran performansi sekolah
a. Berdasarkan
evaluasi diri dari sekolah;membandingkan hasil tampilan performansi itu dengan
ukuran dan kriteria/benchmark yang telah direncanakan
b.
Program pengembangan sekolah
c. Melakukan tindakan
pengawasan berupa pembinaan/ pendampingan untuk memperbaiki implementasi
program pengembangan sekolah
Dalam
melaksanakan kepengawasan, ada sejumlah prinsip yang dapat dilaksanakan
pengawas agar kegiatan kepengawasan berjalan efektif. Prinsip-prinsip tersebut
antara lain:
a.
Trust, artinya kegiatan pengawasan dilaksanakan dalam pola hubungan kepercayaan
antara pihak sekolah dan pihak pengawas sekolah sehingga hasil pengawasannya
dapat dipercaya.
b.
Realistic, artinya kegiatan pengawasan dan pembinaannya dilaksanakan
berdasarkan data eksisting sekolah
c. Utility, artinya proses dan hasil pengawasan
harus bermuara pada manfaat bagi sekolah untuk mengembangkan mutu dan kinerja
sekolah binaannya
d.
Supporting, networking dan collaborating, artinya seluruh aktivitas pengawasan
pada hakikatnya merupakan dukungan terhadap upaya sekolah menggalang jejaring
kerja sama secara kolaboratif dengan seluruh stakeholder
e.
Testable, artinya hasil pengawasan harus mampu menggambarkan kondisi kebenaran
objektif dan siap diuji ulang atau dikonfirmasi pihak mana pun
Prinsip-prinsip
di atas digunakan pengawas dalam rangka melaksanakan tugas pokoknya sebagai pengawas/supervisor
pendidikan pada sekolah yang dibinanya. Dengan demikian, fungsi pengawas di
sekolah bukan untuk mencari kesalahan sebagai dasar untuk memberi hukuman.
B. Model Aplikasi Pendidikan dan Latihan Profesi
Pengawas
1.
Sekolah/Madrasah Kebutuhan Diklat bagi Pengawas Pendidikan. Pendidikan dan
pelatihan merupakan kebutuhan bagi tenaga pengawas bukan hanya untuk mencapai
kompetensi profesional, melainkan karena terdapat beberapa alasan berikut :
a.
Tuntutan dan kebutuhan pengawas dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya
secara berkelanjutan. Perubahan kebijakan pendidikan, perkembangan iptek serta berbagai
inovasi pendidikan yang terjadi dan akan terjadi pada masa mendatang,
pendidikan dan pelatihan merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Jenjang
jabatan pengawas yang berlaku saat ini, yakni jabatan pengawas pratama, pengawas
muda, pengawas madya dan pengawas utama tidak hanya dilihat dari golongan dan kepangkatan
sesuai dengan aturan yang ada, tetapi juga harus mengimplikasikan kemampuan
profesionalnya. Kemampuan profesional tersebut dibekali dengan pendidikan dan
pelatihan yang terpola dan berjenjang. Hal ini menunjukkan perlunya jenjang
atau tingkat diklat untuk pengawas. Jika dilaksanakan, pembinaan dan
pengembangan karier pengawas sesuai dengan jabatannya serta peningkatan
kompetensi profesional pengawas akan berjalan sebagaimana harusnya.
b.
Kebijakan Dasar Penyelenggaraan Diklat Pengawas Sekolah/Madrasah
c.
Tujuan dan Hasil Diklat Pengawas Pendidikan
Pendidikan
dan pelatihan (diklat) pengawas secara umum bertujuan untuk membina dan
mengembangkan kemampuan profesional tenaga pengawas sehingga dapat meningkatkan
kinerjanya dengan tugas dan tanggung jawabnya. Kinerja pengawas dapat dilihat
dari peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan pada sekolah yang dibinanya.
Oleh sebab itu, muara dari tujuan diklat pengawas adalah meningkatnya mutu
pendidikan di sekolah-sekolah yang menjadi binaannya.
Tujuan
diklat pengawas satuan pendidikan dijabarkan lebih lanjut dalam tujuan-tujuan
khusus diklat sesuai dengan jenjang diklat. Adapun hasil yang diharapkan dari
diklat pengawas ini adalah memperoleh tenaga pengawas yang memiliki kompetensi
profesional, yang ditunjukkan dengan optimalnya kinerja pengawas dalam melaksanakan
tugas kepengawasan baik pengawasan akademik maupun pengawasan manajerial.
Lebih
spesifik, dalam Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nonor 2 tahun 2012 dinyatakan
bahwa pendidikan dan pelatihan (diklat) calon pengawas madrasah merupakan
tahapan rekrutmen yang harus ditempuh oleh seorang calon sebelum diangkat sebagai
pengawas madrasah.
2.
Penyelengaraan diklat calon pengawas madrasah dilakukan oleh Pusdiklat Teknis
Pendidikan dan Keagamaan serta Balai Diklat sesuai Peraturan Menteri Agama
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan
Pelatihan Teknis di Lingkungan Kementerian Agama.
a.
Tujuan Umum
Peserta
(calon pengawas) untuk mendapatkan pengalaman belajar Manajemen Pendidikan dan
Pelatihan.
b.
Tujuan Khusus
Tujuan
khusus diklat calon pengawas ini adalah memfasilitasi calon pengawas untuk:
1.
Mendapatkan pengalaman belajar teoretis dan praktis dalam bidang kepribadian,
sehingga memiliki kompetensi kepribadian yang baik untuk menjadi pengawas
satuan pendidikan. Mendapatkan pengalaman belajar teoretis dan praktis dalam bidang
supervisi manajerial, sehingga memiliki kemampuan untuk melakukan supervisi
terhadap pengelolaan satuarn pendidikan.
2.
Mendapatkan pengalaman belajar teoretis dan praktis dalam bidang supervisi
akademik, sehingga memiliki kompetensi untuk melakukan supervisi untuk meningkatkan
kompetensi guru dalam pembelajaran pada satuan pendidikan.
3.
Mendapatkan pengalaman belajar teoretis dan praktis dalam bidang evaluasi
pendidikan, sehingga memiliki kompetensi untuk melakukan evaluasi pendidikan
secara umum dan melakukan penilaian kinerja kepala sekolah, guru, dan staf.
4.
Mendapatkan pengalaman belajar teoretis dan praktis dalam bidang penelitian dan
pengembangan, sehingga memiliki kompetensi untuk melakukan penelitian dan
pengembangan pendidikan secara umum dan metode pengawasan/supervis secara
khusus.
5.
Mendapatkan pengalaman belajar teoretis dan praktis dalam dimensi sosial,
sehingga memiliki kompetensi hubungan social yang efektif dalam pelaksanaan
tugas kepengawasan.
6.
Sasaran dan Hasil Diklat. Bagi pengawas sekolah yang sudah aktif tetapi belum
memiliki Sertifikat Pendidikan Profesi Pengawas, tanda lulus Diklat jenjang
dasar dan jenjang lanjut diakui dan dihargai untuk pendidikan profesi pengawas,
maksimal setara 10 SKS. Peserta yang gagal dalam setiap tipe Diklat pengawas,
wajib menempuh ulang satu kali dengan harapan berhasil.
BAB 12
MODEL APLIKASI PELATIHAN BERBASIS
PROJECT BASED LEARNING
Permasalahan
pertama dalam praktik bisnis ini adalah aktivitas pelaksanaan magang di
perusahaan yang telah berjalan lancar dan sukses. Bagaimanakah praktik pemagangan
kewirausahaan yang tepat dan relevan dengan minat para remaja putus sekolah
karena tidak banyak lembaga bisnis yang bersedia menerima peserta magang?
Kebanyakan pebisnis menganggap bahwa kegiatan magang hanya merusak suasana
kerja dan mengganggu konsentrasi karyawan dalam melaksanakan tugas pekerjaan
sehari-hari. Dengan demikian, bagaimana model magang yang efektif dan tidak
mengganggu kinerja perusahaan, tetapi mampu memberikan pengalaman belajar
optimal pada peserta pelatihan? Permasalahan kedua adalah bagaimana menentukan
bentuk kelompok usaha mandiri sesuai dengan minat remaja putus sekolah?
Apakah
setiap kelompok terdiri atas teman sebaya, berasal dari satu desa, atau bebas
mencari teman kelompok yang memiliki hobi dan visi yang sama? Masing-masing
bentuk memiliki kelebihan dan kekurangan dalam bekerja sama dan merasa nyaman,
meskipun tempat tinggal mereka saling berjauhan sehingga perlu mempertimbangkan
anggota yang solid.
Permasalahan
ketiga adalah hambatan dalam pelaksanaan bisnis dan efektivitas model Project
Based Learning (PBL), kewirausahaar yang diterapkan bagi RPS. Permasalahan ini
muncul karena sedikitnya pengalaman peserta pelatihan dalam merintis usaha.
A.
Konsep Project Based Learning
1. Esensi Project Based Learning Pada
hakikatnya, model project based learning menurut Jones, Rasmussen dan Moffit
(1997) merupakan penyempurnaan dari model problem based learning. Project lased
learning merupakan salah satu strategi pelatihan yang berorientasi pada CTL
atau contectual teaching and learning process. Nasution (1989: 152) menyatakan,
Cooperative learning efektif apabila setiap individu yang bertanggung jawab
terhadap kelompok, partisipasi dan kerja sama dengan individu lain secara
efektif, menimbulkan berpartisipasi dan bekerja sama dengan individu lain
secara efektif, menimbulkan perubahan yang konstruktif pada kelakuan seorang
dan setiap anggota aman dan puas dalam kelas." Dengan pengertian tersebut
CTL merupakán konsep pelatihan yang membantu pelatih mengaitkan antara materi pelatihan
dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta pelatihan untuk menggunakan
pengetahuan yang dimilikinya sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan mereka
sebagai anggota masyarakat, termasuk melaksanakan usaha (bisnis). John (2008:
374) mengemukakan bahwa project based learning adalah pembelajaran yang lebih
menekankan pada pemecahan problem autentik yang terjadi sehari-hari melalui
pengalaman belajar praktik langsung di masyarakat Arends (1997: 156)
mendefinisikan project based learning sebagai pembelajaran berbasis proyek,
pendidikan berbasis pengalaman belajar autentik pembelajaran yang berakar pada
masalah kehidupan nyata. Adapun Gijbels (2005: 29) menyatakan bahwa project
based learning adalah cara pembelajaran yang bermuara pada proses pelatihan berdasarkan
masalah nyata yang dilakukan sendiri melalui kegiatan tertentu (proyek) Dengan
demikian, fokus masalah nyata dalam kegiatan adalah proses pembelajaran, dan
hal ini menjadi penting. Pelatihan Model Project Based Learning Pada pelatihan
model project based learning, peserta belajar melalui
2.
Situasi dan setting pada
masalah-masalah yang nyata atau kontekstual. Oleh karena itu, semua dijalankan
dengan cara a. dinamika kerja kelompok; b. investigasi secara independen; c.
mencapai tingkat pemahaman yang tinggi; d. mengembangkan keterampilan
individual dan sosial. Model project based learning ini berbeda dengan
pembelajaran langsung yang menekankan prestasi ide-ide dan keterampilan
pelatih. Adapun peran pelatih pada model project based learning adalah
menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan
dialog. Keterampilan pelatih menjadi dominan dalam mengembangkan project based
learning. Keterampilan ini mencakup upaya mengembangkan lingkungan pelatihan
yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide dan dialog secara terbuka antara
pelatih dan peserta pelatihan.
3.
Metode Pelatihan Model Project
Based Learning Levin (2001: 1) menyatakan bahwa project based learning adalah
metode pembelajaran yang mendorong peseta pelatihan untuk menerapkan cara
berpikir kritis, keterampilan menyelesaikan masalah, dan memperoleh pengetahuan
mengenai problem dan isu-isu real yang dihadapinya. Peran pelatih pada PBL
adalah sebagai fasilitator atau tutor yang memandu peserta pelatihan menjalani
proses pembelajaran Pelatihan dengan metode project based learning harus
menggunakan masalah-masalah nyata sehingga peserta pelatiharn belajar, berpikir
kritis, dan terampil memecahkan masalah dan mampu mendukung pengembangan
keterampilan teknis serta perolehan pengetahuan yang mendalam. Metode
pembelajaran project based learning ini memfokuskan pada: a. pemecahan masalah
nyata; b. kerja kelompok; c. umpan balik; d. diskusi; e. laporan akhir. Dalam
praktiknya, peserta pelatihan didorong untuk lebih aktif terlibat dalam materi
pelajaran dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis sehingga peserta
berlatih melakukan penyelidikan dan inkuiri. Prosedur Pembelajaran dengan
Metode Project Based Learning 1. Prosedur Pembelajaran Bisnis dengan Metode
Project Based Learning Prosedur pembelajaran bisnis dengan metode project based
learning, menurut Linda Torp dan (Sage, 2002) dapat digambarkan dalam alur
mulai dari penyampaian masalah kepada peserta pelatihan sampai dengan kegiatan
evaluasi kinerja yang dicapai, mencakup sebagai berikut: a. melatih kemampuan
mengambil keputusan solusi tepat dari permasalahan yang dihadapi; b. melatih
peserta pelatihan untuk bekerja sama secara teamoork dengan anggota
kelompoknya;
BAB 13
MODEL PENULISAN KERTAS KERJA DAN
PRESENTASI DIKLATPIM
Pendidikan
dan pelatihan jabatan diselenggarakan dalam rangka memenuhi tuntutan untuk
mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance). Untuk itu, diperlukan
PNS yang memiliki kompeterısi jabatan. Sasaran Diklat jabatan PNS adalah
terwujudnya PNS yang memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan
masing-masing. Kompetensi dimaksud adalah kemampuan dan karakterisitik yang
dimiliki oleh seorang PNS, berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku
yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya sesuai dengan tugas,
wewenang dan tanggung jawab pejabat dalam penyelenggaraan kepemerintahan yang
baik. Salah satu standar kompetensi yang perlu dimiliki sebagai pemangku
jabatan tersebut adalah kemampuan "melakukan perencanaan, peng-organisasian
serta merancang tindak lanjut yang diperlukan" Untuk mewujudkan standar
kompetensi tersebut, peserta Diklat dilatih untuk menyusun "Kertas Kerja
Perseorangan (KKP), yang merupakan Rencana Kerja Peningkatan Kinerja
(RKPK)" Untuk meningkatkan kinerja diperlukan pula standar kompetensi
lainnya, yaitu: "Menumbuh-kembangkan motivasi pegawai untuk mengoptimalkan
kinerja unit organisasinya". Pada umumnya, kertas kerja bagi peserta
Diklatpim merupakan hal terberat yang harus diselesaikan dalam waktu yang
singkat dan harus diseminarkan di depan narasumber dan pembimbing.
A. Konsep Penyusunan Kertas Kerja
1.
Pengertian Kertas Kerja
Peseorangan Kertas kerja, seperti halnya makalah, adalah karya tulis ilmiah
yang menyajikan sesuatu berdasarkan data di lapangan yang bersifat
empiris-objektif. Akan tetapi, analisis dalam kertas kerja lebih mendalam
daripada analisis dalam makalah (Arifin, 2003). Pada prinsipnya, kertas kerja
sama dengan makalah. Kertas kerja dibuat dengan analisis lebih dalam dan tajam,
ditulis untuk dipresentasikan pada seminar atau lokakarya, yang biasanya
dihadiri oleh ilmuwan.
Pada
'perhelatan ilmiah' tersebut, kertas kerja dijadikan acuan untuk tujuan
tertentu. Mungkin, kertas kerja 'dimentahkan karena lemah, baik dari susut analisis
rasional, empiris, ketepatan masalah, analisis, kesimpulan, maupun
kemanfaatannya. Adapun pengertian Kertas Kerja Perseorangan (KKP) adalah Kertas
Kerja yang ditulis secara individual yang merupakan Rencana Kerja Peningkatan
Kinerja (RKPK) yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi peserta (Lan RI,
2008: 6).
2. Arti Penting dan Manfaat Penyusunan
KKP Penyusunan KKP yang merupakan Rencana Kerja Peningkatan Kinerja (RKPK) ini
mempunyai arti penting dalam"mengaktualisasikan keterampilan fungsi perencanaan
dan pengendalian (Lan RI, 2008 Peserta mempunyai kesempatan untuk menerapkan
teori/ prinsip-prinsip yang diperoleh selama diklat kernudian memadukan dengan
pengalamannya selama memangku jabatan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya.
KKP hasil observasi lapangan (OL). Observasi ini bukan hanya aspek teknis
substansi, tetapi temuan aspek administrasi, manajer serta kepemimpinan dalam
penyelenggaraan kepemerintahan dan pembangunan bisa diperkaya dengan semua KKP
diselesaikan sebelum observasi lapangan maka pengkayaan KKP dari temuan OL bisa
dilakukan pada saat seninar KKP Memilih dan Menetapkan Isu Aktual Sebelum
proses penyusunan KKP.
3.
Menetapkan Isu Aktual. Dasar
pemilihan dan penetapan Isu Aktual adalah sebagai berikut. Sesuai dan terkait
dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing peserta. Dengan kata lain, tidak
keluar dari bingkai tugas dan fungsinya. Isu tersebut memenuhi empat kriteria
berikut. 1. Aktual, yaitu benar-benar terjadi, sedang berlangsung, atau
diperkirakan hampir pasti terjadi; Memiliki nilai kekhalayakan yang tinggi,
yaitu menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak (masyarakat/ publik).
Bisa juga merupakan keluhan atau ketidakpuasan masyarakat/publik atas pelayanan
yang diberikan.
2. Aparatur atau birokrasi; Memiliki nilai problematik,
yaitu sangat urgen dan serius untuk segera diselesaikan. Jika tidak, hal
tersebut berdampak lebih luas dan merugikan organisasi
3.
Memiliki nilai kelayakan, artinya isu yang logis, pantas, realistis dan layak
diselesaikan karena sesuai tugas pokok
4.
Fungsi, kewenangan, dan tanggung jawabnya. Menjadi salah satu tujuan dan
sasaran dalam Rencana Strategis (Eselon II) tempat peserta bertugas. Tujuan dan
sasaran tersebut bermasalah atau dengan kata lain menjadi isu karena tingkat
kinerjanya masih rendah dan menjadi sorotan masyarakat. Tujuan dan sasaran
dalam Renstra tersebut menjadi tugas dan fungsi peserta, yaitu tujuan dan
sasaran tersebut dilimpahkan oleh atasan langsungnya (Eselon II) kepada peserta
menjadi tugas dan fungsi serta kewenangan, kewajiban, dan tanggung jawabnya.
Dengan dasar pemilihan dan penetapan isu aktual, KKP ini diharapkan akan sangat
bermanfaat untuk diaplikasikan/diterapkan setelah kembali ke unit kerjanya.
Jika
peserta belum memiliki Renstra (Eselon II atasannya), atau sudah ada Renstra,
tetapi tujuan dan sasaran tidak sesuai dengan kehendak peserta, dalam
kesempatan penyusunan KKP/RKPK ini dapat merumuskan tujuan dan sasaran yang
baru. Akan tetapi, bukan berarti belum memiliki kinerja pada saat sekarang.
Perumusan Judul KKP Peserta berkonsultasi dengan Fasilitator/Widyarswara
Pembimbing setelah mengisi formulir yang telah disediakan oleh
Fasilitator/Pembimbing atau Panitia Penyelenggara untuk merumuskan usulan
"JUDUL KKP". Narasi/pernyataan isu harus jelas. Sebaiknya
narasi/pernyataan ditandai adanya unsur subjek, predikat, objek, dan keterangan.
1.
Contoh ISU: "Rendahnya kualitas pelayanan umum aparatur pemerintah kepada
masyarakat" Pada contoh ini, subjeknya adalah aparatur pemerintah
predikatnya adalah pelayanan umum, objeknya yadalah masyarakat, keterangannya
adalah masih rendahnya kualitas.
2.
Non-Contoh ISU: BBM naik Kalimat ini tidak jelas karena tidak ada subjek,
predikat, objek, dan kalimat ini hanya merupakan kata keterangan Isu Aktual
sangat terkait dengan Muatan Teknis Substansi Lembaga (MTSL) dan dipengaruhi
oléh kebijakan, peraturan perundang-undangan yang baru, baik skala nasional,
lokal maupun instansi/lembaga masing-masing. Oleh karena itu, perlu disampaikan
beberapa peraturan perundang-undangan baru yang sangat memengaruhi penyusunan
KKP Perubahan berawal dari adanya amandemen UUD 45 dalam suatu rangkaian 4
(empat) tahapan perubahan yang diiaksanakan pada Sidang Umum MPR Th 1999,
Sidang Tahunan 2000, 2001, dan 2002. Berdasarkan UUD tahun 1945 yang telah
diamandemen, ada beberapa Undang-Undang yang telah dihasilkan oleh Pemerintah
I, di antaranya yang mengatur masalah perencanaan" pembangunan,
pengeiolaan keuangan, dan pemerintahan daerah" dalam kerangka otonomi daerah.
Hal ini bersama DPR sangat memengaruhi penyusunan UU terkini yang penting
dipahami pelaku birokrasi adalah: UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 15 tahun 2004 tentang
Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara UU No. 25 tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No. 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 11 ayat (5) menyebutkan,
"Belanja Negara diperinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Pasal 14 ayat (2): "Rencana Kerja dan Anggaran sebagaimana dimaksud dalarn
ayat (1) disusun berdasarkan "prestasi kerja" yang akan dicapai.
Prestasi Kerja yang akan dicapai adalah "Target Kinerja Pasal 15 ayat (5)
menyebutkan, "APBN yang telah disetujui DPR terinci sampai dengan unit
organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Penyusunan dan
Penetapan APBD diatur dalam BAB IV UU Nomor 17 tahurı 2003 Pasal 16 ayat (5)
menyebutkan, "Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis
belanja." Berdasarkan UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara Bab III
Pasal 14 ayat (6) disebutkan: "Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan
rencana kerja dan anggaran kementerian negara/ lembaga diatur dengan Peraturan
Pemerintah (PP)." PP yang terbit adalah PP No. 20 tahun 2004 tentang
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan PP No. 21 tahun 2004 tentang Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL). Pasal 19 ayat (2) menyebutkan:
Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan pendekatan
berdasarkan "prestasi kerja" yang akan dicapai. Prestasi kerja yang
akan dicapai adalah "Target Kinerja".